Inisiatif Baru Berbagi Beban Krisis Sampah Laut di Labuan Bajo, Danau Toba, dan Bali

Kemenparekraf menyebut Indonesia saat ini masih menghadapi krisis sampah, khususnya sampah laut di destinasi wisata bahari.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 29 Mei 2023, 18:01 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2023, 18:01 WIB
Labuan Bajo Kini Punya Sustainable Warehouse yang Bisa Kelola 15 Ton Sampah Plastik per Bulan
Pengumpulan sampah plastik di salah satu pantai di Labuan Bajo. (dok. Danone-Aqua)

Liputan6.com, Jakarta - Fransiskus Xaverius Teguh, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyatakan bahwa Indonesia sampai saat ini masih berada dalam krisis sampah. Padahal, alam, khususnya pantai dan lautan, merupakan atraksi wisata utama yang dijual untuk menarik wisatawan asing ke Indonesia.

"Kita semua sadar bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luasan lautan sebesar 70 persen dari wilayahnya, namun hingga saat ini Indonesia masih berada dalam krisis sampah," kata Frans dalam rilis yang diterima Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Menindaklanjuti Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, Kemenparekraf menerbitkan Permenparekraf Nomor 5/2020 tentang Pengelolaan Sampah Plastik di Destinasi Wisata Bahari. Hal itu juga sesuai amanat Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut.

Ada tiga program turunan dari peraturan tersebut, yakni penyusunan SOP Pengelolaan Sampah Plastik di Destinasi Wisata Bahari; implementasi SOP Pengelolaan Sampah Plastik di Destinasi Wisata Bahari; dan pembentukan unit pengelolaan sampah di enam lokasi, yaitu Danau Toba, Borobudur, Banyuwangi, Bali, Mandalika, dan Labuan Bajo.

"Kemenparekraf sadar bahwa pantai dan lautan merupakan aset terbesar bagi pariwisata Indonesia yang dapat mengundang banyak wisatawan serta mendongkrak nilai devisa pada sektor pariwisata. Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat harus berpartisipasi secara aktif dalam pelestariannya," ujar Frans.

Salah satu pihak yang berminat berkolaborasi adalah Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), organisasi non-profit yang didirikan grup GoTo. Lewat inisiatif Catalyst Changemaker Ecosystem (CCE) gelombang kedua, mereka ingin berpartisipasi membantu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyelesaikan permasalahan sampah melalui penerapan ekonomi sirkular di Bali, Labuan Bajo, dan Danau Toba.

 

Dorong Pertukaran Data

Inisiatif Baru Berbagi Beban Krisis Sampah Laut di Labuan Bajo, Danau Toba, dan Bali
Kesepakatan kerja sama antara YABB dan Kemenparekraf terkait pengelolaan sampah. (dok. YABB)

Menurut Monica, solusi temporer dan upaya yang berjalan sendiri-sendiri dalam pengelolaan masalah sampah tidak akan cukup menghasilkan perubahan jangka panjang. Karena itu, pihaknya akan mendukung program pendampingan pengelolaan sampah setidaknya di tiga destinasi wisata andalan.

"Lewat CCE, kami berkomitmen untuk membantu agenda Pemerintah Indonesia dalam mencapai 30 persen pengurangan dan 70 persen penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, serta penanganan timbulan sampah lautan pada 2025," kata Monica Oudang, Chairperson YABB.

Ia mengatakan pihaknya akan ikut mendukung program pendampingan pengelolaan sampah di tiga destinasi wisata tersebut. YABB dan Kemenparekraf sepakat bekerja sama dalam dalam lingkup pertukaran data dan informasi yang dapat digunakan sebagai acuan pengelolaan sampah di tiga daerah wisata. Selain itu, YABB akan mengimplementasikan inovasi dari kelompok pembawa perubahan terpilih melalui proyek percontohan di Bali, Labuan Bajo, dan Danau Toba.

"Untuk itu, kami terus berupaya untuk merancang inisiatif yang mendukung agenda pemerintah melalui tiga kegiatan utama CCE, yaitu Link Up (bersatu), Sync Up (melebur), dan Scale Up (berkembang)," sambung dia.

