Liputan6.com, Jakarta - Singapore Airlines diperkirakan harus memberi kompensasi hingga 170 ribu dolar AS atau setara Rp 2.7 miliar per orang. Nilai tersebut menjadi bentuk bertanggung jawab atas insiden turbulensi pada penerbangan SQ321 yang terjadi pada 21 Mei 2024.
Mengutip dari laman Bloomberg, Sabtu (25/5/2024), jumlah itu dihitung berdasarkan konvensi yang mengatur hak penerbangan dan kompensasi kepada penumpang setelah kecelakaan. Namun, ada kemungkinan terjadinya biaya tanggungan yang lebih besar karena hingga kemarin sebanyak 48 orang masih dirawat di tiga rumah sakit di Bangkok.
Baca Juga
Penumpang yang mengalami cedera tulang belakang dan otak dapat meminta pembayaran sebesar delapan digit, kata seorang pengacara, seiring dengan semakin jelasnya tingkat kerugian yang ditimbulkan setelah penerbangan Singapore Airlines yang mengalami turbulensi ekstrem.
Advertisement
"Pembayaran sebelumnya untuk cedera parah serupa meningkat dan bisa sampai delapan digit,"menurut Peter Neenan, mitra yang berspesialisasi dalam litigasi penerbangan di perusahaan Stewarts yang berbasis di London, dalam sebuah wawancara.
Beberapa lusin orang menderita luka traumatis dan berpotensi mengubah hidup, ungkap dokter pada hari Kamis. Beberapa pasien mengalami kelumpuhan dan 22 pasien dirawat karena cedera tulang belakang dan sumsum tulang belakang.
Enam lainnya dirawat karena trauma tengkorak dan otak. Seorang warga Inggris berusia 73 tahun meninggal karena dugaan serangan jantung. Disebutkan juga bahwa 30 penumpang lainnya mengalami luka-luka dalam kejadian itu.Â
Dikutip dari News.com.au, Kamis, 23 Mei 2024, sebanyak 2 orang warga negara Indonesia berada di antara penumpang dalam penerbangan SQ321. Pesawat sebagian besar mengangkut warga Australia, Inggris, Singapura, hingga Malaysia.Â
Perhitungan Kompensasi Berbeda Tiap Penumpang
Mengutip dari Tim Bisnis Liputan6.com, 23 Mei 2024, penumpang yang terluka dan meninggal dunia akibat turbulensi parah dalam penerbangan Singapore Airlines berhak mendapatkan kompensasi. Namun jumlah yang diterima masing-masing penumpang bisa sangat berbeda, bahkan untuk cedera yang sama, berdasarkan perjanjian internasional, seperti dilansir dari The Straits Times.
Besarnya kerugian sering kali bergantung pada negara tempat kasus tersebut diajukan, dan bagaimana sistem hukum menilai jumlah kompensasi. Pengacara penerbangan mengatakan penumpang asal Inggris dengan tiket pulang pergi yang berasal dari London dapat mengajukan klaim ke pengadilan Inggris.
Sementara penumpang dari negara lain, salah satunya dari Indonesia, akan mengajukan klaim di negara asal. Di Indonesia, aturan mengenai pemberian kompensasi kepada penumpang pesawat yang mengalami kecelakaan dalam perjalanannya dicantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
Aturan tersebut mewajibkan maskapai penerbangan di Indonesia wajib memberikan kompensasi kepada penumpang yang mengalami cedera, kecelakaan, atau kematian selama penerbangan. Dalam Pasal 3 dikatakan, penumpang yang mengalami cedera atau kecelakaan berhak atas kompensasi maksimum sebesar 1.250.000 SDR (Special Drawing Rights) atau sekitar Rp1,77 miliar, tergantung pada tingkat keparahan cedera.
Â
Advertisement
Acuan Peraturan Internasional
Kemudian ada juga Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang mengatur hak-hak penumpang dan tanggung jawab maskapai penerbangan. Dalam Pasal 141 tertulis bahwa, maskapai bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada penumpang yang mengalami cedera atau meninggal dunia selama dalam penerbangan, termasuk akibat turbulensi. Â
Adapun acuan pengaturan secara internasional, pada penumpang pesawat yang terluka akibat turbulensi. Aturan tersebut adalah Konvensi Montreal. Di banyak negara, kompensasi penumpang pesawat diatur oleh Konvensi Montreal 1999.
Konvensi ini mengatur kompensasi untuk cedera pribadi dan kerusakan lainnya yang dialami oleh penumpang selama penerbangan internasional. Dalam konvensi ini, Konvensi Montreal menetapkan batas tanggung jawab maskapai ditetapkan sebesar 128.821 SDR (Special Drawing Rights), kecuali maskapai dapat membuktikan bahwa cedera disebabkan faktor di luar kendali mereka atau bahwa mereka telah mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mencegah cedera.
Di bawah Konvensi Montreal, Singapore Airlines bertanggung jawab atas kecelakaan, termasuk turbulensi, pada penerbangan internasional, terlepas dari apakah maskapai tersebut lalai, menurut pengacara penerbangan AS, dikutip dari the Straits Times. Apabila penumpang mengajukan gugatan, maskapai tidak dapat menggugat ganti rugi sampai sekitar 175 ribu dolar AS atau setara Rp2,7 miliar.Â
Pengaturan Baru Sabuk Pengaman
Singapore Airlines mengambil pendekatan yang lebih hati-hati setelah insiden turbulensi parah yang menimpa penerbangan SQ321. Maskapai asal Singapura tersebut menetapkan aturan baru dalam penerbangannya seperti menangguhkan layanan minuman panas dan berhenti menyajikan makanan saat tanda sabuk pengaman dinyalakan.
Kebijakan ini tidak berlaku bagi anggota kru pesawat yang berkewajiban untuk mengamankan barang dan perlengkapan yang terlepas di kabin pada saat cuaca buruk. Pihak maskapai juga menyampaikan anggota kru akan terus mengingatkan para penumpang agar kembali ke tempat duduknya, memakai sabuk pengaman, serta memantau penumpang yang memerlukan bantuan.
Kesadaran terkait bahaya turbulensi, pilot dan awak kabin akan mendapatkan pelatihan khusus supaya dapat membantu penumpang serta memastikan keselamatan kabin sepanjang penerbangan. Sebelumnya, maskapai menyarankan wisatawan untuk melakukan hal ini dan hanya menginstruksikan mereka untuk duduk dan mengencangkan sabuk pengaman saat cuaca tidak stabil.Â
Â
Advertisement