Taman Nasional Komodo Bakal Tutup Reguler pada 2025, Kemenparekraf Ingatkan Komitmen Wisata Berkelanjutan dan Inklusif

Taman Nasional Komodo sebagai salah satu destinasj wisata unggulan di Indonesia harus melaksankan kebijakan tutup reguler itu demi kebaikan tempat wisata itu sendiri.

oleh Henry diperbarui 23 Jul 2024, 04:24 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2024, 04:02 WIB
Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama Kemenparekraf Nia Niscaya dalam Weekly Press Briefing, Senin, 22 Juli 2024.
Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama Kemenparekraf Nia Niscaya dalam Weekly Press Briefing, Senin, 22 Juli 2024. (Tangkapan Layar Youtube Kemenparekraf)

Liputan6.com, Jakarta - Destinasi wisata Taman Nasional Komodo (TN Komodo) di Labuan Bajo, NTT, rencananya akan ditutup secara reguler pada 2025 di hari-hari tertentu. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengakui Taman Nasional Komodo, sebagai salah satu destinasj wisata unggulan di Indonesia harus melaksankan kebijakan itu demi kebaikan tempat wisata itu sendiri.

"Memang betul Taman Nasional Komodo akan ditutup secara reguler di pertengahan tahun depan," kata Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatf Ahli Utama Kemenparekraf Nia Niscaya dalam jumpa pers The Weekly Brief with Sandi Uno yang digelar secara hybrid di Jakarta, Senin, 22 Juli 2o024.

Nia menilai rencana penutupan itu, dengan mempertimbangkan jumlah wisatawan yang berkunjung, manajemen destinasi serta daya tampung destinasi itu. Rencana tersebut, diakuinya turut menghadirkan tantangan dalam mengedukasi masyarakat soal ekosistem tempat tinggal komodo yang butuh dibenahi.

Rencana penutupan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) ini dinilai memiliki hal positif yaitu menjadi upaya dalam membenahi kawasan destinasi dari aktivitas wisata.

"Kebijakan ini juga sesuai dengan komitmen kita dalam mengelola tempat wisata yaitu pariwisata yang berkelanjutan dan inklusif. Destinasi seperti TN Komodo ini memang perlu dilestarikan dan salah satunya lewat sejumlah pembatasan agar bisa lebih berkelanjutan," tutur Nia Niscaya.

Di sisi lain, penutupan aktivitas wisata di TN Komodo memberi peluang dan efek bagi pelaku wisata untuk menghadirkan atraksi yang berbeda. Hal ini juga berdampak pada pemerintah sehingga dapat menghadirkan diversifikasi produk di luar TN Komodo.

"Di sana kan ada aktivitas snorkling, diving, desa wisata dan ada beberapa pulau yang harus kita siapkan. Jangan lupa rencana penutupan ini juga harus disosialisasikan lebih dulu agar calon pengunjung bisa tahu lebih awal mengenai kebijakan ini," terangnya.

 

TN Komodo Perlu Perawatan Lebih Intensif

Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Satyawan Pudyatmoko di acara Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2024
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Satyawan Pudyatmoko di acara Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2024. (Liputan6.com/Henry)

Diketahui, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) berencana menutup aktivitas pariwisata di TN Komodo, NTT. Adapun rencana tersebut saat ini tengah dimatangkan dan diperkirakan akan direalisasikan pada tahun depan.

"Kami rasa itu kegiatan yang memang harus dijakankan tempat wisata alam, mesti ada masa istirahat atau break, karena selama ini sudah banyak didatangi wisatawan," kata Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Satyawan Pudyatmoko pada Liputan6.com usai pembukaan acara Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2024 di Jakarta, Selasa, 16 Juli 2024.

Taman Nasional Komodo ini termasuk destinasi wisata favorit jadi perlu perawatan yang lebih intensif. Hewan-hewannya perlu istirahat begitu juga dengan lingkungan sekitarnya, jangan hanya diekspos terus tapi juga perlu pemeliharaan dan perbaikan," lanjut Dirjen KSDAE.

Satyawan menambahkan, penutupan kawasan wisata alam idealnya minimal seminggu, bisa juga 10 hari, sebulan atau bahkan lebih. Semuanya bergantung situasi dan kebutuhan dari tempat wisata itu sendiri.

"Kapan tempat wisata alam seperti TN Komodo ini harus ditutup sementara, itu ada kajian dan perhitungannya sendiri. Biasanya dilihat dari berapa jumlah kunjungan dan kondisi tempat itu sendiri. Jadi bukan sekadar tutup dan buka, pasti ada hitung-hitungannya sendiri," jelas Satyawan.

 

AplikasiTaman Nasional Komodo

Banner Infografis Wacana Tiket Terusan Taman Nasional Komodo Senilai Rp 3,75 Juta. (Foto: Dok. Biro Humas Kemenparekraf)
Banner Infografis Wacana Tiket Terusan Taman Nasional Komodo Senilai Rp 3,75 Juta. (Foto: Dok. Biro Humas Kemenparekraf)

Sementara itu, Kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) Hendrikus Rani Siga menegaskan bahwa mengelola tingkat kunjungan wisatawan merupakan bagian dari menjaga keberlanjutan kawasan Taman Nasional Komodo. Untuk itu, BTNK membuat aplikasi SiOra yang memiliki fitur pemesanan tiket ke sejumlah destinasi wisata di kawasan tersebut beserta informasi destinasi.

"Dengan demikian, kita tahu jumlah kunjungan ke berbagai destinasi, sehingga dari jumlah itu akan ada baseline data, lalu akan kami kembangkan lagi aplikasi untuk kontrol. Jika sampai jumlah maksimum wisatawan, maka langsung ditutup," katanya, dikutip dari Antara, Jumat, 19 Juli 2024.

Ia menjelaskan aplikasi SiOra akan diujicobakan pada Agustus 2024. "Lalu pada tahun 2025 kita akan menerapkan aplikasi siOra, sekarang bisa didownload di Play Store dan App Store," ujarnya.

Aplikasi itu bagian dari rencana penerapan sistem tutup buka kawasan Taman Nasional Komodo untuk kepentingan konservasi dan keberlanjutan. Sebelum diimplementasikan, pihak balai menggandeng Pusat Kajian Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM) yang didukung Badan Pengelola Otoritas Labuan Bajo Flores (BPOLBF) untuk mengkaji daya dukung dan daya tampung lingkungan secara ilmiah.

Dampak pada Penyebaran Wisatawan di TN Komodo

Indeks Pariwisata Indonesia Ranking ke-22 Dunia, Kembali Lampaui Malaysia dan Thailand
Ilustrasi destinasi wisata andalan Indonesia, Pulau Padar di Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo. (dok. Biro Komunikasi Publik Kemenparekraf)

Hasil kajian akan menjadi acuan pengelolaan kawasan konservasi tersebut mengingat kunjungan wisata berpotensi meningkat seiring dibukanya penerbangan internasional ke Labuan Bajo mulai September 2024 dan meningkatnya minat wisata alam. Data BTNK mencatat 300.488 wisatawan berkunjung ke Taman Nasional Komodo sepanjang 2023.

"Kami harus juga mempersiapkan diri, salah satunya adalah kajian daya dukung lagi untuk dapat jumlah yang pas," kata Hendrikus.

Di sisi lain, Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan (Disparekrafbud) Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, mendukung wacana penutupan sementara Taman Nasional Komodo oleh BTNK.

"Karena ini bicara soal konservasi, kita mau TNK ini umur panjang atau tidak? Kalau mau kita harus jaga," kata Kepala Disparekrafbud Manggarai Barat Stefan Jemsifori di Labuan Bajo, Selasa, 16 Juli 2024, dikutip dari Antara.

Stefan meyakini sistem tutup buka itu akan berdampak positif pada penyebaran wisatawan ke berbagai destinasi di luar kawasan TNK dan dapat mengurangi tekanan di dalam kawasan TNK karena aktivitas wisata. Menurut dia, destinasi di luar kawasan TNK dinilai tidak kalah menarik sebab menawarkan wisata alam dan bahari yang dapat dijual oleh pelaku pariwisata ke wisatawan nusantara dan mancanegara.

 

Infografis Rencana Pembatasan Jumlah Pengunjung Pulau Komodo. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Rencana Pembatasan Jumlah Pengunjung Pulau Komodo. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya