Demi Nora Al Matrooshi, NASA Desain Hijab Khusus Astronaut

Nora al-Matrooshi merupakan perempuan Arab pertama yang lulus dari program pelatihan NASA, pekan lalu, dan siap terbang ke luar angkasa.

oleh Asnida Riani diperbarui 15 Mar 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2024, 17:00 WIB
Nora al-Matrooshi
Astronaut asal Uni Emirat Arab (UEA) Nora al-Matrooshi saat konferensi pers di Dubai pada 7 Juli 2021. (GIUSEPPE CACACE/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Adalah Nora al-Matrooshi, perempuan Arab pertama yang lulus dari program pelatihan NASA, pekan lalu, dan siap terbang ke luar angkasa. Ia menjelaskan bahwa badan penerbangan dan antariksa Amerika Serikat itu mengembangkan strategi yang memungkinkannya tetap berhijab saat mengenakan pakaian luar angkasa.

Ansambel itu juga dilengkapi helm putih ikonis NASA, yang secara resmi dikenal sebagai Extravehicular Mobility Unit (EMU). "Saat memakai EMU, Anda mengenakan topi (komunikasi yang dilengkapi mikrofon dan speaker), yang mana ini tentu menutupi rambut Anda," katanya pada AFP, dikutip dari France24, Jumat (15/3/2024).

Tantangannya muncul saat al-Matrooshi melepas hijab sebelum memakai topi komunikasi tersebut. Yang lebih rumit lagi, hanya bahan yang diizinkan secara khusus yang boleh dikenakan di dalam EMU.

“Para insinyur perancang busana itu akhirnya menjahitkan hijab darurat untuk saya, sehingga saya bisa mengenakannya, memakai setelan tersebut, lalu mengenakan topi komunikasi, lalu melepasnya, dan rambut saya tetap tertutup. Jadi, saya benar-benar sangat menghargai mereka melakukan itu untuk saya," kata al-Matrooshi.

Dengan pakaian khusus miliknya, ia mengaku siap melangkah ke luar angkasa bersama rekan-rekan astronautnya. Perempuan berusia 30 tahun itu teringat pelajaran sekolah dasar tentang luar angkasa di mana gurunya menyimulasikan perjalanan ke permukaan bulan, lengkap dengan pakaian antariksa buatan tangan, serta tenda untuk jadi kapal roket dadakan.

"Kami keluar dari tenda, dan kami melihatnya mematikan lampu di ruang kelas kami. Segala sesuatunya ditutupi kain abu-abu, dan ia memberi tahu kami bahwa kami berada di permukaan Bulan,"  si astronaut bercerita.

Lulus Pelatihan

Nora al-Matrooshi
Nora Al Matrooshi (kanan) melambai saat upacara wisuda calon astronaut Artemis NASA di Johnson Space Center di Houston, Texas, AS, pada 5 Maret 2024. (Mark Felix/AFP)

Al-Matrooshi menyambung, "Hari itu terasa istimewa, dan terus melekat di benak saya. Saya ingat berpikir, 'Ini luar biasa. Saya sebenarnya ingin melakukan ini dengan sungguh-sungguh, saya ingin benar-benar sampai ke permukaan Bulan.' Saat itulah semuanya dimulai."

Insinyur mesin yang telah bekerja di industri minyak ini merupakan salah satu dari dua kandidat astronaut yang dipilih Badan Antariksa Uni Emirat Arab (UAESA) pada 2021 untuk mendaftar dalam program pelatihan badan antariksa AS, NASA. Kini, setelah dua tahun kerja keras, termasuk latihan berjalan di luar angkasa, al-Matrooshi, rekannya dari Emirat, Mohammad AlMulla, dan 10 orang lain di kelas pelatihan mereka juga lulus.

Kelompok tersebut, yang dikenal sebagai "The Flies," kini memenuhi syarat untuk misi NASA ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), peluncuran Artemis ke Bulan dan, jika semuanya berjalan lancar, terbang ke Mars. UAESA mengumumkan rencana membangun airlock,  sebuah pintu khusus untuk Gateway, stasiun ruang angkasa yang sedang dikembangkan untuk suatu hari nanti mengorbit Bulan.

"Saya ingin mendorong manusia lebih jauh dari sebelumnya. Saya ingin manusia kembali ke Bulan, saya ingin manusia melampaui Bulan, dan saya ingin jadi bagian dari perjalanan itu," sebut al-Matrooshi.

Membangun Warisan Para Ilmuwan Muslim

Nora al-Matrooshi
Astronaut asal Uni Emirat Arab (UEA) Nora al-Matrooshi saat konferensi pers di Dubai pada 7 Juli 2021. (GIUSEPPE CACACE/AFP)

Meski al-Matrooshi adalah orang pertama yang lulus dari NASA, perempuan Arab lain telah berpartisipasi dalam misi luar angkasa swasta. Dalam daftarnya termasuk peneliti biomedis Saudi Rayyanah Barnawi, yang terbang dengan Axiom Space ke ISS tahun lalu, dan insinyur Mesir-Lebanon Sara Sabry, salah satu kru dalam penerbangan suborbital Blue Origin 2022.

NASA sendiri berencana mengirim manusia ke permukaan Bulan pada 2026 untuk misi Artemis 3. "Saya pikir jadi astronaut itu sulit, apa pun agama atau latar belakang Anda," katanya. "Saya tidak berpikir jadi seorang Muslim membuat segalanya jadi lebih sulit."

"Namun, menjadi seorang Muslim membuat saya sadar akan kontribusi nenek moyang saya, para cendekiawan Muslim dan ilmuwan sebelum saya yang mempelajari bintang-bintang. Saya jadi astronaut untuk membangun warisan dari apa yang mereka mulai ribuan tahun lalu,” tandasnya.

Gerakan inklusif yang merangkul hijab di dunia profesional telah datang lebih sering dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya kisahnya datang dari Zeena Ali, yang tidak hanya dinyatakan lulus sebagai petugas polisi pada 2020, tapi juga jadi orang pertama di Selandia Baru yang mengenakan seragam hijab bagi anggota kepolisian Negeri Kiwi.

 

Seragam Ramah Hijab

Polisi Selandia Baru
Seragam hijab bagi anggota kepolisian Selandia Baru. (dok. Instagram @newzealandpolice/https://www.instagram.com/p/CHhJENPHj5U/)

Melansir NZ Herald, 18 November 2020, saat serangan teror Christchurch terjadi, Ali terinspirasi untuk bergabung dengan polisi guna membantu komunitas Muslim. Menjelang kelulusan, ia turut berkontribusi dalam mendesain pakaian yang berfungsi untuk peran barunya, tanpa mengorbankan cara berbusana sesuai keyakinan.

Ia menjelaskan bahwa proses desain seragam hijab sebenarnya sudah dimulai, bahkan sebelum ia menjalani pendidikan di Police College. Ali akhirnya membantu menguji coba berbagai bahan dan gaya, serta menawarkan rekomendasi, juga perbaikan.

Perubahan lebih lanjut dilakukan sebelum kursus rekrutmen dimulai sehingga ia memiliki perlengkapan yang diperlukan, bahkan punya seragam hijab untuk dipakai dalam acara kelulusan. Ali nantinya akan ditempatkan di daerah Tamaki Makaurau.

"Senang rasanya bisa keluar dan menunjukkan jilbab Kepolisian Selandia Baru sebagai bagian dari seragam saya," katanya. "Saya pikir melihat itu, akan lebih banyak wanita Muslim yang ingin bergabung."

Ali ingat saat memutuskan mengalihkan kariernya dari layanan pelanggan ke penegakan hukum. "Salah satu penjaga keamanan tempat saya bekerja akan bergabung dengan polisi dan ia meminta saya untuk membantunya," katanya.

"Saat saya memulai proses itu, serangan teror Christchurch terjadi dan saat itulah saya menyadari lebih banyak wanita Muslim dibutuhkan di kepolisian, untuk pergi dan mendukung orang-orang dengan hal-hal seperti ini," sambung Ali.

Infografis Brand Modest Fashion Lokal
Infografis Brand Modest Fashion Lokal. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya