Apakah Boleh Umat Islam Pakai Sepatu Berbahan Kulit Babi?

Sejumlah produk sepatu berlabel 'pig skin' atau mengandung kulit babi dijual bebas di Indonesia.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 06 Agu 2024, 05:01 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2024, 05:01 WIB
Apakah Boleh Umat Muslim Pakai Sepatu Berbahan Kulit Babi?
Ilustrasi sepatu. (dok. Jaclyn Moy/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Sepatu berbahan kulit babi alias berlabel 'pig skin' dijual bebas di Indonesia. Bahan yang sama juga tak menutup kemungkinan dipakai untuk barang fesyen lainnya, seperti dompet, ikat pinggang, dan tas. Hal itu menimbulkan pro kontra, termasuk di kalangan umat Islam.

Yang pro alias membolehkan menganggap barang fesyen berbahan kulit babi tidak dikonsumsi secara langsung ke dalam tubuh. Tapi, yang kontra alias tidak menggunakan produk berlabel 'pig skin' lantaran meyakini hukumnya najis. Lalu, bagaimana fatwa penggunaan barang tersebut sebenarnya?

Dalam rilis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, beberapa waktu lalu, Laboratory Service Expert of LPPOM MUI Priyo Wahyudi menjelaskan bahwa Islam mengatur kulit hewan dapat dimanfaatkan untuk barang gunaan. Hal ini, salah satunya, telah dibahas dalam Fatwa MUI Nomor 56 Tahun 2014 tentang Penyamakan Kulit Hewan dan Pemanfaatannya.

Fatwa itu menyebutkan bahwa memanfaatkan kulit bangkai hewan yang ma’kul lahm (dagingnya boleh dimakan) maupun yang ghairu ma’kul lahm (dagingnya tidak boleh dimakan) untuk barang gunaan, hukumnya mubah (boleh) setelah disamak. Tapi, hal itu tidak berlaku untuk kulit anjing, babi, dan yang terlahir dari kedua atau salah satunya.

Hal tersebut ditekankan kembali pada Fatwa MUI Nomor 15 Tahun 2021 tentang Standar Sertifikasi Halal Barang Gunaan Berbahan Hewani. Secara spesifik, fatwa ini menjelaskan tata cata penyamakan sesuai syariat Islam, yakni: Jenis hewannya adalah hewan selain babi dan anjing atau yang lahir dari keduanya atau salah satunya;

  1. Menggunakan sarana untuk menghilangkan lendir dan bau anyir yang menempel pada kulit;
  2. Menghilangkan kotoran yang menempel di permukaan kulit; dan
  3. Membilas kulit yang telah dibersihkan untuk mensucikan dari najis.

Kewajiban Sertifikasi Halal Barang Gunaan

Ilustrasi anak babi
Ilustrasi anak babi. (Image by Ilustrasi anak babi on Freepik)

Merujuk fatwa tersebut, Priyo mengatakan, "Standar atau pedoman sertifikasi halal barang gunaan berbahan hewani sudah sangat lengkap dan jelas tertuang di Fatwa MUI yang ada. Dalam dua fatwa tersebut jelas disebutkan bahwa kulit babi atau yang ramai ditandai dengan label ‘pig skin’ hukumnya haram digunakan."

Selain asal muasal hewan, bahan tambahan dan penolong yang digunakan pun tidak boleh mengandung najis, seperti pewarna, bahan kimia, maupun (jika ada) enzim. Tertuang pula secara jelas dalam Fatwa MUI soal kewajiban sertifikasi halal bagi barang gunaan.

Aturan itu tercantum dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal beserta turunannya. Wajib sertifikasi halal diberlakukan bagi produk yang beredar di Indonesia.

Barang Gunaan merupakan salah satu produk wajib bersertifikat halal, yang terbagi menjadi barang gunaan yang dipakai, barang gunaan yang digunakan, dan barang gunaan yang dimanfaatkan. Implementasi wajib sertifikasi halal bagi barang gunaan sedang memasuki masa transisi dan diberlakukan penuh pada 2026. Namun, Priyo mengungkapkan belum banyak produk barang gunaan yang sertifikasi halal.

Cara Mengidentifikasi Produk Berbahan Kulit Babi

Barang
Ilustrasi Tumpukan Sepatu Credit: pexels.com/pixabay

Di sisi lain, Priyo menyatakan bahwa produk kulit dapat diidentifikasi. "Meski agak sulit mendeteksi melalui kasat mata, tapi identifikasi masih memungkinkan untuk dilakukan. Selain memperhatikan label pada produk, konsumen juga dapat memperhatikan pola yang muncul pada permukaan kulit. Untuk kulit babi akan menunjukan pola segitiga dengan tiga titik," jelasnya.

Pihaknya juga memaparkan bahwa pilihan yang paling rasional adalah menguji produk barang gunaan di laboratorium. Melalui pengujian laboratorium, sebuah produk dapat diidentifikasi dan diotentikasi sumber bahan dan produk kulitnya. LPPOM MUI memiliki laboratorium halal yang menyediakan dua metode pengujian.

Pertama, pengujian berbasis molekuler, yaitu uji DNA melalui teknik PCR. Kedua, pengujian mikroskopi, yaitu dengan pengamatan pola pori kulit menggunakan stereo mikroskop. Selain layanan pengujian kulit untuk barang gunaan, Laboratorium LPPOM MUI juga merupakan laboratorium pertama di Indonesia yang terakreditasi KAN untuk pengujian halal dan vegan.

Laboratorium ini telah mengantongi ISO/IEC 17025:2017. Dengan begitu, Anda tidak perlu ragu lagi menguji kehalalan produk di Laboratorium LPPOM MUI. Untuk mengetahui informasi lebih lengkap terkait pengujian dapat diakses pada website https://e-halallab.com.

Kewajiban Sertifikasi Halal bagi UMKM Ditunda hingga 2026

Pentingnya Sertifikasi Halal, Kopi Kenangan Jadi yang Pertama dalam Bisnis Kopi Susu Kekinian
Kopi Kenangan jadi kopi susu kekinian pertama yang dapat sertifikasi halal (Foto: Kopi Kenangan)

Sebelumnya, pemerintah menunda kewajiban sertifikasi halal bagi produk-produk usaha mikro dan kecil dari semula Oktober 2024 menjadi 2026. Hal itu disampaikan Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas soal sertifikasi halal di Istana Kepresidenan, seperti dikutip dari Antara, Rabu, 15 Mei 2024.

"Tadi Presiden memutuskan untuk UMKM makanan, minuman dan yang lain itu pemberlakuannya diundur tidak 2024 tapi 2026. Tentu UMKM tersebut adalah yang mikro penjualannya Rp 1 miliar-Rp 2 miliar (per tahun), kemudian yang kecil yang penjualannya sampai dengan Rp 15 miliar (per tahun)," tutur Airlangga, dikutip dari kanal Bisnis Liputan6.com.

Airlangga menuturkan, kewajiban sertifikasi halal 2026 juga ditetapkan untuk kategori obat tradisional, herbal dan yang lain, produk kimia kosmetik, aksesoris, barang gunaan, rumah tangga, dan berbagai alat kesehatan. Sedangkan untuk usaha kategori menengah dan besar, kewajiban sertifikasi halal tetap Oktober 2024.

Salah satu pertimbangan pengunduran itu karena capaian target sertifikasi halal per tahun baru mencapai 4 juta lebih, dari yang ditargetkan sebanyak 10 juta sertifikasi halal. Adapun untuk produk dari berbagai negara lain akan diberlakukan kewajiban sertifikasi halal setelah negara tersebut menandatangani Mutual Recognation Arrangement (MRA).

"Tadi dilaporkan Menteri Agama, sekarang ada 16 negara sudah melakukan MRA, maka negara yang sudah melakukan MRA itu diberlakukan karena halalnya disertifikasi di negara asal sehingga barangnya bisa masuk," ujar dia.

 

Infografis Prosedur Pengajuan Sertifikat Halal
Infografis Prosedur Pengajuan Sertifikat Halal. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya