Liputan6.com, Jakarta - Dari nama-nama familiar yang sudah maju ke panggung dunia, hingga yang perlu didukung untuk mendapat lampu sorot atensi publik, kuliner Indonesia tercatat begitu kaya. Keberadaannya tidak semata jadi pemenuh daftar, namun sarat akan tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Memperpanjang usianya tentu merupakan upaya kolektif. Dari segudang inisiasi, apakah upaya tersebut bisa didorong melalui kurikulum sekolah kuliner?
Baca Juga
Pimpinan Budi Mulia Dua Culinary School, Ani Syafaatun, M.Pd, menyebut bahwa dalam menyusun kurikulum, mereka berorientasi pada kebutuhan industri karena lulusannya diarahkan untuk bisa bekerja di sektor kuliner. "Kami punya program satu tahun. Satu semester belajar, sisanya terjun langsung ke industri," katanya melalui sambungan telepon pada Liputan6.com, Jumat, 21 Januari 2022.
Advertisement
Secara kurikulum, sekolah kuliner ini telah menyusunnya selama 20 tahun terakhir dengan peninjauan secara berkala. "Rata-rata (ditinjau) tiga tahun sekali," Ani menyebut, menambahkan bahwa pihaknya sedang menjalani proses pembinaan menuju lembaga pendidikan formal dengan lulusan D1 atau D2.
Sebagai bekal dasar, calon koki akan ditutut menguasai ragam olahan kuliner Indonesia, selain juga akan diajarkan sajian oriental dan kontinental. Di samping jadi bentuk pelestarian, dengan mahir memasak kuliner Indonesia, Ani menyebut, ada kesempatan mereka diundang ke luar negeri untuk mengolah sajian khas Tanah Air.
Sedangkan Churotul Insyiah Ivalatul Latifah, S.Pd selaku Ketua Kompetensi Keahlian Tata Boga SMKN 3 Kota Malang mengatakan, pihaknya memakai Kurikulum 2013 yang sudah disesuaikan. Implementasinya, siswa kelas 10 bakal diberikan bekal dasar, disusul mata pelajaran yang mulai khusus di kelas 11.
"Ini termasuk pengolahan kue, penghidangan makanan, prakarya, dan produk kreatif," sebutnya lewat panggilan suara, Jumat, 21 Januari 2022. "Lalu, kelas 12 lebih pada pengolahan makanan. Selama belajar, mereka akan 70 (persen) praktik dan 30 (persen) diberikan materi."
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Klasifikasi 3 Kelas
Iva menjelaskan, ada tiga kelas di jurusan tata boga di sekolahnya untuk tahun ajaran 2021/2022: akademik, industri, dan wirausaha. Kelas akademik menyasar murid yang ingin melanjutkan pendidikan setelah lulus. Kemudian, kelas industri diperuntukkan bagi mereka yang mau bekerja di sektor hospitality.
Sementara kelas wirausaha, sesuai namanya, ditujukan pada murid yang mau membuka bisnis. "Kami arahkan dari kelas 10 sudah punya usaha sendiri." ia mengatakan.
Soal bagaimana kurikulum tersebut membantu pelestarian resep warisan, Iva menyontohkan salah satuya mata pelajaran produk kue Indonesia, yang mana kompetensi dasarnya membuat ragam penganan lokal. Dalam implementasinya, pihak sekolah sudah punya buku resep sebagai panduan.
Ia berkata, "Kalau kelas 12 justru dituntut untuk menciptakan resep dengan menggali produk lokal. Misalnya, kue yang tadinya hanya seperti itu, bisa di-level up."
Resep-resep yang "dibakukan" itu merupakan medium pihaknya mengajari resep dasar. "Jadi, saat anak-anak mau mengembangkan, mereka sudah punya basic," ujarnya.
Yang digarisbawahi, makanan Indonesia punya pakem. Karena itu, dalam pengembangan, para siswa diwanti-wanti untuk tidak menghilangkan ciri khas sajian tersebut.
Advertisement
Metode Penyederhanaan
Selama proses belajar, Ani mengatakan, murid-murid di sekolah kuliner di Yogyakarta ini akan diajarkan mulai dari membuat makanan pembuka, menu utama, sampai makanan penutup. "Ujian kami pakai sistem undian, jadi harus menyiapkan diri berdasarkan resep-resep yang sudah diajarkan," ia menyebut.
Harapannya, para murid dapat melestarikan kuliner Indonesia karena memahami resepnya, tanpa fokus hanya di satu hidangan dari satu wilayah saja. Namun karena jumlah yang sangat banyak, mereka menggunakan metode penyederhanaan.
Pada dasarnya, Ani menjelaskan, makanan Indonesia punya tiga bumbu dasar: merah, putih, dan kuning. Dengan memahami tiga bumbu dasar itu, murid-murid akan paham harus pakai yang mana untuk sajian apa.
"Seperti juga kue Indonesia. Dibantu dengan membuat tabel. Misalnya, sesuai bahan, seperti tepung beras, bisa dibuat jadi apa saja. Kemudian, tabel teknik apakah kukus, panggang, atau yang lain," urainya.
Seperti SMKN 3 Kota Malang, pihaknya juga sudah punya semacam buku resep. "Tapi, tetap praktik yang terpenting, karena memasak itu bukan soal teori. Masak itu melibatkan semua indra dengan banyak faktor yang memengaruhi," tuturnya.
Melibatkan Perasaan
Dengan kata lain, walau memakai resep yang sama, hasil akhir masakan bisa saja berbeda. Ani mengatakan, ini salah satunya dipengaruhi kualitas bahan. "Saat pakai kunyit, misalnya. Satu orang mungkin punya kunyit yang sudah tua, yang lain (kunyit) muda, atau sangat muda, cita rasa yang diberikan akan berbeda," tutunyra,
"Pun dengan takaran. Satu ruas jahe, ruas jari orang-orang mungkin saja berbeda. Lalu, ukuran jahenya dalam satu ruas bisa juga berbeda. Jadi selain ilmu, memasak memang melibatkan perasaan dan merupakan bagian dari seni," Ani mengatakan.
Dengan praktik, para murid akan menemukan banyak tips masak tersembunyi, karena pada akhirnya, resep hanya acuan dasar. "Nantinya akan ada penyesuain sesuai selera masing-masing," tutupnya.
Advertisement