Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari satu tahun sejak pandemi Covid-19 melanda, para seniman dan pelaku usaha di sentra kerajinan Nusantara masih menabung asa. Meski kondisi suram masih membalut, tak sedikit dari mereka yang tetap bertahan, terus berjuang dan berkarya.
Satu di antaranya adalah seniman ukir I Komang Suartawan yang berasal dari sentra kerajinan ukir di Desa Batubulan Kangin, Gianyar, Bali. Ia bersama sang ayah dan kakaknya yang juga seniman ukir, mendirikan usaha rumahan ukiran patung khas Bali bernama Seni Ibape yang turut terdampak pandemi.
"Kita ini sangat terdampak dari Covid-19. Sekarang sudah anjlok sekali, kita memang mengandalkan dari pariwisata. Kalau ada turis ke sini, bisa jual patung, tapi karena Covid-19 susah jualnya. Dari segi ekonomi sudah tidak bisa dijelaskan," kata Komang saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu, 14 Agustus 2021.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Komang saat awal pandemi pada Maret 2020, sesekali ada order masuk. Namun, kondisi saat itu juga berimbas pada menipisnya pesanan yang diminati para wisatawan.
"Saya homemade buat di rumah langsung. Biasanya produksi dan didistribusikan ke artshop-artshop besar di Ubud," tambahnya.
Sepinya wisatawan dan tak sedikit artshop di sentral kawasan wisata di Ubud tutup, membuat usaha ukir Komang dan keluarga harus terdiam sejenak. Tak mau menyerah dengan keadaan, ia menggencarkan promosi secara online.
"Saya strateginya mempromosikan secara online dari Instagram dan Facebook, banyak tamu domestik tanya-tanya berapa kisaran harga, bisa enggak dibuat custom," jelas Komang.
Memulai berjualan online sejak dua tahun lalu ternyata mendatangkan respons yang cukup baik. Komang menyebut, ada beberapa pesanan patung dari beberapa kota, mulai dari Bandung, Banjarmasin, hingga Jakarta.
Hasil karya Komang biasanya dibuat dari kayu panggal buaya, cendana, sampai suar. "Kalau saya membuat ukiran khas Bali misalnya Ramayana Rama dan Shinta, patung peperangan Baratayuda, Dewi Saraswasti, Ganesha, dan kita juga melayani custom," ungkapnya.
Komang menjelaskan, patung Ganesha dan naga adalah patung yang paling banyak dipesan pelanggan. Harga setiap patung pun bervariasi, tergantung ukuran hingga tingkat kesulitan.
"Kisaran patung ukuran terkecil 30 cm dari Rp500 ribu sampai jutaan untuk naga, ada yang garuda Rp1,5 juta, Dewi Saraswati Rp8 juta, Baratayuda Rp15 juta," tutur Komang.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pot Gerabah
Pemilik Pot Gerabah Anik Oksita di sentra kerajinan gerabah Kasongan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta turut berbagi kisah kondisi usahanya kini. Anik menyampaikan sangat terdampak dengan adanya pandemi Covid-19 dan diperparah sejak Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
"Pesanan yang paling jatuh dari awal PPKM, pengurangannya 50 persen," kata Anik saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 13 Agustus 2021.
Selain pesanan berkurang, pengiriman pesanan lewat kargo masih dapat dilakukan, namun memakan waktu yang lama. Pengiriman lewat kargo dikatakannya minimal satu koli dengan isi yang beragam tergantung ukuran.
"Kalau ukuran besar-besar paling bisa satu, kalau kecil-kecil bisa muat 100," tambahnya.
Berkurangnya pesan di masa pandemi ia siasati dengan berjualan secara online, yakni melalui media sosial Instagram. Ia juga mengerahkan ragam upaya untuk menarik minat pelanggan.
"Pas senggang cek-cek media sosial apa yang bisa dibutuhkan orang, maksudnya modelnya, kita usahakan kita adakan di toko kita," katanya.
Berjualan melalui online pun menurut Anik, mendapat respons yang cukup baik. "Alhamdulillah (respons) bagus, tiap hari ada saja orderan, mereka juga tahunya dari Instagram," jelas Anik.
Usaha gerabah yang ditekuni Anik sejak 2018 ini menghadirkan beragam barang yang berbahan utama tanah liat. Mereka menyediakan pot, guci, vas bunga, hiasan meja, hingga hiasan ruangan yang dijual kisaran Rp3.000 hingga Rp150 ribu.
Advertisement
Bima Silver Smith Kotagede
Cerita tak jauh berbeda dibagikan oleh pelaku usaha di sentra kerajinan perak Kotagede, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik Bima Silver Smith Kotagede Purwanti Setyaningsih, pesanan terjun bebas kala pandemi melanda.
"Benar-benar menurun penjualannya. Pesanan masih ada, tapi turun drastis sejak setahun lalu," kata Purwanti saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 13 Agustus 2021.
Purwanti menjelaskan, pelanggannya didominasi pedagang dan penyelenggara acara. Namun karena banyaknya pembatasan guna menekan transmisi Covid-19, pesanan pun kian menyusut.
"Langganan saya pedagang sama event-event jadi kena imbas. Enggak ada event, otomatis pesanan tidak ada," jelasnya.
Purwanti mengaku meski ada beberapa pesanan individual untuk custom, namun jumlahnya tidak banyak. Hal ini berdampak pada perajinnya yang awalnya ada tiga orang, kini hanya satu yang dipanggil masuk ketika ada orderan saja.
"Perajin ada tiga. Selama PPKM cuma ada yang pokok satu. Ini ada orderan masuk saya suruh masuk produksinya selesai libur lagi," tuturnya.
Purwanti tetap membuka tokonya namun jarang ada tamu yang membeli sejak pandemi. Ia pun berjualan secara online dan menawarkan perhiasan, dekorasi dinding, dan yang paling spesial adalah wayang.
"Kalau wayang mulai dari Rp250 ribu, perhiasan cincin-cincin mulai dari Rp200 ribu sampai yang tertinggi," tutup Purwanti.
Infografis Peta Kota Kerajinan di Indonesia
Advertisement