Liputan6.com, Jakarta - Berkirim hantaran atau parsel sudah menjadi tradisi di Indonesia. Momen seperti Lebaran maupun Natal selalu diwarnai dengan saling mengirimkan parsel atau hantaran. Dengan mengirimkan parsel dipercaya sebagai lambang berbagi kebahagiaan sekaligus menjalin tali silaturahmi dengan orang terdekat.
Dilansir dari beberapa sumber, di Indonesia sendiri budaya berkirim parsel sudah dimulai sejak jaman penjajahan Belanda. Namun saat itu parsel menjadi pilihan sebagai hadiah untuk ulang tahun, ibu yang melahirkan, dan momen bahagia lainnya. Bentuknya pun belum dikemas dengan dekorasi cantik seperti saat ini. Tapi benarkah tradisi memberikan hantaran atau parsel dimulai dari masa penjajahan Belanda di Indonesia?
"Bisa jadi kalau untuk tradisi memberi hadiah, parsel atau semacamnya memang banyak dilakukan orang-orang Eropa. Tapi kalau tradisi saling mengirim atau memberi makanan di Indonesia sudah sejak lama, itu sudah ada sejak jaman Wali Songo, sekitar abad ke-15. Masyarakat di jaman itu sudah terbiasa mengirim makanan ke kerabat atau orang-orang terdekat," terang budayawan dan seniman Ngatawi Al-Zastrow saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 30 April 2021.
Advertisement
Baca Juga
Saling memberikan makanan atau hadiah, lanjut Al-Zastrow sudah lama menjadi tradisi dan sebagai wujud menjlain silaturahmi dengan keluarga, tetangga, teman atau orang-orang terdekat kita. Itu merupakan tradsi yang positif apalagi kalau memberikan hadiah ke mereka yang keadaannya kurang mampu.
"Kalau di era modern, kiriman atau hantaran bukan lagi hanya makanan, tapi bisa berupa barang-barang lainnya. Atau ada juga yang mengirim ketupat di hari Lebaran. Sejak adanya sistem kapitalis, maka semua itu dikemas dalam berbagai bentuk yang lebih menarik," lanjut pria yang pernah menjadi Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU ini.
Seiring perkembangan, pemberian hantaran atau sering disebut parsel sudah menjadi tradisi bagi banyak orang dalam menyambut Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri. Banyak usaha yang meraih keuntungan dengan menjalankan bisnis parsel.
Sayangnya, mengiirm hantaran untuk menyambut Lebaran kerap mendapat konotasi kurang baik, karena banyak dijadikan sebagai sarana untuk sekadar menjalin hubungan bisnis. Dengan mengirimkan parsel ke orang atau pihak tertentu, terkadang sang pengirim berharap usahanya akan berjalan lancar dan mendapat bantuan dari sang penerima parsel tersebut.
"Tidak ada yang salah dengan mengirim parsel atau hantaran, apalagi kalau dikirim ke keluarga atau orang yang benar-benar membutuhkan, tapi karena terjad distorsi motif maka pemberian parsel kerap dianggap punya kepentingan tertentu," ucap pria yang pernah menjadi asisten pribadi Gus Dur ini.
Al-Zastrow menambahkan, tradisi mengirim hantaran sebenarnya cukup bagus, tapi kerap dimanfaatkan oleh sejumlah orang untuk kepertingan tertentu. Karena itu para pejabat di negeri ini sudah lama dilarang untuk menerima parsel dari siapa pun."Seperti saya bilng tadi alangkah lebih baik kalau kita memberi hantaran, parsel atau apa pun namanya, berikan pada keluarga atau kerabat, dan juga kepada mereka yang membutuhkan, apalagi di momen menjelang Lebaran seperti sekarang ini," jelasnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut:
Simbol Tali Silaturahmi
Sementara itu, Daisy Indira Yasmine, Sosiolog dari Universitas Indonesia mengatakan, parsel adalah simbol untuk menunjukkan perhatian, menjalin tali silaturahmi, memperkuat jejaring sosial, bahkan status sosial seseorang.
Di Indonesia terutama di era orde baru sempat sangat populer karena parsel biasanya dikirimkan oleh kantor untuk para pegawai dengan kedudukan tertentu dan dikirimkan kepada orang orang tertentu atau mitra kerja atau mitra bisnis terutama di hari-hari spesial seperti Lebaran, Natal atau tahun baru. Namun kemudian sempat berkembang pula di antara anggota keluarga atau antara orang yang memiliki relasi sosial tertentu.
"Sempat juga ada kritikan kalau parsel bisa menjadi suatu bentuk gratifikasi. Namun belakangan parsel jadi semakin beragam bentuknya dan harganya dan pengirimannya lebih beragam," kata Daisy lewat pesan elektronik pada Liputan6.com, Jumat, 30 April 2021.
