Liputan6.com, Jakarta - Penipu di China membuat badan amal palsu untuk memikat sumbangan pakaian dan barang bekas lain yang kemudian dijual untuk mendapat keuntungan. Xia Yiming dari Provinsi Fujian di China Timur sering menyumbangkan pakaian yang sudah ketinggalan zaman atau tidak cocok dipakai lagi, lapor SCMP, Selasa (10/5/2022).
"Kami selalu menyimpan pakaian bekas, menunggu diberikan pada beberapa kerabat atau wanita pembersih, tapi sekarang, sangat sedikit orang yang memakai pakaian bekas, jadi saya menyumbangkannya," katanya pada China Daily. Ia juga sering membantu orangtuanya yang sudah lanjut usia menyingkirkan barang-barang yang tidak diinginkan dengan cara ini.
Advertisement
Ia melanjutkan, "Ini adalah cara yang baik untuk membantu yang membutuhkan dan menjaga lemari ibu dan ayah saya tetap rapi dan bersih. Generasi tua seperti orangtua saya punya kebiasaan menimbun (barang maupun pakaian bekas)."
Namun, Xia ngeri mengetahui bahwa beberapa badan amal hanyalah kedok bagi penjahat untuk mencuri pakaian demi dijual kembali. Sekarang ia meneliti lembaga amal dengan cermat untuk kredensial operator, tapi mengatakan ia memiliki cara baru untuk memberikan pakaian bekas.
Ia meninggalkan pakaian dalam kantong di pintu masuk gedung apartemennya dan memberi tahu tetangganya melalui grup WeChat. Ia menulis, "Ada pakaian bekas yang cocok untuk mereka yang (berusia) 60-an. Jangan ragu untuk mengambilnya."
Banyak pengguna media sosial terkejut dengan laporan baru-baru ini tentang praktik penipuan. Tidak sedikit juga yang mengungkap kemarahan karena ditipu dengan berpikir bahwa mereka memberikan pakaian bekas untuk amal.Â
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dijual Online
Awal tahun ini, sebuah penyelidikan oleh situs berita China The Paper mengungkap bahwa badan amal palsu membeli tempat pakaian donasi secara online dari situs web seperti Taobao. Dalam beberapa kasus, penjual bahkan menawarkan menambahkan tanda seperti "Asosiasi Amal," "kesejahteraan masyarakat," dan "perlindungan lingkungan" untuk menjadikannya seolah dari badan amal yang sah.
Di beberapa situs e-commerce, tempat donasi palsu ditawarkan untuk dijual dengan harga masing-masing 400 yuan (sekitar Rp868 ribu). Laporan itu mengatakan bahwa satu ton pakaian bekas dapat menghasilkan hingga 2.200 yuan (sekitar Rp4,7 juta).
Menurut salah satu operator badan amal palsu anonim yang dikutip dalam laporan tersebut, ini adalah "bisnis yang mudah dan menguntungkan." Pihaknya juga menyebut keuntungan tahunan hingga 600 ribu yuan (sekitar Rp1,3 miliar).
Di Tiongkok, menjalankan badan amal palsu adalah tindakan ilegal. Tapi, tempat sampah pakaian bekas berkedok badan amal telah jadi bisnis yang berkembang pesat, terutama di kota-kota kecil.
Advertisement
Sulitnya Melacak Badan Amal Palsu
Pejabat setempat merasa semakin sulit melacak jumlah badan amal penampung pakaian bekas palsu di banyak bagian negara. Melacak operator dapat memakan waktu, sementara membuktikan aktivitas kriminal sering kali lebih sulit.
Wang Zhenyao, presiden China Philanthropy Research Institute, mengatakan bahwa badan amal penampung pakaian bekas palsu mulai bermunculan dalam jumlah lebih besar, beberapa tahun terakhir. Pasalnya, lebih sedikit orang China membeli pakaian bekas.
"Kegiatan donasi dimulai sejak tahun 1990-an secara rutin. Saat itu, tanpa partisipasi perusahaan swasta atau organisasi sosial, pakaian bekas yang disumbangkan biasanya didaur ulang departemen urusan sipil yang mendirikan pusat donasi di sebuah komunitas," kata Wang pada Red Star News.
Bulan lalu, Kementerian Urusan Sipil China mengeluarkan peringatan yang mengingatkan orang-orang bahwa menjalankan badan amal palsu adalah melanggar hukum dalam upaya menindak praktik tersebut. Namun, belum ada keterangan lebih lanjut tentang penindakan tindakan ilegal yang dimaksud tahun ini.
Limbah Pakaian
Baru-baru ini, beberapa individu dan organisasi tanpa kualifikasi penggalangan dana publik telah mengumpulkan pakaian bekas atas nama "amal" dan "kesejahteraan publik," kata pemberitahuan itu. "Ini melanggar Undang-Undang Amal, membahayakan hak hukum donor, menodai citra sektor amal, dan dilarang."
Tahun lalu, pihak berwenang di Sichuan, China barat, menutup empat badan amal palsu yang menumpulkan donasi pakaian bekas, mendenda mereka sebesar 20Â ribu yuan (Rp43,3 juta). Pada 2020, pejabat di wilayah otonomi Guangxi Zhuang menghapus 172 badan amal pakaian bekas palsu.
Di sisi lain, limbah pakaian merupakan salah satu penyumbang masalah sampah terbesar di dunia. Data di Amerika Serikat saja tahun lalu menyebut 84 persen jenis sampah itu berakhir di TPA dan insinerator karena tidak bisa dikelola dengan baik.
Laporan terpisah dari World Economic Forum, Net Zero Challenge: The Supply Chain Opportunity, yang dikeluarkan pada 2021, memasukkan fesyen sebagai salah satu dari delapan rantai pasok yang bertanggung jawab untuk lebih dari 50 persen emisi global. Industri sendiri menyumbang sekitar lima persen emisi global.
Studi yang dilakukan para peneliti di Universitas LUT Finlandia tahun lalu mencatat bahwa mengurangi jumlah pakaian yang kita miliki merupakan kunci untuk menekan emisi dari fesyen. Meski, hal itu mungkin bukan solusi yang akan dipilih banyak orang.
Advertisement