Pertanyaan Minta Diulang, Tim Pakar: Kalau Jadi Hakim Harus Fokus

Tim Pakar menyatakan tak boleh ada pernyataan khilaf yang keluar dari mulut seorang hakim konstitusi.

oleh Andi Muttya Keteng diperbarui 03 Mar 2014, 22:57 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2014, 22:57 WIB
Uji Calon Hakim MK (Liputan6 TV)
(Liputan6 TV)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Lauddin Marsuni yang masuk dalam tim pakar uji kelayakan calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Komisi II DPR mengritik tajam kepada salah satu calon hakim MK, Ni'matul Huda.

Hal itu bermula ketika Lauddin mempertanyakan Undang-undang Dasar yang tercantum dalam makalah Ni'matul. Pasalnya, tidak tertulis 'Negara Republik Indonesia Tahun 1945' di belakang 'Undang-undang Dasar' tersebut.

"UU Dasar yang ditulis di makalah 3 lembar itu, maksudnya sesudah apa sebelum amandemen?" tanyanya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/3/2014).

"Sesudah amandemen. Maaf saya khilaf," jawab Ni'matul.

Mendengar jawaban Dosen UII Yogyakarta itu, Lauddin dengan tegas mengatakan bahwa tidak boleh ada pernyataan khilaf yang keluar dari mulut seorang hakim konstitusi. Ia pun mengaku kecewa.

"Kekhilafan tidak boleh ada di hakim konstitusi. Sepele tapi ini persoalan. Saya kecewa. Anak semester 1 harus hafal di luar kepala. Ini sepele tapi fatal," tegasnya.

Kemudian, ketika Lauddin memberikan pertanyaan selanjutnya mengenai perundang-undangan, Ni'matul tiba-tiba meminta penjelasan ulang.

"Maaf. Bisa diulang lagi?" sela Ni'matul.

"Diulang? Kalau jadi hakim, bagaimana? Saya yang cepet ngomong atau Anda tidak perhatikan? Kalau jadi hakim harus fokus! tandas Lauddin.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya