Liputan6.com, Jakarta - Negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa (UE) memperkenalkan warisan kuliner mereka di Indonesia. UE memperkenalkan cita rasa khas produk-produk pangan dari 27 negara yang tergabung dalam persemakmuran itu.
Menurut Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), untuk menciptakan daya saing yang tinggi serta membuka peluang eskpor, pengusaha Indonesia bisa mempelajari skema industri makanan dan minuman dari Eropa. Alasan utamanya, mereka mengedepankan standardisasi produk konsumsi.
Advertisement
Baca Juga
"It’s all about standard and quality control. Standardisasi dan sertifikasi menjadi hal yang penting saat ini di industri makanan, jadi kita tidak hanya menyediakan konsumsi di Indonesia tapi juga ekspor. Untuk ekspor prasyarat- prasyarat itu jadi penting," ucap Ketua Bidang Pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) PHRI Alexander Nayoan dalam webinar bertajuk "Nikmati Warna Warni Eropa. Keunggulan Cita Rasa’, 25 Agustus 2021.
Ia mencontohkan terkait standardisasi setidaknya pengusaha harus memiliki prasyarat standar kesehatan dan kualitas. Misalnya dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sertifikasi yang disiapkan adalah CHSE (Cleanliness, Health,Safety, Enviromental Friendly).
Sementara untuk di industri hotel dan restoran dikenal standar khusus bernama HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Pemberian standar atau pemeringkatan kualitas produk juga termasuk dalam bagian ini dan perlu ditingkatkan mengingat belum ada kontrol yang ketat terkait aturan sejenis di industri makanan dan minuman Indonesia.
"Kalau ada standar yang baik, misalnya untuk daging sapi di negara Eropa ya. Itu mereka bisa tahu silsilah siapa bapak dan ibu sapinya. Itu bisa ditelusuri. Hal seperti ini yang harus dipelajari," kata Alex.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Menggandeng Pasar Global
Selanjutnya taktik bisnis yang bisa dipelajari dari Eropa oleh Indonesia adalah teknik memasarkan produk yang bisa meningkatkan daya saing di luar negeri sehingga bisa mudah dan lancar. Alex mencontohkan salah satu pemasaran yang bisa dilakukan adalah dengan keterlibatan aktif pemerintah menyalurkan produk-produk dalam negeri untuk bisa menggandeng pasar global.
Misalnya, seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa dengan gencar melakukan kerjasama aktif dengan negara lainnya untuk mengenalkan produk- produk makanan mereka lewat berbagai kegiatan. Aktivasi kegiatannya tidak hanya dilakukan pada satu waktu namun diadakan secara berkesinambungan.
Taktik industri makanan lainnya yang bisa diadaptasi dari Eropa di Indonesia adalah para pengusaha bisa belajar meningkatkan produktivitas dan kualitas sehingga tersedia bahan makanan yang merata baik bagi industri lokal dan industri mancanegara. "Ini yang perlu kita belajar, meningkatkan produktivitas sehingga bisa melakukan ekspor dengan lebih banyak namun kualitas terjaga. Hal yang diperhatikan benar- benar menyeluruh mulai dari pembibitan, menana, sampai waktu panennya," ungkap Alex.
Advertisement
Pentingnya Pengemasan
Terakhir yang bisa dipelajari dari industri makanan di Eropa dan diterapkan di Indonesia adalah dari segi pengemasannya. Terkadang yang jadi masalah dalam industri makanan dalam negeri saat melakukan ekspor adalah pengemasan yang tidak maksimal sehingga membuat pengusaha merugi.
Karena pengemasan yang sering ditemukan adalah pengemasan “yang penting terkirim” sehingga tidak bisa benar- benar memastikan produknya aman saat sampai di negara yang dituju. Jadi tidak jarang produk yang terkirim tidak utuh atau dari kualitas tidak baik sehingga produk itu dikembalikan ke negara yang melakukan ekspor makanan dan minuman tersebut.
"Kami di PHRI selalu memfokuskan bagaimana standar itu atau SOP-SOP yang ada bisa terjadi dengan baik," pungkas Alex. Program memperkenalkan pangan asal Eropa itu akan berlangsung selama setahun. Rangkaiannya tidak hanya webinar, tapi juga aktivitas di media sosial dan pengenalan produk untuk dicoba di sejumlah supermarket.