Liputan6.com, Jakarta Oleh: Elin Yunita Kristanti, Rizki Gunawan
Ini gambaran Bumi pada 2154: sesak, padat, rusak, gersang, compang-camping. Debu melapisi permukaan segala hal termasuk dedaunan di pohon yang tak leluasa tumbuh di antara belantara beton kumuh yang menjulang tinggi. Polusi sedemikian parah mencekik jalan napas manusia yang hidup di dalamnya, penyakit pun merajalela. Gajah, gorila, dan jerapah tinggal cerita masa lalu. Punah.
Baca Juga
Tak ada kelas menengah saat itu. Takdir manusia dipisahkan dua dunia: Bumi suram yang dikendalikan robot atau ‘surga’ berbentuk roda dengan simbol bintang di tengahnya. Yang berkilau terang di langit malam, jaraknya sedikit lebih dekat dari Bulan.
Advertisement
Nirwana itu adalah satelit buatan manusia, hanya orang-orang kaya yang bisa tinggal di dalamnya dengan nyaman. Rumah-rumah besar, alam yang indah, pepohonan, udara bersih, robot-robot pelayan yang siap melaksanakan titah. Orang di dalamnya tak pernah sakit dan menua. Setiap penyakit dapat disembuhkan seketika.
“Aku akan membawamu ke sana. Aku janji,” kata Max kecil, pada sahabatnya, Frey. Keduanya adalah penduduk Bumi, kaum proletar. Kelak ikrar tersebut menuntut nyawa. Kisah itu digambarkan dalam film Esylum yang dirilis pada 2013 lalu -- satu lagi ramalan suram Bumi.
Benarkah hal buruk akan menimpa planet kita di masa depan?
Setidaknya itu yang diyakini astrofisikawan tenar, Stephen Hawking. Dalam sebuah wawancara dengan situs Big Think, ia mengatakan manusia dalam bahaya besar. Ancaman terhadap eksistensi manusia, seperti perang, penurunan sumber daya alam, dan overpopulasi berarti meningkatkan risiko hidup di Bumi berkali lipat.
“Sangat sulit untuk menghindar dari bencana dalam beberapa ratus tahun mendatang, apalagi dalam ribuan atau jutaan tahun ke depan,” kata Hawking. “Satu-satunya agar manusia bisa bertahan dalam jangka waktu lama adalah untuk tidak tergantung pada Bumi. Manusia harus pindah, menyebar di luar angkasa.”
Namun, waspada! Dalam seri Discovery Channel, Hawking memperingatkan manusia untuk berhati-hati dalam melakukan kontak dengan bentuk kehidupan asing. Para alien itu mungkin tak ramah.
Kekhawatiran Hawking soal Bumi bukan tanpa dasar. Fakta menunjukkan, Berdasarkan penanggalan radiometrik meteorit, usia Bumi lebih dari 4,54 miliar tahun. Sudah tua. Sampai kapan ia layak dihuni?
Studi yang dilakukan University of East Anglia, Inggris, pada 2013 lalu memperkirakan, Bumi masih mampu menopang kehidupan setidaknya selama 1,75 miliar tahun mendatang. Tapi ada syaratnya, selama bencana dahsyat akibat nuklir, tubrukan asteroid raksasa, dan malapetaka lain tak terjadi.
Namun, bahkan tanpa skrenario kiamat sedramatis itu, kekuatan astronomi akan memaksa Bumi tak lagi bisa dihuni. Suatu masa antara 1,75 miliar hingga 3,25 tahun lagi, Bumi akan keluar dari zona layak huni (habitable) dalam Tata Surya ke ‘zona panas’.
Saat masuk ke zona panas, Bumi akan mendekat ke Matahari, membuat lautan kering kerontang. Dan tentu saja, kondisi kehidupan, termasuk manusia, tak bakal mampu bertahan.
Jika manusia terpaksa pindah, ke mana? Kalau tak mampu membuat koloni di orbit rendah Bumi seperti Esylum, Mars mungkin pilihan terbaik, meski misi rover yang dikirim, termasuk Curiosity belum menemukan tanda-tanda kehidupan di sana. Planet Merah masih terlalu tandus untuk dihuni manusia. Venus pun tak bisa ditinggali karena terletak terlalu dekat dengan Matahari dan terlalu panas.
Setidaknya ada tiga syarat utama sehingga sebuah planet bisa dibilang layak huni, yakni harus adanya sumber panas, air, dan kehidupan organik. Selain Mars dan Venus, di tata surya kita, ada beberapa kandidat lain yakni satelit Yupiter -- Europa serta satelit Saturnus -- Enceladus dan Titan. Namun sejauh ini kepastian belum didapat.
Sejak Dr Alexander Wolszczan, astronom radio di Pennsylvania State University menemukan ‘bukti tak terbantahkan’ tentang sistem planet ekstrasolar atau eksoplanet pada 1994, para ilmuwan mulai mencari tanda-tanda kehidupan di luar tata surya. Mencari ’planet alien’.
Bumi 2.0
Pertengahan April 2014, sebuah pengumuman penting disampaikan para astronom. Ditemukan eksoplanet atau planet di luar tata surya seukuran Bumi yang berada di zona layak huni bintangnya! Namanya Kepler-186f.
Ia kali pertama diketahui keberadaannya oleh teleskop luar angkasa Kepler milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Kepler-186f diketahui mengorbit bintang merah yang bersinar redup, yang jaraknya 490 tahun cahaya dari Bumi: Kepler-186.
Para ilmuwan menduga, Kepler-186f -- yang terluar dari 5 planet yang mengorbit bintang Kepler-186 dalam jarak 52,4 kilometer secara teoritis berada dalam zona habitasi bintang merah kerdil itu.
Sementara, orbit Bumi dari Matahari berjarak rata-rata 150 juta kilometer. Namun, Matahari lebih besar dan terang dari bintang Kepler-186. Itu mengapa zona layak huni Matahari lebih jauh.
Jari-jari Kepler-186f diperkirakan sekitar 1,1 kali jari-jari Bumi. Itu berarti ukurannya sedikit lebih besar dari planet manusia. Mungkin berbatu seperti Bumi. Namun, para ilmuwan belum bisa memastikan, apa elemen yang membentuk atmosfer planet tersebut -- kunci yang dapat membantu menguak apakah planet ini bisa dihuni makhluk hidup.
Para astronom sejauh ini telah mengkonfirmasi keberadaan hampir 1.000 planet di luar tata surya. Namun, sebagian besar eksoplanet terkonfirmasi sebagai planet gas raksasa seperti Jupiter tanpa permukaan padat, atmosfer beracun, dan terlalu panas atau terlalu dingin untuk zat cair dan apalagi kehidupan. Jadi Kepler-186f adalah temuan istimewa.
“Ini (Kepler-186f ) planet definitif pertama seukuran Bumi yang ditemukan di zona layak huni di sekitar bintang lain,” kata Elisa Quintana dari SETI Institute di NASA Ames Research Centre di Moffett Field, California, dan penulis utama penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science.
Penting untuk mencari planet yang ukurannya serupa dengan Bumi. “Apa yang kita pelajari, dalam beberapa tahun terakhir, adalah ada transisi pasti yang terjadi sekitar 1,5 kali jari-jari bumi,” kata Quintana dalam sebuah pernyataan. “Jika sebuah planet memiliki jari-jari 1,5 sampai 2 kali jari-jari Bumi, ia menjadi cukup besar untuk mulai menumpuk hidrogen sangat tebal dan memiliki atmosfer helium -- sehingga menyerupai gumpalan gas raksasa.”
Kepler-186f sesuai dengan deskripsi dari sebuah planet berbatu dengan atmosfer jinak yang terletak dalam zona ramah atau Goldilocks -- yang tidak terlalu panas atau terlalu dingin bagi kehidupan. “Yang paling mendekati Bumi 2.0,” kata para astronom.
Benarkah kita telah menemukan Bumi 2.0 alias Bumi kedua? Tunggu dulu!
“Berada di zona layak huni tidak berarti kita tahu planet ini memang layak huni,” kata Thomas Barclay, ilmuwan riset di Bay Area Environmental Research Institute, NASA. “Suhu di planet tersebut sangat tergantung pada jenis atmosfer yang dimilikinya.”
Menurutnya, terlalu prematur untuk menyebutnya mirip dengan Bumi. “Kepler-186f lebih mirip ‘sepupu Bumi’ daripada ‘kembaran Bumi’.”
Pencarian Bumi kedua di luar tata surya mungkin tak terkait tujuan menemukan koloni manusia, jaraknya terlalu jauh. Mustahil kita berpindah di sana dengan teknologi yang dimiliki saat ini. Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Thomas Djamaluddin, berpendapat ada rasa ingin tahu besar manusia yang membutuhkan jawaban. "Itu dari segi keingintahuan ilmiah bahwa (apakah benar) Bumi bukan planet (satu-satunya) yang ada penghuninya. Keingintahuan mendorong para peneliti mencari planet lain yang dari segi temperatur mirip."
Sinyal Kepunahan Manusia?
Temuan Kepler-186f di konstelasi Cygnus memang kabar mengembirakan. Tapi, sebaliknya, dianggap meningkatkan posibilitas kepunahan manusia dalam jangka pendek. Itu sesuai dengan konsep yang disebut Great Filter.
Great Filter adalah argumen yang berusaha menyelesaikan Paradoks Fermi (Fermi Paradox) -- kontradiksi yang nyata antara tingginya kemungkinan adanya peradaban ekstraterrestrial dengan ketiadaan bukti atau kontak dengan mereka.
Padahal, ukuran dan umur alam semesta menunjukkan bahwa seharusnya ada banyak peradaban berteknologi maju di luar planet manusia. Namun, hipotesis ini tampaknya tidak konsisten dengan kurangnya bukti pengamatan untuk mendukungnya. Pernyataan mendasarnya adalah: di mana (alien) berada?
Fisikawan Enrico Fermi meyakini, adalah hal luar biasa mengapa tak pernah ada sinyal ekstraterresterial atau teknologi alien yang terdeteksi.
Maka ia berpikir, pastilah ada semacam penghalang yang mencegah munculnya kehidupan makhluk cerdas (semacam manusia), yang memiliki teknologi tinggi, dan berpeluang menjajah peradaban lain di angkasa. Kita bisa mengumpamakan penghalang itu sebagai 'Great Filter'.
Namun, apa sebenarnya yang jadi Great Filter alias hambatan itu telah menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan 50 tahun lamanya. Ada yang menduga, itu karena terbatasnya jumlah planet mirip Bumi atau tidak adanya kemampuan mereplika molekul atau tak mampu melakukan lompatan dari sel prokariotik -- sel yang tidak memiliki selaput inti -- menjadi sel eukariotik yang lebih kompleks. Di Bumi proses itu makan waktu miliaran tahun.
Sementara, para pendukung hipotesis 'Rare Earth' berpendapat bahwa evolusi kehidupan yang kompleks memerlukan kondisi sempurna. Seperti misalnya yang terjadi pada Bumi. Planet manusia berada di zona habitasi Matahari -- bintang yang cukup jauh dari pusat galaksi untuk menghindari radiasi yang merusak, atmosfer cukup tebal untuk membakar asteroid yang masuk Bumi, dan Bulan luar biasa besar yang menstabilkan kemiringan sumbu -- yang memberi kita musim yang berbeda.
Great Filter diyakini mencegah munculnya peradaban antar-bintang. Masalahnya kita tak tahu apakah itu masa lalu atau masa depan manusia.
Selama 200 ribu tahun, spesies manusia selamat dari malapetaka letusan supervolkano, tabrakan asteroid, dan pandemi penyakit. Namun, rekam jejak kita sebagai penyintas (survivor) bisa jadi terbatas hanya dalam beberapa dekade. Faktor pemicunya perang nuklir, misalnya. Atau sebab lain seperti bioteknologi yang berpotensi bencana. Sejumlah ilmuwan termasuk Stephen Hawking, Max Tegmark, Stuart Russell, dan Cambridge Centre mengkhawatirkan eksistensi mesin super cerdas yang bisa jadi menyingkirkan supremasi manusia di planet ini.
Awalnya, Fermi Paradox berasumsi bahwa planet-planet mirip Bumi adalah langka. Namun, fakta membuktikan, sejumlah temuan astronomi telah mengungkapkan adanya ratusan eksoplanet. Hambatan dari sisi jumlah hilang. Jadi Great Filter mungkin bersembunyi di jalur antara planet layak huni dan peradaban yang sedang berkembang .
Jika Kepler-186f ternyata penuh dengan kehidupan cerdas, maka itu akan menjadi berita yang sangat buruk bagi umat manusia. Itu akan mendorong posisi Great Filter ke dalam tahap teknologi perkembangan peradaban. Bencana bisa saja menanti, bagi Bumi atau rekan ekstraterresterial di mana kehidupan alien berada.
Menurut teori Great Filter, menemukan makhluk di planet lain dalam tata surya akan menunjukkan bahwa munculnya kehidupan bukanlah hal langka. Jika ada dua kehidupan dalam tata surya, maka itu bisa terjadi jutaan di seluruh galaksi. Artinya, Great Filter tidak terjadi dalam kehidupan awal di sebuah planet. Ia mungkin akan datang belakangan.
Jika Great Filter ada di masa depan, untuk kasus Bumi, itu berarti beberapa peristiwa besar yang menanti manusia suatu ketika -- seperti kepunahan -- yang akan mencegah manusia menjelajah ke bagian lain dari galaksi.
"Jadi, berharap saja Kepler-186f kering kerontang dan tak ada kehidupan," kata Andrew Snyder-Beattie dari University of Oxford, seperti Liputan6.com kutip dari SPACE.com.
Dalam kasus Kepler-186f, makhluk cerdas mungkin tak ada di sana. Atmosfernya mungkin terlalu tipis untuk mencegah pembekuan, atau tak ada pasang surut di sana sehingga lingkungannya relatif statis. Bahwa ia kemungkinan tak bisa menopang kehidupan harus dirayakan. Untung saja! Seperti yang pernah diungkap filsuf Nick Bostrom:
"Kesunyian langit malam adalah emas...dalam pencarian kehidupan di luar Bumi, tidak ada berita berarti kabar bagus. Karena itu menjanjikan potensi masa depan bagi umat manusia…"
Dunia Ewok
Tak hanya mencari kehidupan di eksoplanet. Fiksi ilmiah Star Wars ternyata memberi petunjuk penting soal itu. Film yang dirilis kali pertama pada 25 Mei 1977 mengisahkan alien berbulu yang jadi favorit penonton: Ewok -- mamalia berkaki dua mirip Teddy bear, yang tinggal di hutan di bulan bernama Endor.
Dalam istilah ilmiah, dunia yang jadi rumah Ewok disebut sebagai exomoon atau bulan luar surya yang mengorbit sebuah planet eksoplanet -- planet yang mengorbit sebuah bintang lain selain matahari kita.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa exomoon juga bisa menyediakan lingkungan yang layak huni. Meskipun belum menemukannya, kita memiliki alasan untuk percaya bahwa jumlahnya sangat banyak, lebih banyak dari eksoplanet.
Banyak eksoplanet ditemukan dalam 20 tahun terakhir, yang ukurannya besar mirip Yupiter. Karena ukurannya itu mereka gampang terdeteksi. Meski berada zona habitasi, planet sebesar itu tak mungkin punya zat cair -- salah satu syarat penting kehidupan.
Namun, seperti halnya Yupiter, planet di luar tata surya mungkin punya bulan yang bisa dihuni. Bahkan, satelit Yupiter, Europa diduga memiliki zat cair terkubur di bawah kerak es. Sementara, Enceladus, satelit Saturnus dipastikan memiliki air yang tersembunyi.
Penelitian terbaru oleh Duncan Forgan dan Vergil Yotov dari University of Edinburgh menyoroti berbagai faktor yang dapat membuat exomoon lebih atau kurang layak huni. Salah satunya soal iklim. Secara teoritis para peneliti mengklasifikasikan ‘benjolan’ exomoon sebagai: ‘bisa dihuni’, ‘panas’, ‘bola salju’, atau ‘hanya bisa buat transit’.
“Ini pasti hanya masalah waktu sebelum exomoon pertama ditemukan dan probabilitas untuk menemukan satu, di zona habitasi bintang, cukup tinggi. Kita mungkin tidak menemukan Ewok, tapi exomoon yang menawarkan prospek untuk menopang kehidupan asing, mungkin dijumpai,” kata Andrew Norton seperti dimuat SPACE.com, 26 April 2014.
NASA: Masa Depan Ada di Kedalaman Angkasa Luar
Pada Kamis 15 April 2010, sebuah ikrar diucap Presiden Amerika Serikat Barack Obama: manusia segera mengirim astronot ke asteroid dan Mars.
“Saya berharap dapat menyaksikan mimpi itu terwujud,” kata Obama, di pangkalan pesawat luar angkasa, Kennedy Space Center -- di mana manusia pertama ke Bulan diberangkatkan.
Perjalanan ke asteroid adalah perintis, sebelum mewujudkan mimpi besar -- ekspedisi ke Planet Merah, Mars, yang akan jadi prestasi kolosal yang dicatat sejarah. Sama halnya ketika mengirimkan manusia pertama ke Bulan. “Kita menginginkan lompatan di masa depan. Tidak menapak terus di jalan yang sama” kata Obama.
Obama tak memprediksi kapan mimpi itu bisa terwujud. Tapi, kata dia, pada 2025, AS akan memiliki pesawat luar angkasa baru yang dirancang untuk perjalanan jarak jauh.
Apa yang diucapkan Obama mirip deklarasi Presiden John F Kennedy pada 1961. “Saya percaya bangsa ini akan mewujudkan mimpi, sebelum dekade ini berakhir, mendaratkan manusia ke Bulan dan kembali dengan selamat ke Bumi,” kata Kennedy saat itu.
Pada tahun 1969, mimpi itu terwujud.
Senada dengan mimpi Obama, Kepala NASA, Charles Bolden, menegaskan masa depan eksplorasi ruang angkasa manusia AS adalah di belantara angkasa luar. Ini saatnya kita lepas dari ideologi era-Apollo. Harus ada tujuan yang lebih jauh ketimbang Stasiun Luar Angkasa Internasional atau Bulan.
Salah satu rencana besar NASA adalah menangkap sebuah asteroid dengan robot satelit dan menariknya ke dekat Bulan sehingga astronot dapat menjelajahi batu angkasa itu. Misi tersebut ditargetkan pada 2025. Mars akan menjadi target berikutnya, pada 2030.
"Masa depan manusia ada di ke kedalaman angkasa luar. Ke Mars, untuk mencari jawaban, bagaimana kita bisa melindungi planet ini dari asteroid dan ancaman lain," kata Bolden seperti dimuat SPACE.com, 25 April 2014.
Namun untuk tujuan itu, diperlukan lebih dari sekedar roket dan pesawat ruang angkasa. “Kita harus memiliki infrastruktur di orbit rendah Bumi." Semacam tempat transit.
Kembali ke fakta bahwa alam semesta tak terbatas dan terbatasnya pengetahuan manusia tak ada salahnya kita mengingat apa yang pernah disampaikan Begawan Astronomi, Carl Sagan.
"Sikap kita, keistimewaan kita yang semu, khayalan bahwa kita memiliki tempat penting di alam semesta ini, tidak berarti apapun di hadapan setitik cahaya redup ini. Planet kita hanyalah sebutir debu yang kesepian di alam yang besar dan gelap. Dalam kebingungan kita, di tengah luasnya jagat raya ini, tiada tanda bahwa pertolongan akan datang dari tempat lain untuk menyelamatkan kita dari diri kita sendiri."
Bersambung ke halaman 2: Menanti UFO dari Angkasa Luar
[Lihat Info Grafis Pencarian Planet Alien di Tautan Ini]
Menanti UFO dari Angkasa Luar
Menanti UFO dari Angkasa Luar
Oleh: Rizki Gunawan, Elin Yunita Kristanti
Siang itu, 11 April 2014 Georgina Heap baru saja selesai bermain tenis bersama sang ibu di kawasan Leamington Spa, Inggris. Tiba-tiba gadis berusia 16 tahun itu melihat penampakan tak biasa. Ia bukan saksi tunggal.
Ada lingkaran mirip cincin raksasa berwarna hitam melayang di udara, di atas pohon. Ketika itu pula, si gadis mengambil iPhone daru sakunya dan mengabadikan kehadiran objek bergerak tersebut dalam bentuk video.
“Ini hal paling aneh yang pernah aku lihat. Aku lihat benda itu mengambang seperti awan. Dan aku pastikan tak ada burung di sana,” ujar remaja tersebut kepada Daily Star. Meski tak berbentuk piring terbang, banyak yang mengaitkan penampakan itu dengan UFO (unidentified flying object).
Mantan agen khusus FBI Ben Hansen menilai apa yang terlihat di video milik Georgina itu benar, bukan tipuan. “Cincin hitam itu bukan gerombolan burung atau serangga. Juga bukan fenomena cuaca. Aku yakin video gadis itu benar-benar nyata adanya,” ujar pembawa acara "Fact or Faked: Paranormal Files" itu.
Pakar yang kerap mengamati UFO, Nick Pope, menilai penampakan yang dilihat Georgina memang aneh. Jika itu hanya asap biasa, kenapa tidak ada kebakaran di sekitarnya. Badan Meteorologi juga mengonfirmasi, fenomena itu tak ada kaitan dengan cuaca.
“Kemungkinan lain adalah itu terbentuk terdiri dari jutaan lebah atau serangga lain, tapi aku belum pernah mendengar serangga berperilaku dengan cara ini sebelumnya. Ini seperti X-File dalam kehidupan nyata,” ujarnya kepada Huffington Post.
Fenomena ekstraterresterial mencapai puncaknya pada Abad ke-20. Salah satunya yang terjadi di Roswell, New Mexico, pada 1947. Kala itu, di tengah badai besar, ditemukan sebuah piring terbang jatuh. Juga tiga mayat, makhluk mirip manusia yang pendek dan memakai pakaian metalik.
Kabar itu menjadi perdebatan dan memicu teori konspirasi yang jumlahnya tak terhingga. Para pecinta fiksi ilmiah meyakini, itu adalah pesawat alien.