Kunci Solusi Jangka Panjang

Sampah Kiriman Kotori Pantai Kedonganan Bali
Untuk nengantisipasi sampah kiriman ke pesisir pantai kawasan Badung, Anak Agung Gede Agung Dalem menerangkan pihaknya sudah meminta warga dan masyarakat di daerah-daerah hulu agar tidak membuang sampah sembarangan dan mengurangi penggunaan benda yang akan menjadi sampah. (SONNY TUMBELAKA/AFP)

YABB berharap dukungan ini dapat memantik dan mempererat kolaborasi berbagai pihak dalam penyelesaian sampah di Indonesia. Monica menyatakan bahwa penyelesaian sampah di Indonesia masih perlu ditingkatkan agar dapat berdampak berkelanjutan dengan skala yang lebih besar dan dalam waktu cepat.

"Kami mengajak seluruh pembuat dampak mulai dari pelaku bisnis, organisasi non-profit, akademisi, pemerintah, dan seluruh masyarakat untuk #BergerakBerdampakBersama dalam menciptakan masa depan yang lestari melalui pengelolaan dan pengurangan sampah di Indonesia," ujar Monica.

Pada pelaksanaannya, YABB akan berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait seperti Badan Otorita Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup Daerah, Dinas Pariwisata Daerah, Dinas Pekerjaan Umum Daerah, Penyedia Jasa Pengelolaan Sampah, dan Pengelola Destinasi Wisata Bahari. 

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah. Timbulan sampah pada 2020 telah mencapai 67,8 juta ton per tahun, dan diperkirakan akan meningkat 5 persen setiap tahunnya, dan 15 persen dari jumlah tersebut merupakan sampah plastik. Menanggapi tantangan ini, pemerintah Indonesia telah meluncurkan sejumlah inisiatif menuju Indonesia Bebas Sampah 2025, namun masih diperlukan aksi nyata dari semua pihak dalam rantai nilai sampah untuk turut mengurangi volume sampah. 

Capaian Pengurangan Sampah Plastik

Tsunami Sampah di Saluran Irigasi Polewali Mandar Jadi Sorotan Media Internasional
Tumpukan sampah di salah satu sungai di Desa Pedungan, Bali. (dok. Instagram @garybencheghib/https://www.instagram.com/p/Co8fdbTPqYC/Dinny Mutiah)

Sampah di laut ASEAN masih jadi persoalan besar. Sejumlah upaya yang dilakukan untuk menekan produksi sampah belum sebanding dengan kecepatan produksi sampah yang dihasilkan. Meski begitu, Direktur Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut (PPKPL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dasrul Chaniago menyebut semua negara anggota ASEAN sudah aktif mengatasi persoalan itu.

Dalam Seri Kedua Workshop Regional ASEAN bertajuk 'Preventing Marine Plastic Pollution for a Stronger Circular Economy in ASEAN' di Bali, Senin, 22 Mei 2023, Dasrul mengklaim upaya pencegahan sampah ke laut oleh negara-negara ASEAN kemajuannya signifikan. Dalam contoh kasus Indonesia, ia menyebut lebih dari 200 ribu ton kebocoran sampah plastik ke laut berhasil dikurangi sejak 2018 hingga 2022.

"Sebagian besar sampah laut berasal dari darat, khususnya kegiatan domestik dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, solusinya mengurangi sampah dari mulai dihasilkan, termasuk mengubah perilaku masyarakat, dan mengurangi kemasan-kemasan yang mengarah ke plastik semua," katanya dalam rilis yang diterima Liputan6.com.

Ia menjelaskan bahwa Indonesia memiliki Rencana Aksi Nasional Sampah Plastik Laut 2017--2025. Meski kemajuannya terlihat, Dasrul meyakini bahwa lebih banyak hal lain yang harus dilakukan secara cepat agar masalah sampah tidak terus menumpuk. Ia mendorong seluruh negara ASEAN untuk terlibat aktif dalam workshop tersebut.

"Dalam merancang, menggali, menyusun langkah-langkah dan intervensi regional untuk memperkuat implementasi Rencana Aksi Regional ASEAN untuk memerangi sampah laut di negara-negara Anggota ASEAN pada 2021 -2025," ujar Dasrul.

 

Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat
Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya