Liputan6.com, Jakarta - Gunung Keli Lepembusu merupakan gunung yang terletak di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Gunung ini memiliki ketinggian 1,754 mdpl, yang tergolong kurang tinggi.
Mengutip dari laman Gunung Bagging, Rabu (10/7/2024), gunung ini termasuk mudah untuk dijelajahi pendaki dibandingkan dengan gunung lain di Indonesia. Hal ini lantaran terdapat jalur tanah yang bagus di sepanjang punggung bukit hingga ke puncak.
Advertisement
Baca Juga
Masih banyak hal mengenai Gunung Keli Lepembusu selain lokasi maupun ketinggiannya. Berikut enam fakta menarik Gunung Keli Lepembusu yang dirangkum Tim Lifestyle Liputan6.com dari berbagai sumber.
Advertisement
1. Gunung Keli Lepembusu Lebih Tinggi dari Gunung Kelimutu
Keli Lepembusu memang tidak semenarik Kelimutu, namun menyuguhkan pemandangan sekitar yang sangat indah, termasuk melihat kembali ke arah Kelimutu dan Moni. Beberapa meter lebih tinggi dari Gunung Kelimutu di dekatnya, yang terkenal dengan tiga danau kawah dengan warna berbeda dan merupakan salah satu daya tarik wisata utama di Flores.
Anda dapat melihat Keli Lepembusu dari"Titik Inspirasi" di Kelimutu, di mana setiap orang dapat melihat tiga danau berwarna di Gunung Kelimutu. Jika melihat langsung ke utara dari Inspiration Point, Anda dapat melihat menara komunikasi Telkom di ujung punggung bukit panjang yang membentuk sisi lain lembah berisi desa Moni (732 mdpl). Titik di Gunung Keli Lepembusu ini layak untuk disambangi karena panorama indah dari segala penjuru saat di punvaknya.
2. Titik Awal Pendakian
Pendaki dapat mencapai puncak ini dalam waktu kurang dari dua jam perjalanan pulang pergi dengan sepeda motor dari Moni. Anda mungkin akan bertemu dengan beberapa penduduk lokal yang menarik di sepanjang perjalanan.
Pilihan terbaik adalah langsung menuju Keli Lepembusu setelah meninggalkan massa di Kelimutu, atau setelah sarapan sebentar di Moni. Dari titik awal di tanda Telkom (1.270 mdpl) jalan antara Nduaria dan Pembenga, cukup belok jalan dan ikuti terus sampai ke puncak. Jika menggunakan sepeda motor, waktu yang dibutuhkan kurang dari 30 menit dari belokan menuju puncak.
3. Menara Telkom Sebagai Pertanda Puncak
Anda melewati desa kecil Mukureku dalam perjalanan dan pasti akan menimbulkan keheranan bagi penduduk setempat tentang alasan Anda naik sepeda motor ke Menara Telkom. Di puncak, menara Telkom memiliki gerbang, namun jika terkunci, penjaga dari penduduk setempat yang ramah akan membukakan gerbangnya sehingga Anda dapat mengagumi pemandangan di sekitar area.
Advertisement
4. Pemandangan Gunung Rokatenda
Jika Anda menaiki menara air kecil ini, Anda akan disuguhi pemandangan indah ke arah pegunungan Kelimutu, di barat daya puncak Ebulobo dan Inerie serta garis pantai utara Flores. Penjaga itu bahkan mungkin membujuk Anda untuk menaiki menara telekomunikasi besar itu sendiri.
Jika Anda cukup percaya diri dan cuaca cerah, Anda bisa melihat gunung berapi Rokatenda di lepas pantai utara dari tempat peristirahatan pertama di menara. Untuk pulang, Anda cukup kembali dengan cara yang sama.
Karena jalan setapak di punggung bukit cukup jarang di Indonesia, akan menyenangkan untuk berjalan kaki di jalur ini jika Anda tidak ingin menyewa sepeda motor. Menara ini berjarak 7 km dari jalan utama, yang dapat dicapai dengan berjalan kaki dalam waktu 1,5 jam.
Ada beberapa pemandangan indah dari sepanjang punggung bukit melintasi lembah menuju Kelimutu. Untuk itu jangan lewatkan merekam momen Anda ketika berada di sini.
5. Dihuni Masyarakat Adat Mukureku
Mengutip dari laman Brwa, Rabu (10/7/2024), masyarakat Adat Mukureku adalah orang-orang yang termasuk ke dalam suku Lio yang di masa lalu tinggal menyebar di sekitar Gunung Lepembusu. Dulunya masyarakat ini mencari makan dengan berburu babi dan rusa di darat, mencari ikan, udang, dan belut di sungai, mengumpulkan bahan makanan yang ada di hutan, dan bercocok tanam padi Rebo, Dhe’a, dan lainnya dengan cara gilir balik (berpindah).
Diceritakan pada suatu masa terjadilah bencana alam air bah yang menenggelamkan pemukiman lama orang-orang Lio atau yang disebut dalam bahasa lokal yaitu "Mesi Nuka, Tana Lala". Sebagian orang yang menyelamatkan diri ke puncak Gunung Lepembusu dan mendirikan pemukiman lama di wilayah tersebut.
6. Masyarakat Adatnya Kini Pindah
Mereka mengembangkan adat istiadat di bawah naungan Mosalaki dengan beberapa ritual adat yang dilaksanakan sepanjang musim yang kira-kira jatuh di setiap bulan Oktober, Tahun Masehi. Pemukiman tersebut semakin ramai dari waktu ke waktu hingga dirasa semakin padat dan diwarnai banyaknya tantangan alam seperti peristiwa “Liru Lera Mesi Dheso” atau pasang surut air laut.
Mosalaki bersama masyarakat kemudian memutuskan untuk berpindah turun gunung ke wilayah Aeteka yang kemudian berpindah lagi ke arah timur ke wilayah yang dinamakan Gili. Mulai dari Gili, masyarakat adat tersebut berpindah lagi ke sebuah perbukitan yang kemudian dinamakan Mukureku pada masa Belanda.
Advertisement