Liputan6.com, Jakarta - Nihon Hidankyo, organisasi yang menaungi para korban bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki Jepang, terpilih menjadi peraih hadiah Nobel Perdamaian 2024. Di tengah kegembiraan, seorang anggota dengan segera berderai air mata saat mengingat kepedihan yang diderita anak-anak di Gaza, Palestina, akibat agresi militer Israel yang membabi buta.
Toshiyuki Mimaki menjabat sebagai salah seorang ketua dalam organisasi itu. Penghargaan yang diraih kelompoknya dipandang bisa memberikan dorongan besar untuk menunjukkan bahwa penghapusan senjata nuklir dapat dilakukan. Namun, ia mengakui bahwa banyak negara tampaknya tidak tertarik melihat dunia tanpa senjata mematikan itu.
Baca Juga
"Anda mendengar negara-negara melontarkan ancaman seperti, 'Kami akan menggunakan senjata nuklir kapan saja'," katanya dalam wawancara langsung di NHK beberapa jam setelah hadiah tersebut diumumkan, dikutip dari Japan Today, Minggu, 13 Oktober 2024.
Advertisement
"Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memutuskan bahwa akan ada lima negara yang memiliki senjata nuklir, namun semakin banyak negara yang memilikinya. Gagasan bahwa dunia aman karena ada senjata nuklir, kami sangat menentang hal ini. Tidak mungkin menjaga perdamaian di dunia yang memiliki senjata nuklir," katanya.
Mimaki, yang berusia 3 tahun ketika Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima pada 6 Agustus 1945, menyalahkan pemerintah karena mengobarkan perang padahal warganya mendambakan perdamaian.
"Khususnya di tempat-tempat seperti Israel dan Gaza, anak-anak berlumuran darah dan hidup setiap hari tanpa makanan, sekolah mereka dihancurkan, stasiun dihancurkan, dan jembatan dihancurkan," katanya sambil menahan air mata.
Mengkritik Tajam Politikus Haus Kekuasaan
Menurut Mimaki, situasi yang dihadapi anak-anak di Gaza saat ini tak berbeda dengan yang dihadapi Jepang seusai Perang Dunia II. " Di Gaza, anak-anak yang terluka digendong (oleh orangtuanya). Ini seperti di Jepang 80 tahun lalu," ujarnya.
Mimaki menyatakan orang-orang biasa mendamba perdamaian, tapi politikus terus bersikeras melanjutkan peperangan. "Tapi politikus bersikeras untuk melancarkan perang dengan menyatakan 'Kami tidak akan berhenti sampai kami menang'. Saya rasa hal ini juga berlaku bagi Rusia dan Israel, dan saya selalu bertanya-tanya apakah kekuatan PBB tidak mampu menghentikannya," ucapnya.
Presiden Vladimir Putin telah berulang kali memperingatkan Barat mengenai potensi konsekuensi nuklir sejak Rusia melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina pada 2022. Sementara, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terus-menerus menggunakan dalih 'melenyapkan Hamas' untuk menjaga keamanan warganya dengan melakukan genosida warga Gaza.
Pada Jumat, 27 September 2024, ia bersumpah untuk terus memerangi Hizbullah di Lebanon dan mengalahkan Hamas di Jalur Gaza hingga mencapai 'kemenangan total'. "Israel memiliki hak penuh untuk menghilangkan ancaman ini dan mengembalikan warga negara kami ke rumah mereka dengan selamat. Dan itulah yang sedang kami lakukan," kata Netanyahu di mimbar Sidang ke-79 Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat (AS), seperti dilansir kantor berita AP, Sabtu, 28 September 2024.
Advertisement
Israel Tak Terima Disalahkan dalam Perang di Gaza
Bukannya merefleksi diri, Israel tak terima dengan kritik tajam para penyintas bom nuklir Hiroshima dan Nagasaki. Duta Besar Israel untuk Jepang Gilad Cohen mengkritik balik pemimpin Nihon Hidankyo pada Minggu, 13 Oktober 2024, yang menyamakan pengalaman mereka dengan anak-anak di Gaza.
Lewat platform X, dulunya Twitter, Cohen memulai kritik dengan mengucapkan selamat atas hadiah Nobel Perdamaian yang diterima Nihon Hidankyo terkait upaya mereka mewujudkan perdamaian dan keadilan. Selanjutnya, ia mengkritik Toshiyuki Mimaki dengan menyebut pernyataannya 'keterlaluan dan tak berdasar'.
"Gaza dipimpin oleh Hamas, organisasi teroris pembunuh yang melakukan kejahatan perang ganda: menargetkan warga sipil Israel, termasuk perempuan dan anak-anak, sambil menggunakan rakyatnya sendiri sebagai tameng manusia," tulisnya di X.
Ia kembali menekankan bahwa Hamas lah yang berbuat kejahatan melawan kemanusiaan dengan menyerang mereka pada 7 Oktober 2024. Serangan itu diklaim menewaskan 1.200 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, serta 251 orang diculik ke Gaza. "Perbandingan seperti itu memutarbalikkan sejarah dan tidak menghormati para korban," imbuhnya.
Hingga berita diturunkan, perwakilan Nihon Hidankyo cabang Hiroshima tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar mengenai unggahan Cohen.
Nagasaki Tak Undang Israel dalam Peringatan Pemboman 2024
Melansir Japan Today, sekitar 140.000 orang tewas ketika Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima pada 6 Agustus 1945, dan 74.000 lainnya tewas di Nagasaki tiga hari kemudian. Orang-orang yang selamat dari ledakan tersebut kemudian membentuk Nihon Hidankyo pada 1956 yang dipicu oleh pengujian bom hidrogen oleh Amerika Serikat di Samudera Pasifik pada 1954.
Bertahun-tahun, mereka menceritakan kisah-kisah bom atom tersebut seraya mendesak dunia tanpa senjata nuklir. Pada tahun ini, Nagasaki memutuskan untuk tidak mengundang Dubes Israel tersebut dalam peringatan 79 tahun pemboman wilayah itu oleh Sekutu.
Pemerintah daerah setempat beralasan faktor keamanan saat menolak mengundang Cohen. Keputusan tersebut mendorong para duta besar Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa, untuk melewatkan upacara tersebut dan sebagai gantinya mengirimkan pejabat tingkat rendah.
Serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 mengakibatkan kematian 1.206 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan berdasarkan angka resmi Israel. Namun, jumlah warga sipil Gaza yang tewas akibat agresi militer Israel mencapai 42.175 orang dan terus bertambah, dengan 97.303 orang terluka menurut data Kementerian Kesehatan di Gaza. PBB mengakui angka-angka ini dapat diandalkan.
Advertisement