Melacak Jejak @TrioMacan2000

"Nowhere but everywhere", begitu @TrioMacan2000 mendefinisikan diri di internet. Siapa di balik akun yang kerap bikin heboh itu?

oleh Adhi Maulana diperbarui 10 Nov 2014, 19:53 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2014, 19:53 WIB
Akun Triomacan2000
Akun Triomacan2000 (Twitter)

Liputan6.com, Jakarta - "Nowhere but everywhere", begitu @TrioMacan2000 mendefinisikan diri di internet. Sudah lama publik bertanya-tanya siapa di balik akun yang kerap bikin heboh dengan informasi terkait korupsi sampai perselingkuhan.

Hingga akhirnya, jejak si Macan mulai terendus pada  28 Oktober 2014.  Sore itu polisi menangkap Edi Syahputra, komisaris media online, Asatunews, yang disebut-sebut sebagai penggagas akun @TrioMacan2000 yang kemudian jadi @TM2000Back. Aparat juga menangkap Herry Koes dan Raden Nuh.

Raden Nuh yang bergelar Drs, SH, SIP, dan SE ditangkap di rumah kost Jalan Tebet Barat Dalam 5, Jakarta Selatan, Minggu pukul 01.00 WIB. Dia diduga sebagai otak pelaku pemerasan terhadap beberapa pejabat PT Telkom. Polisi juga menyebutnya sebagai pendiri akun @TrioMacan2000.

Penyidik Cyber Crime Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya terus melakukan pemeriksaan digital forensik barang bukti milik para tersangka untuk menguak kasus tersebut.

“Saat ini sedang berlangsung pemeriksaan digital forensik, cepat atau lambat pemeriksaan ini tergantung besaran data yang dimiliki tersangka,” kata Kepala Subdit Cyber Crime Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi Hilarius Duha.

Dalam kasus @TrioMacan2000, fakta yang telusuri berdasarkan pemeriksaan digital berupa data rekam ketik di komputer, laptop, dan ponsel milik tersangka. “Tersangka bisa saja berbohong, tapi jika sudah dibuktikan melalui pemeriksaan digital forensik maka tersangka tidak akan bisa mengelak karena rekam ketik dan catatan-catatan sebelumnya akan terlihat,” ucap Hilarius.

Polisi menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk menjerat tersangka kasus TrioMacan2000.

Ancaman UU ITE

Bagaimana efektifitas UU ITE terkait media sosial atau internet? Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), Ismail Cawidu, mengatakan tindak pemerasan/pengancaman melalui internet masuk dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam Pasal 27 ayat (3).

“Ancaman pidana dari Pasal 27 ayat (3) UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU ITE yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar,” kata Ismail yang dihubungi tim Liputan6.com melalui sambungan telepon.  

Selain UU ITE, pemerasan/pengancaman melalui internet juga dapat dipidana menggunakan Pasal 369 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Beberapa tahun belakangan ini banyak pengaduan dari pihak kepolisian maupun masyarakat tentang kasus-kasus seperti ini, baik kasus pemerasan melalui media sosial, peredaran obat palsu di internet, domain perjudian, dan lain sebagainya,” papar Ismail.

Ismail menuturkan, setidaknya per April 2014 ada sekitar 813 ribu nama domain yang diblokir Kemkominfo dan hampir semuanya berdasarkan pengaduan dari masyarakat.

“Per April 2014 ada sekitar 813 ribu nama domain yang kami blokir, di mana 75% di antaranya adalah konten yang mengandung pornografi. Sisanya ada kasus perjudian, peredaran obat palsu, narkoba, pemerasan, dan pencemaran nama baik melalui internet,” tutup Ismail.

UU ITE sendiri baru ada di Indonesia dan telah disahkan oleh DPR pada 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi di dalamnya. Perbuatan yang dilarang (kejahatan cyber) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):

- Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan.
- Pasal 28: Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan.
- Pasal 29: Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti.
- Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.
- Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.
- Pasal 32: Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia.
- Pasal 33: Penyebaran virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja.
- Pasal 35: Menjadikan Seolah Dokumen Otentik, manipulasi, phising.
- Pasal 36: Pencemaran nama baik, penghinaan.
- Pasal 37: Pelaku kejahatan cyber yang berada di luar wilayah yurisdiksi Indonesia.

UU ITE yang seyogyanya bertujuan memajukembangkan teknologi informasi dan keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dinilai mempunyai sisi positif dan negatif.

Berdasarkan pengamatan para pakar hukum dan politik, UU ITE mempunyai sisi positif bagi Indonesia. Misalnya memberikan peluang bagi bisnis baru para wiraswastawan di Indonesia karena penyelenggaraan sistem elektronik diwajibkan berbadan hukum dan berdomisili di Indonesia.

UU ITE juga dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yang merugikan, memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik serta memberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi misalnya transaksi dagang.