Daisy mengakui, timbul kesan kalau parsel terkesan sebagai sarana untuk menjaga hubungan bisnis daripada sebagai sarana pemberian untuk keluarga atau orang-orang terdekat. Karena itu, tradisi mengirim parsel sempat berkurang karena kesan tersebut. Namun pada masa pandemi ini, menurut Daisy, mulai marak kembali dengan makna yang saat ini lebih untuk menggantikan pertemuan-pertemuan yang tidak bisa dilakukan dan sebagai simbol tali silaturahmi.
Nilai dan bentuknya juga sangat beragam sehingga bisa diikuti berbagai kelompok masyarakat, apalagi dengan model belanja online yang memang semua barang bisa menjadi parsel yaitu sesuatu benda atau barang yang dikemas dan dikirimkan,” terangnya.
Di masa pandemi ini, terutama saat mudik lebaran dilarang, mengirim parsel untuk orangtua atau keluarga bisa sebagai salah satu cara untuk memberi perhatian pada orang-orang terdekat. "Iya, bisa saja asal maknanya tetap sebagi simbol membangun tali silahturahmi bukan untuk kepentingan lain atau bahkan jadi ajang pamer dan pemborosan," tutupnya.
Advertisement
Parsel Makanan
Lalu, bagaimana situasi para penjual parsel saat ini? "Tren penjualan parsel mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di awal pandemi tahun 2020 penjualan parsel kita sama seperti tahun sebelumnya dari yang biasanya naik tiap tahun. Untuk tahun 2021, sementara ini penjualan parsel mengalami kenaikan dari tahun lalu," terang pengelola Prestisa Parcel pada Liputan6.com.
Berlokasi di kawasan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat, Prestisa yang berdiri sejak 2012 ini menyediakan beragam jenis parsel dan wilayah cakupan penjualannya melayani seluruh Indonesia.
"Kita menyediakan berbagai jenis parsel seperti Parsel Cookies, Parsel Makanan, Parsel Sembako, Parsel Pecah Belah, Hampers Lebaran, hampers P3K, Parsel Baby Gift, Parsel Buah, dan bisa custom juga," jelasnya.
Inovasi pun mutlak dilakukan untuk lebih menarik minat pelanggan, seperti menawarkan produk baru seperti "Special PaHaLA (Parsel Hari LebAran) serta menambahkan alat-alat sanitasi untuk mendukung protokol kesehatan. Mereka juga menggandeng influencer, selalu update di media sosial dan mengajak pihak lain untuk berkolaborasi.
"Saat ini penjualan terbanyak dari kategori parsel masih tetap parsel makanan disusul parsel cookies dan parsel kesehatan/P3K," lanjutnya.
Kondisi tak jauh beda juga dialami penyedia layanan parsel online, parcelindonesia.com yang mengakui ada sedikit peningkatan di tahun ini dbandingkan tahun lalu.
Dampak Larangan Mudik
"Tahun lalu penjualan kita turun sampai 50 persen karena ada pandemi. Tahun ini alhandulillah sudah ada peningkatan. Masih ada waktu beberapa hari lagi sebelum Lebaran, kita optimis pesanan bakal semakin banyak," tutur sang pemilik M Agung Budi Priyambodo pada Liputan6.com, Jumat, 30 April 2021.
Sebelum pandemi, menurut pria yang akrab disapa Budi ini, untuk parsel Lebaran bisa ada pesanan sampai 3.000 parsel. Sejak memulai usaha pada 2006, Budi mengakui pesanan hampir selalu meningkat tiap tahunnya.
"Waktu kita pertama kali buka, belum banyak yang jualan online. Awalmya kita cuma ada pengiriman paket bunga. Lalu ada yang minta dibuatkan parsel lebaran, dan ternyata banyak yang suka. Dari situ kita mulai main di parsel, buat lebaran, natal, tahun baru atau acara-acara spesial lainnya. Tapi yang paling laris tetap parsel lebaran," ungkapnya.
Punya cabang di hampir di seluruh daerah di Indonesia, parcelindonesia.com mengandalkan armada mereka sendiri untuk mengantarkan langsung pesanan tanpa menyewa jasa ekspedisi.Untuk produk yang paling favorit, ternyata masih tetap parsel makanan terutama kue-kue. Di masa pandemi ini, ungkap Budi, parsel sembako dan produk kesehatan juga termasuk paling banyak peminatnya.
"Terus tahun ini mudik masih dilarang, ya ada hikmahnya juga buat kita. Pesanan makin banyak, termasuk yang kirim parsel makanan dan sembako. Kita juga beberapa kali kirim parsel produk kesehatan ke Wisma Atlet Kemayoran, tentunya kru kita harus menjalani protokol kesehatan yang ketat," pungkasnya.
Advertisement