ICJR: Penahanan Florence Sihombing Harus Seizin Pengadilan

ICJR menilai, jika penahanan tersebut tanpa penetapan pengadilan, Florence Sihombing harus segera dilepaskan .

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 01 Sep 2014, 13:38 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2014, 13:38 WIB
Florence Sihombing Kini Jadi `Orang Paling Dicari di Jogja`
Membaca status yang dituliskan oleh Florence, onliner geram.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus Florence Sihombing terus bergulir. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) beranggapan, penyidik yang melakukan penahanan kepada Florence harus berhati-hati.

Ada prosedur khusus dalam UU Informatika dan Transaksi Elektronik (ITE) d imana penyidik harus terlebih dahulu meminta penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri Setempat berdasarkan Pasal 43 ayat (6) UU ITE. ICJR menduga hal ini tidak dijalankan oleh penyidik Polda DI Yogyakarta dalam kasus Florence.

Untuk kasus Florence, berdasarkan Pasal 43 ayat (6) UU ITE, dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1 x 24 jam.

“Ini berarti tanpa penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta, maka penahanan Florence tidak sah,” jelas Peneliti senior ICJR, Anggara, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.

ICJR menilai, jika penahanan tersebut tanpa penetapan pengadilan, Florence harus segera dilepaskan dari tahanan. Kemudian, Florence memiliki hak untuk mengajukan praperadilan berdasarkan Pasal 77 KUHAP, yaitu mengenai tidak sahnya penahanan yang dilakukan terhadap Florence.

Secara lebih luas, ICJR juga mengingatkan kepada para penyidik yang menggunakan UU ITE agar memperhatikan pasal-pasal mengenai prosedur penahanan dalam UU tersebut karena pasal sering dilupakan oleh penyidik. Dari awal ICJR juga secara konsisten menolak dan  mempertanyakan ancaman pidana dalam  UU ITE yang sangat tinggi yaitu di atas 5 tahun, perlu diketahui bahwa ancaman pidana dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE mencapai 6 tahun penjara.

Apalagi, ancaman pidana tinggi di atas 5 tahun tersebut secara langsung mengaktifkan Pasal 21 ayat (4) KUHAP sehingga memberikan celah agar para tersangka dapat dikenai penahanan. "Hal ini berbeda dengan pengaturan penghinaan di KUHP yang ancaman pidananya di bawah 5 tahun sehingga dengan kondisi yang sama tidak perlu dilakukan penahanan," kata Anggara

Florence ditahan Polda DI Yogyakarta sejak Minggu 30 Agustus 2014. Saat itu, Kokot menjelaskan, penahanan dilakukan dengan syarat tersangka dinilai tidak kooperatif, kecenderungan melarikan diri, dan menghilangkan barang bukti.

Perempuan 26 tahun ini membuat heboh SPBU di wilayah Baciro/Lempuyangan Yogyakarta pada Rabu 27 Agustus 2014. Ia marah-marah karena dianggap tak mau antre saat mengisi bahan bakar. Saat itu, ia masuk ke jalur mobil untuk mengisi dengan Pertamax 95.

Kekesalan Florence Sihombing pun diungkapkan melalui akun Path miliknya dengan kalimat memaki-maki kota pelajar tersebut. (Ein)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya