Liputan6.com, Jakarta - Barista Indonesia, Mikael Jasin baru saja keluar sebagai pemenang ajang World Barista Championship 2024. Kejuaraan itu dilaksanakan pada 1--4 Mei 2024 di Busan, Korea Selatan.
Mikael mengungkapkan bahwa ia menggunakan dua jenis biji kopi asal Amerika Selatan dalam penyajian karyanya, yaitu Aji, biji kopi asal Kolombia, dan Gesha, yang ditanam di Panama. Keduanya, kata dia, selalu dipilih dalam lomba-lomba kejuaraan kopi, terutama Gesha dari Kolombia. Mengapa Mikael tidak memilih biji kopi asli Indonesia sebagai bahan presentasinya?
Baca Juga
"Sudah pernah dan di World Barista Championship itu memang bawa sendiri. Sebagai negara penghasil kopi, kita gak dipaksa sama asosiasi untuk harus pakai biji kopi dari Indonesia karena goal kita sendiri adalah untuk menang kejuaraan ini. Jadi agak berbeda ya, asosiasi ingin barista menang di kejuaraan barista dan petani kopi menang di kejuaraan petani kopi," tutur Mikael dalam acara Plaza Indonesia Next Gen Festival 2024, Senin, 27 Mei 2024.
Advertisement
Mikael yang mewakili Indonesia di ajang ini menjelaskan kedua biji kopi itu punya keunggulan lebih dalam soal presentasi rasa, terutama untuk kegiatan kejuaraan seperti ini. "Secara realistis, kita butuh biji kopi terbaik di dunia untuk menangin kejuaraan ini dan memang paling banyak dipakai dari Panama dan Kolombia," sebut Mikael.
Ia menyatakan kualitas kopi Indonesia sudah layak masuk sebagai salah satu finalis, tapi belum cukup bisa dikatakan sebagai pemenangnya. Pria yang pernah bersekolah di Melbourne dan mendapat pengalaman pertamanya soal dunia barista di sana itu mengatakan bahwa ia memilih Gesha dari Panama karena cita rasanya yang elegan dan cocok untuk disajikan sebagai kopi kejuaraan.
"Kalau kopi Kolombia, memang selalu dipakai di kejuaraan karena pemerintah mereka sudah dorong sejak 40 tahun yang lalu soal industri kopi ini dan tiap lomba pasti setiap finalis semua pakai kopi Kolombia," tambahnya.
Indonesia Bakal Jadi Tuan Rumah Kejuaraan Kopi Dunia 2024
Mikael juga membawa kabar gembira bahwa tahun depan, di 15--17 Mei 2025, Indonesia terpilih jadi tuan rumah untuk salah satu cabang kejuaraan kopi dunia yang digelar oleh Specialty Coffee Association. "Acaranya di Senayan dan kita punya satu tahun untuk mempersiapkan itu," sebut Mikael.
Ia mengatakan bahwa satu dari tujuh kejuaraan yang akan diadakan di JCC Senayan tersebut bukan World Barista Championship, namun cabang lain karena WBC 2025 sudah diumumkan akan diadakan di Milan, Italia. Mikael merasa positif soal hal tersebut melihat perkembangan industri kopi Indonesia yang masih sangat mungkin untuk meningkat ke depannya.
Sebagai pemenang WBC 2024, Mikael merasa bahwa ia bisa menggunakan platformnya tersebut untuk mengadvokasikan isu dalam industri kopi. Ia juga menyampaikan bahwa rantai industri kopi itu tidak terbatas pada petani kopi-barita-konsumen. Ada rantai panjang yang perlu dilewati satu biji kopi untuk akhirnya bisa dinikmati oleh konsumen.
"Industri kopi dari hulu sampai hilir itu luas banget. Saya pribadi lebih suka di supply chain, di kebun kopi, dan di proses pasca-panen," sebutnya.
Advertisement
7 Cabang Kejuaraan Kopi Dunia, Apa Saja?
World Barista Championship adalah satu dari tujuh cabang kejuaraan kopi yang diselenggarakan oleh Specialty Coffee Association. Selain, WBC, ada enam jenis kejuaraan lain yang dilombakan, sesuai dengan kemampuan teknis para penggiat industri kopi yang tersedia.
Dikutip dari laman resmi Specialty Coffee Championship, pertama adalah World Coffee in Good Spirits Championship. Perlombaan ini adalah kejuaraan inovasi resep campuran kopi dan minuman berakohol. Selanjutnya, ada World Brewers Cup sebagai lomba menyeduh dengan tangan atau manual brew. Lomba ini bertujuan mempromosikan pelayanan dalam industri kopi.
Selanjutnya, ada World Cup Tasters Championship. Dalam kejuaraan ini, para coffee taster diuji ketajaman lidah dan penciuman dalam menentukan jenis kopi yang disajikan. Ada juga World Coffee Roasting Championship yang memperlombakan teknik dan hasil sangrai kopi yang nikmat dan wangi.
Dua lagi adalah World Latte Art Championship yang dihadiri para barista berbakat dalam hal latte art dan Cezve/Ibrik Championship yang menitikberatkan pelayanan yang sesuai dengan budaya masing-masing peserta sehingga bisa mendorong pameran kebudayaan kopi dari seluruh dunia.
Beda Kultur Kopi Indonesia dan Australia dan Perkembangan Kopi di Indonesia Saat Ini
Mikael yang menghabiskan waktunya di Melbourne mengatakan ada beberapa perbedaan mendasar dalam hal kebudayaan kopi di dua tempat ini. Meski keduanya adalah kota besar, Indonesia merupakan negara penghasil kopi, berbeda dengan Australia.
"Secara kualitas dan akses, malah di Jakarta lebih tinggi daripada di Melbourne karena kita ini negara produsen. Indonesia sebagai produsen lumayan relax untuk importing requirementsnya jadi exposure Indonesia terhadap kopi itu tinggi. Tapi, secara average, di Melbourne lebih terstandarisasi karena orang dan kafenya lebih sedikit," tutur Mikael.
Meski begitu, ia pun tak mengelak bahwa ada perubahan luar biasa dalam industri kopi Indonesia pascapandemi. Ia merasa bahwa budaya ngopi di coffee shop yang tinggi saat sebelum COVID mulai beralih ke manual brew di rumah saat pandemi. Lalu setelah kita kembali lagi ke keadaan normal, budaya ngopi di coffee shop bergeser ke coffee tasting yang lebih intim.
Mikael menilai ini sebagai perkembangan industri kopi yang positif, ia mengatakan dengan, "Kita melihat apa yang belum ada di industri kopi, bisa kita pinjam dari industri lain yang lebih mature. Ini hal bagus karena inovasinya gak dari dalam industri kopi aja," tutup Mikael.
Advertisement