Pemerintah Amerika Serikat dituduh berusaha menutup-nutupi dengan mengatakan itu adalah kejadian kecelakaan balon cuaca, lalu menyimpan bukti kedatangan alien itu di sebuah tempat rahasia yang tenar dengan sebutan Area 51. Insiden Roswell menjadi inspirasi film, buku, dan dokumenter tentang alien pada 1970-an.
Saat menjabat sebagai orang nomor 1 AS, Bill Clinton bahkan pernah memerintahkan penyelidikan dugaan adanya alien yang ditahan di Area 51 -- instalasi Angkatan Udara AS di Nevada -- pada 1993. “Untuk memastikan apakah ada alien di sana," jelas Clinton, seperti dimuat Al Arabiya, 4 April 2014. “Hasilnya, tak ada."
Meski penyelidikan terhadap alien dan UFO itu tak membuahkan hasil, Clinton tak menampik kemungkinan adanya makhluk ekstrateresterial. Terlebih, menurut dia, manusia menemukan lebih dari 20 planet serupa Bumi di luar tata surya dalam 2 tahun terakhir.
“Penemuan itu memperkecil kemungkinan bahwa kita sendirian di alam semesta ini. Jika suatu hari, kita didatangi mereka (alien), saya tak akan terkejut,” ujar Clinton, seperti dilansir Huffington Post.
Clinton bukan satu-satunya presiden yang pernah bicara soal alien dan UFO. Presiden ke-40 AS Ronald Reagan juga mengaku pernah melihat benda diduga UFO. Ketika itu, sebuah malam pada tahun 1974, Reagan yang masih menjabat Gubernur California melihat cahaya aneh dari pesawat Cessna.
“Saat saya melihat keluar lewat jendela, ada cahaya putih. Benda itu bergerak zig-zag,” kata Reagan. Dia kemudian bertanya pada pilot pesawatnya. Kata pilot, dia tak tahu benda apa itu.
“Saya lalu memintanya mengikutinya. Kami lalu mengikuti benda itu beberapa menit. Itu cahaya yang luar biasa terang. Kami mengikutinya sampai Bakersfield dan yang sangat mengejutkan, tiba-tiba benda itu hilang dan menuju ke langit,” imbuh Reagan.
Jimmy Carter yang menjabat Presiden AS pada 1977 sampai 1981 juga mengaku melihat UFO. Dua tahun sebelum menjadi Gubernur Georgia, Carter bersiap berpidato di acara Lions Club di Leary, Georgia pada 1969, sekitar pukul 19.15.
Tiba-tiba seorang tamu berteriak dan meminta semua orang melihat ke arah barat. Di sana terlihat objek aneh sekitar 30 derajat di atas horizon. Kata Carter, benda tersebut sangat terang, seterang Bulan.
“Saat itu ada sekitar 20 orang berdiri di luar. Tiba-tiba ada semacam lampu berwarna terang muncul di langit barat, matahari baru saja terbenam,” ujar Carter pada 1973.
“Cahaya itu tampak makin terang, kemudian menghilang. Obyek itu tak kelihatan seperti benda, hanya cahaya yang aneh. Tak satupun dari kami mengerti apa itu,” lanjut Carter.
“NASA, Kirim Salam Buat Alien”
Neil Armstrong, Edwin ‘Buzz’ Aldrin, dan Michael Collins menjadi manusia yang pertama kali menjejakkan kaki di Bulan melalui misi Apollo 11 pada 20 Juli 1969. Saat sedang menjelajah satelit alami bumi itu, mereka sempat melihat penampakan yang tak lazim. Hal itu diungkapkan oleh Aldrin.
“Ada sesuatu di luar sana yang cukup dekat untuk diamati. Tapi apa itu?” ujar Aldrin, seperti dimuat Epoch Times, 5 Desember 2013. “Mike (Collins) memutuskan untuk melihatnya melalui teleskop. Pada satu posisi, bentuknya seperti serangkaian elips. Namun saat dipertajam, itu seperti objek berbentuk L.”
Namun ketiga astronot pengukir sejarah itu tak mau membuat keributan. Bisa-bisa memunculkan banyak dugaan dan spekulasi dari warga Bumi. “Tak mungkin kami menyampaikan: “Hai Houston (pengawas misi Apollo di Bumi), kami mendapati sesuatu bergerak di sekitar kami dan tak tahu apa itu, bisa Anda beri penjelasan?!',” kata dia.
Astronot NASA lain, Edgar Mitchell, bahkan terang-terangan percaya keberadaan alien. "Saya sangat yakin kita, manusia, tak sendirian," kata dia.
Tak hanya sampai di situ kejutan Mitchell. Dia mengatakan, menurut infomasi yang dia peroleh, alien bahkan telah mengunjungi Bumi atau setidaknya mengirim sinyal ke Bumi. "Alien telah mengunjungi Bumi, fenomena UFO adalah nyata -- meski pemerintah sengaja menutup-nutupi hal ini selama 60 tahun terakhir."
Namun, ilmuwan Badan Antariksa AS (NASA) David Morrison membantah pihaknya pernah berurusan dengan UFO. Dalam kasus Neil Armstrong Cs, bisa jadi objek itu adalah panel yang terpisah dari pesawat ruang angkasa dalam prosedur normal.
“Tidak ada alien di Bulan. Neil Armstrong dan astronot Apollo lainnya tak melihat bukti keberadaan alien baik di sisi dekat maupun sisi jauh Bulan,” ujar Morrison.
Bagaimana sikap NASA soal alien yang 'bertamu' ke Bumi? “Jika UFO diartikan sebagai pesawat alien yang mengunjungi Bumi, maka tak masuk akal bukti peradaban asing luput dari pengamatan para astronom. Sinyal radio dari pesawat alien juga akan tertangkap penerima sensitif yang kita gunakan untuk berkomunikasi dengan pesawat kita di luar angkasa,” tegas dia.
Meski demikian, fakta membuktikan, NASA pernah berusaha menghubungi makhluk ekstraterresterial.
Kala itu pada 1977: Jimmy Carter menjabat Presiden AS, Star Wars menjadi film terlaris, NASA mempersiapkan peluncuran Voyager 1 dan 2 sebagai `duta` antarbintang.
Kurang dari 9 bulan sebelum peluncuran, NASA memerintahkan astronom Carl Sagan menyusun `sejumlah pesan untuk peradaban lain di luar Bumi`.
“Kesempatan alien menemukan Voyager di ruang kosong alam semesta sangat kecil, tapi kami melakukannya dengan serius,” kata anggota tim Ann Druyan. “Sejak pertama Carl menyampaikan proyen itu ke Tim Ferris, termasuk aku, rasanya ‘mistis’.”
Dalam bukunya, Murmurs of Earth, Sagan kawan-kawan menggambarkan proses pengambilan keputusan, bagaimana merangkum rekaman berdurasi 90 menit dalam piring hitam, yang mencakup sisi geografis, historis, dan intelektual manusia. Simfoni No. 5 Beethoven's masuk di dalamnya. Sementara lagu Here Comes the Sun dari The Beatles tak bisa diikutsertakan karena 'Fab Four' tak punya hak cipta atas lagu tersebut.
Masalah lain, soal birokrasi. Sagan menjelaskan proses berliku-liku memperoleh izin untuk sejumlah delegasi PBB untuk hanya mengatakan “Halo” -- yang kemudian itu tak jadi dilakukan.
Sagan lalu menghubungi Fakultas Bahasa Cornell University, di mana para dosen dan mahasiswa bersedia membantu. Lalu, rekaman dibuat, diawali salam dalam Bahasa Sumeria, salah satu bahasa tertua, dan berakhir dengan ucapan dari seorang bocah 5 tahun asal AS: “Halo, kami anak-anak dari planet Bumi.”
Voyager akhirnya diluncurkan dengan membawa 118 foto; piringan hitam berisi rekaman musik, salam dalam 55 bahasa manusia dan 1 bahasa ikan paus, esai audio yang menampilkan apapun dari lumpur yang bergolak, gonggongan anjing, hingga deru Saturn 5 yang diluncurkan, serta salam puitis dari Sekjen PBB. Yang menarik, juga mengangkasa rekaman gelombang otak seorang wanita muda yang sedang jatuh cinta. Perempuan itu adalah Ann Druyan, ia baru dilamar oleh Carl Sagan.
Namun, hingga Voyager melewati tepian tata surya, memasuki ruang antar bintang atau ‘stagnation region’ berjarak hingga sekitar 113 astronomical units (AU) atau sekitar 16,9 miliar kilometer dari Matahari, tak kunjung ada balasan dari para alien...
NASA juga mengirim sinyal ke luar angkasa berupa sebuah tembang dari grup pop legendaris, The Beatles.
Lagu itu, berjudul Across the Universe (Melintasi Alam Semesta) pada 4 Februari 2008, dari stasiun transmisi Deep Space Network di Madrid, Spanyol. Sinyal itu disampaikan ke Bintang Utara (North Star), di jagat Polaris, yang berjarak sekitar 4.000 triliun km dari Bumi. Itulah sebabnya, menurut perhitungan NASA, sinyal itu dengan kecepatan 186.000 mil per detik diperkirakan baru sampai ke tujuan pada 2439.
"Luar biasa, kerja bagus NASA," kata personel Beatles Paul McCartney dalam pesannya pada NASA. "Kirim salamku untuk para alien!"
Tunggu Waktu?
Tata Surya atau kumpulan planet yang selama ini dijelaskan dalam buku sains bukan satu-satunya. Ada banyak galaksi dan kumpulan bintang atau planet lainnya. Logis jika ada makhluk pandai lain, selain manusia.
Astrofisikawan terkemuka dunia Stephen Hawking menilai keberadaan miliaran galaksi di luar sana membuat keberadaan bentuk kehidupan lain selain manusia, menjadi rasional. Namun, “Alien-alien yang telah maju itu kemungkinan telah menjadi nomad, berupaya untuk menaklukkan dan membuat koloni di planet-planet manapun yang bisa mereka raih,” ujarnya dalam Discovery Channel.
Salah satu pendiri BETA UFO Indonesia Muhammad Irfan berpendapat, penduduk Bumi hanya tinggal menunggu waktu untuk mengetahui eksistensi alien. Dia yakin suatu saat nanti, makhluk luar angkasa akan menampakkan diri secara terang-terangan ke manusia.
“Memang susah bilang UFO itu ada kalau nggak pernah lihat,” ujar Irfan, yang mengaku pernah 10 kali melihat penampakan UFO, saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Jumat 25 April 2014.
“Fenomena adanya UFO, cuma masalah waktu, di mana suatu saat nanti, mereka akan menampakkan diri. Dunia pun tahu mereka benar-benar ada. Masalah pembuktiannya nanti,” imbuh dia.
Dia menceritakan pengalaman pribadinya. Kata Irfan, sesaat sebelum melihat penampakan UFO, dirinya merasa dibisiki oleh seseorang ke dalam pikirannya, atau feeling bahwa bakal ada penampakan 'makhluk ekstraterresterial'.
“Jadi kadang saya tiba-tiba, perasaan saya bilang, bakal ada UFO, coba lihat ke langit,” ujar Irfan. “UFO yang pertama kali saya lihat itu berbentuk segitiga hitam, dengan 6 sinar cahaya di ujungnya. Saya beri nama itu triangle black.”
Pembuktian Lemah
Selama puluhan tahun langit dipindai, mencari tanda-tanda alien yang bertamu ke Bumi. Namun, usaha itu sia-sia. Hingga saat ini tidak ada bukti kuat keberadaan kehidupan ekstraterresterial, di luar bumi.
Patah arang, sebagian pengamat UFO di Inggris mencapai kesimpulan bahwa alien mungkin memang tak ada. Menurut mereka, hasil mengecewakan itu bisa jadi juga mengakhiri Ufologi -- studi tentang UFO dalam beberapa dekade mendatang.
Lusinan kelompok yang memiliki ketertarikan sama pada piring terbang dan pesawat-pesawat misterius yang tak teridentifikasi, bubar. Karena makin berkurangnya ketertarikan.
Kepala Lapan Thomas Djamaluddin menegaskan, sejauh ini, belum ada bukti yang kuat bahwa alien dan UFO itu ada dan pernah masuk ke Bumi. Menurut dia, kajian tentang makhluk ekstrateresterial itu masih masuk kajian pseudosains atau sains semu.
“Alien itu sulit dipercaya. Sebab secara ilmiah masih lemah untuk dibuktikan,” ujar Thomas saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Sabtu 26 April 2014.
Dia menjelaskan, suatu penemuan ilmiah harus didukung dengan bukti yang kuat. Setelah itu, informasinya harus diuji terlebih dahulu dan diverifikasi kebenarannya. Jadi tidak mudah untuk menyimpulkan begitu saja bahwa alien itu ada.
“Kalau betul, aliennya menggunakan UFO atau piring terbang itu ada yang masuk Bumi, pasti ada astronom yang melihat. Namun sejauh ini, belum ada (astronom) yang melihat,” tegas Thomas.
Lalu apakah Anda percaya keberadaan UFO atau kehidupan lain di luar Bumi? Thomas menjawab, tidak untuk UFO. "Tapi percaya bahwa di luar Bumi, ada kehidupan. Tapi kehidupan itu terlalu jauh..."
Pendiri sekaligus Kepala LAPAN pertama Marsekal Muda TNI J. Salatun mengaku pernah menjadi saksi mata UFO dan menulis buku 'Menjingkap Rahasia Piring Terbang' pada 1960. Ia bahkan diangkat sebagai 'Bapak Ufologi Indonesia'. (Yus Ariyanto)
[Lihat Info Grafis Pencarian Planet Alien di Tautan Ini]
Advertisement