Liputan6.com, Jakarta - Seorang turis Australia bernama Monique mengaku mendapat pengalaman traumatis saat tiba di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali untuk berlibur dengan ibunya. Ia mengklaim diperintahkan membayar denda sebesar 1.500 dolar Australia karena paspornya disebut rusak oleh petugas imigrasi setempat.
Ceritanya pun viral. Satgas Tata Kelola Pariwisata Bali - terdiri dari Kanwil Kemenkumham Bali, Dispar Bali, Imigrasi, Kejaksaan, majelis desa adat, PHDI, dan asosiasi pariwisata - mengaku sudah mendengar kasus denda paspor dan kini mereka sedang menyelidiki pengakuan itu secara mendalam. Terlebih, kasus tersebut dinilai bisa memengaruhi citra Bali di mata wisatawan mancanegara.
"Sekarang lagi penyelidikan mendalam. Semua dilihat, termasuk dengan CCTV yang ada di bandara untuk melihat riilnya, apakah begitulah keadaannya atau ada oknum lain yang melakukan hal itu," kata Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjok Bagus Pemayun di sela The Weekly Brief with Sandi Uno di Jakarta, Selasa, 11 Juli 2023.
Advertisement
Ia mengatakan pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan satgas, terutama pihak Imigrasi dan Kanwil Kemenkumham Bali. "Pariwisata sangat rentan terhadap isu. Komunikasi dan kolaborasi dengan Biro Komunikasi diperlukan agar hal-hal (negatif) bisa diminimalisir dan menjelaskan kondisi di lapangan," ucapnya.
Sebelumnya, laman 7NEWS.com.au melaporkan bahwa turis Australia bernama Monique disuruh menandatangani formulir tambahan berwarna biru saat berada di loket Batik Air di Bandara Tullamarine. Formulir itu diminta untuk selalu ditunjukkan setiap kali ia memperlihatkan paspornya.
"(Formulir itu harus ditunjukan) karena paspor saya sedikit kotor, mengingat usianya sudah tujuh tahun," imbuhnya.
Bermasalah di Bandara I Gusti Ngurah Rai
Monique mengatakan, ia melanjutkan perjalanannya tanpa masalah. Namun begitu mengeluarkan formulir biru di imigrasi Bandara Ngurah Rai Bali, ia mulai mendapati masalah.
"Saya ditanya apakah saya sendirian, dan apakah saya seorang pelancong biasa (yang mana saya bukan masuk kategori itu). Saya kemudian dibawa ke ruang interogasi kecil," akunya. "Para pejabat imigrasi terus masuk dan keluar, menanyai saya selama lebih dari satu jam. Saya histeris dan membatu."
Monique mengaku semakin bingung ketika petugas imigrasi mulai tertawa dan berbicara dalam bahasa Indonesia. Mereka memberinya bahwa karena paspornya rusak, ia melanggar hukum dengan mencoba memasuki negara itu dan harus dideportasi.
"Kemudian, mereka memberi tahu saya bahwa mereka dapat menyelesaikan masalah ini dengan biaya 1.500 dolar (Australia)," katanya. "Paspor saya sebenarnya sudah dicek dan dicap untuk visa masuk. Baru setelah saya menyerahkan formulir biru itu mereka mulai bertanya-tanya."
Tapi, Monique yang baru saja keluar dari pekerjaannya, menolak untuk membayar. Saat itulah para pejabat imigrasi beralih ke ibunya yang berusia 60 tahun. "Mereka mendekati ibu saya yang ketakutan dan meyakinkannya untuk membayar, dan mengatakan jika tidak, saya tidak akan mendapatkan paspor saya kembali," katanya.
Advertisement
Mengaku Trauma
Setelah membayar, pasangan itu dikawal keluar dari bandara tanpa interogasi lebih lanjut. Namun, Monique mengatakan bahwa kejadian itu benar-benar merusak suasana hati untuk liburan yang santai.
"Seluruh waktu liburan dihabiskan untuk melupakan pengalaman ini dan meneliti apakah paspor saya dapat diterima," katanya. "Itu adalah pengalaman yang mengerikan ... sangat traumatis."
Di akhir perjalanan mereka, kedua pelancong berhasil melewati pemeriksaan bandara dengan membawa paspor dan tidak dihentikan atau diinterogasi lebih jauh. Tapi, Monique mengklaim ia telah bertanya pada pejabat keamanan perbatasan di Melbourne, yang mengatakan padanya bahwa mereka yakin kejadian itu kemungkinan besar adalah jebakan.
"Paspor saya tidak pernah jadi masalah yang sebenarnya," katanya. "Itu adalah cara mudah untuk mendapatkan uang dari turis yang tidak berpengalaman. Saya benar-benar tidak mengharapkan ini ... sangat traumatis."
Namun, 7NEWS.com.au tidak dapat memastikan apakah intervensi resmi itu sah atau tidak. Mengenai kerusakan paspor, Departemen Luar Negeri Australia mengatakan pada media itu bahwa "keausan" yang normal seharusnya tidak menjadi masalah.
Bali Pintu Masuk Utama Wisman
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyampaikan bahwa kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia hingga Mei 2023 tercatat sudah mencapai 4,25 juta orang. Ia pun optimistis target kunjungan wisman pada tahun ini yang mencapai 8,5 juta orang bisa tercapai.
Dari angka tersebut, hampir setengahnya, yakni sekitar 45 persen, ternyata disumbang oleh Bandara I Gusti Ngurah Rai, disusul oleh Bandara Soekarno Hatta dan titik masuk lainnya. Angka tersebut dipandang baik karena menunjukkan bahwa wisatawan terdistribusi sesuai rencana.
Wisman yang datang juga dinilai berkualitas. Hal itu dilihat dari lama tinggal dan jumlah uang yang dibelanjakan selama tinggal di Indonesia. "Lama tinggal sudah di atas seminggu, dan spendingnya di atas 1.400 dolar AS per pax. Kita harus jaga, jangan sampai berita-berita buruk, berita-berita negatif yang bisa membatalkan kunjungan wisman harus diantisipasi dan dimitigasi," ucap Sandi.
Tjok Bagus menambahkan bahwa jumlah kunjungan wisman ke Bali pada periode Januari hingga Juni 2023 mencapai 2.390.585 orang. Dari jumlah tersebut, kunjungan yang datang ke Bali masih didominasi wisatawan asal Australia. Posisi kedua hingga kelima berturut-turut diduduki oleh India, Amerika Serikat, Inggris, dan Singapura. Turis China menyusul di nomor 6 dengan angka 105.037 orang per Juni 2023. Menyusul China adalah wisatawan dari Malaysia, Korea Selatan, Jerman, dan Rusia.
Advertisement