Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama lebih dari satu tahun belakangan telah membawa banyak perubahan dengan berbagai tantangan yang tidak terbayangkan sebelumnya. Salah satunya bagi calon pengantin yang ingin menggelar pernikahan atau pesta pernikahan.
Di satu sisi, mereka ingin mewujudkan momen pernikahan impian yang sakral dan tak terlupakan. Di sisi lain, menggelar pesta atau resepsi dibatasi oleh berbagai protokol kesehatan atau prokes yang harus diterapkan.
Dampak pandemi telah memaksa masyarakat untuk adaptif terhadap berbagai bentuk perubahan. Kebijakan pembatasan kerumunan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai upaya menekan penyebaran virus Covid-19, juga ikut mempengaruhi penyelenggaraan pesta pernikahan di masa pandemi.
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan hasil survei lembaga riset Populix yang dilakukan pada 12-14 Agustus 2021 terhadap 1.002 responden, 40 persen responden yang memiliki pasangan dan belum menikah mengaku berencana menikah dalam beberapa bulan ke depan. Sementara, mereka yang sudah memiliki rencana menikah dalam waktu dekat dan sudah menentukan tanggal pernikahannya, 54 persen di antaranya memutuskan untuk menikah di tahun depan, yaitu pada Januari – Maret 2022.
Survei itu dilakukan pada responden dengan rentang usia 18 – 30 tahun dari berbagai latar belakang sosial dan wilayah di Indonesia, Menurut Timothy Astandu, Chief Executice Officer (CEO) Populix, pandemi telah mendorong perubahan sosial yang menuntut penyesuaian, termasuk dalam hal penyelenggaraan pernikahan.
"Dalam kondisi ini, Populix, sebagai perusahaan riset pasar berbasis android dan IOS, telah melakukan riset untuk melihat tren pernikahan di masa pandemi. Harapan kami, hasil riset ini bisa digunakan sebagai referensi bagi masyarakat ataupun pihak-pihak yang berkepentingan," jelas Timothy dalam keteragan tertulis yang diterima Liputan6.com, Selasa (31/8/2021).
Budaya menggelar resepsi kini tak lagi menjadi pilihan utama. Hasil riset menunjukkan bahwa mayoritas responden, yaitu sebanyak 36 persen memilih untuk hanya menggelar acara akad nikah tanpa menggelar resepsi. Hanya sebagian kecil saja (14 persen) yang memilih untuk tetap menggelar acara akad nikah dan resepsi di masa pandemi.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Memaksa Masyarakat Beradaptasi
Eileen Kamtawijoyo selaku Chief Operating Officer (COO) Populix menuturkan, situasi serta kebijakan pemerintah dalam hal pembatasan kerumunan dan penerapan prokes berdampak pada beragam penyesuaian di masyarakat seperti perilaku, konsep sosial, dan kebiasaan.
Menggelar resepsi pernikahan dengan mengadakan serangkaian acara adat serta mengundang banyak tamu merupakan budaya masyarakat Indonesia. Selain nilai kekeluargaan dan tradisi yang kuat, pesta pernikahan di masyarakat Indonesia dianggap sebagai salah satu momen terpenting dalam hidup yang perlu dirayakan.Â
"Namun, dari hasil riset terlihat bahwa situasi pandemi telah memaksa masyarakat kita beradaptasi dan menerima perubahan," kata Eileen.
Meski sudah beradaptasi dalam hal bentuk pelaksanaan acara, jumlah responden yang berencana mengundang tamu di atas 150 orang jumlahnya cukup tinggi, yaitu 30 persen dari total responden. Hanya delapan persen yang berencana mengundang di bawah 50 tamu undangan. Ini jadi bukti bahwa ikatan kekeluargaan di Indonesia sangat kuat sehingga terasa sangat sulit bagi masyarakat untuk hanya mengundang sedikit orang.
Selain penyesuaian jumlah tamu undangan, perubahan cara penyajian makanan dalam wadah tertutup untuk dibawa pulang juga menjadi salah satu tren yang banyak diterapkan oleh para calon pengantin. Sedangkan untuk lokasi, beberapa responden dalam survei mengaku akan lebih memilih venue outdoor dibandingkan indoor. Risiko penyebaran virus corona dinilai lebih rendah di ruang terbuka.
Advertisement
Tren Baru
Meski sedang berada dalam kondisi yang tidak menentu, ternyata keinginan masyarakat untuk menghadiri acara pernikahan secara langsung masih tinggi. Hal ini diperlihatkan dari hasil survei, yaitu mayoritas responden (73 persen) pernah menghadiri pernikahan teman atau keluarga secara tatap muka selama pandemi.
Alasan utamanya, menurut 53 persen responden karena acara tersebut mematuhi protokol kesehatan yang berlaku, seperti pemakaian masker. Sedangkan, 14 persen responden beralasan karena tamu yang datang sedikit dan 11 persen karena wajib tes Covid-19.
Menurut Eileen, perkembangan teknologi di masa pandemi turut berpengaruh dalam menghadirkan berbagai unsur baru dalam pernikahan menjadi digital. Contohnya, munculnya undangan digital (e-invitation), pemberian angpao melalui QR Code, bahkan mengubah konsep pernikahan menjadi virtual wedding.
"Tren pernikahan ini menjadi salah satu alternatif bagi calon pengantin untuk mengadakan akad sekaligus resepsi pernikahan. Berdasarkan hasil survei Populix, 42 persen dari total responden mengaku pernah menghadiri pernikahan teman atau keluarga secara virtual selama pandemi," tutur Eileen.
Eileen menambahkan, secara umum masyarakat Indonesia telah menciptakan tren baru dalam penyelenggaraan pernikahan di masa pandemi. "Mereka yang akan mengadakan pesta pernikahan di tengah pandemi, melakukan beberapa perubahan konsep yang disesuaikan dengan situasi terkini. Hal inilah yang memunculkan tren baru dalam penyelenggaraan pesta pernikahan," tutup Eileen.