Liputan6.com, Jakarta - Gerhana bulan total akan terjadi pada malam ini, Rabu (26/5/2021). Selain sebagai peristiwa astronomi, gerhana bulan ternyata juga jadi latar belakang banyak cerita dari zaman dulu, mulai dari suku Inca, orang Mesopotamia, dan Indonesia, khususnya Jawa.
"Pada zaman dahulu (dan mungkin hingga saat ini) terdapat beberapa kepercayaan tentang gerhana menurut beberapa bangsa dan suku di dunia," tulis akun @bosschaobservatory, Senin, 24 Mei 2021.
Advertisement
Baca Juga
Menurut suku Inca, gerhana terjadi akibat seekor jaguar menyerang dan memakan Bulan. Bulan yang diserang terluka dan berwarna kemerahan seperti merah darah saat terjadi gerhana bulan total.
"Orang Inca takut setelah menyerang Bulan, jaguar akan menyerang mereka, sehingga mereka mengusir predator tersebut dengan mengibaskan tombak ke bulan dan membuat banyak suara, termasuk memukuli anjing mereka untuk membuatnya melolong dan menggonggong," sambung akun tersebut.
Beda dengan suku Inca, orang Mesopotamia kuno beranggapan bahwa gerhana bulan terjadi karena tujuh iblis menyerang bulan. Mereka percaya terdapat hubungan antara peristiwa langit dan Bumi.
"Dalam kebudayaannya, raja mereka mewakili tanah. Jadi, serangan terhadap Bulan dianggap sebagai serangan terhadap raja mereka. Selama gerhana terjadi, raja asli akan bersembunyi menyamar sebagai orang biasa dan digantikan oleh orang lain yang diperlakukan sebagai raja," tulisnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Indonesia
Sementara itu, di Indonesia, khususnya budaya Jawa, dipercayai bahwa gerhana terjadi akibat Bulan yang dimakan Batara Kala, raksasa yang lahir dari pernikahan Dewi Sinhika dan Maharsi Kasyapa.
Dalam kisahnya, Batara Kala memiliki dendam terhadap Batara Surya (Dewa Matahari) dan Batara Soma (Dewa Bulan) karena pengaduan mereka pada Dewa Wisnu menyebabkan kepala Batara Kala dipenggal.
"Peristiwa tersebut menyebabkan Batara Kala terus mengejar Bulan dan Matahari. Apabila berhasil ditangkap, ia akan melahapnya dan terjadilah gerhana," imbuhnya.
Orang zaman dulu akan memukul lesung dan menciptakan bunyi-bunyian selama gerhana terjadi dengan harapan Batara Kala akan memuntahkan kembali Bulan atau Matahari yang dilahapnya dan kembali bersinar seperti sebelumnya.
Advertisement