UU ITE pun bisa menjerat pelaku penyalahgunaan internet seperti pembobolan situs-situs tertentu milik pemerintah dan dapat meminimalisir adanya penyalahgunaan dan penipuan transaksi elektronik. Tak hanya itu, UU ITE juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di luar Indonesia dapat diadili.

Yurisdiksi UU ITE tidak hanya berlaku di wilayah Republik Indonesia melainkan juga berlaku atas kejahatan yang dilakukan di luar wilayah teritori Indonesia.

Selain itu, UU ITE juga membuka peluang kepada pemerintah untuk mengadakan program pemberdayaan internet. Masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang kurang tersentuh adanya internet. Undang-undang ini juga memberikan solusi untuk meminimalisir penyalahgunaan internet.

Sementara sisi negatifnya, UU ITE membuat batasan bagi setiap warga negara untuk mengeluarkan pendapat. Contohnya kasus Prita Mulyasari yang berurusan dengan RS Omni Internasional dan sempat dijerat dengan undang-undang ini.

Prita dituduh mencemarkan nama baik lewat internet. Padahal dalam undang-undang konsumen dijelaskan bahwa konsumen memiliki hak untuk menyampaikan keluh kesah mengenai pelayanan publik.

Dalam hal ini seolah-olah terjadi tumpang tindih antara UU ITE dengan UU konsumen. UU ITE juga dianggap banyak pihak membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan menghambat kreativitas dalam berinternet. Padahal sudah jelas bahwa negara menjamin kebebasan setiap warga negara untuk mengeluarkan pendapat.

Cara Melacak Akun Pseudonim

Cara Melacak Akun Pseudonim

Berkaitan dengan pelaku kejahatan cyber, ditangkapnya Raden Nuh dan Edi Syahputra, dua terduga pemilik sekaligus pengelola akun Twitter @Triomacan2000 dan @TM2000Back membuat banyak orang penasaran dengan cara melacak akun pseudonim, alias akun-akun yang menggunakan identitas samaran.

Selain @Triomacan2000 dan @TM2000Back, sebenarnya masih ada sejumlah akun pseudonim lainnya yang juga kerap melancarkan aksi provokatif di lini massa Twitter. Akun-akun tersebut tidak memiliki kejelasan siapa admin yang menavigasikannya. Bahayanya, akun-akun seperti ini kerap bermuatan politis dan dimanfaatkan untuk mengarahkan persepsi masyarakat terhadap suatu isu.

Dari kacamata teknologi, admin atau pengelola sebuah akun Twitter pseudonim tidak dapat dilacak secara pasti. Sebab pada dasarnya pengelola akun pseudonim bisa siapa saja di berbagai penjuru dunia.

Namun secara teknologi posisi atau lokasi seorang admin pseudonim dapat dilacak melalui akses jaringan internet yang digunakannya. Akses jaringan internet yang digunkan oleh seorang pengguna internet pastinya mempunyai alamat yang disebut Internet Protocol Address (IP Address).

IP Address berfungsi agar komputer bisa terhubung dengan jaringan komputer milik para pengguna lain di seluruh dunia. Layaknya sebuah alamat rumah, IP Adress dapat menunjukkan lokasi perangkat yang terhubung dengan jaringan internet tertentu.

IP Address sendiri terbagi dua, yakni IP Public dan IP Local. IP Public adalah IP yang terdaftar pada provider atau penyedia jasa layanan internet, sedangkan IP Local adalah alamat lokal pada komputer kita. Keduanya bisa dilacak karena semua IP Adress harus terdaftar.

Dengan kondisi tersebut, dapat dipastikan sebuah tweet yang dilontarkan akun pseudonim menyertakan jejak IP Adress yang digunakannya. Jika ia menggunakan IP Public, maka dapat diketahui melalui jaringan penyelenggara internet mana akun pesudonim beroperasi. Atau jika menggunakan IP Local, dapat diketahui secara langsung posisi perangkat (di perkantoran atau warung internet biasanya) yang digunakan oleh akun pseudonim.

Untuk mendapatkan lokasi alamat IP Adress, bisa digunakan sejumlah situs bantuan seperti iptrackeronline.com, whatsmyip.com, ip-adress.org, dan masih banyak lagi.

Menggunakan Tools Creepy

Cara lain untuk melacak akun Twitter pseudonim adalah memanfaatkan sebuah program komputer yang disebut dengan tools Creepy. Ini memang merupakan cara yang sangat teknis dan tidak mungkin bisa dilakukan semua orang. Namun menggunakan tools ini diyakini cukup ampuh untuk mengungkap admin akun pseudonim.

Menurut penjelasan di laman Social Engineer, untuk menggunakan cara ini kita harus terlebih dulu meng-install tools Creepy yang merupakan tools bawaan dari program Backtrack Linux. Fungsinya adalah melacak keberadaan seseorang via akun Twitter yang digunakannya.

Bila tools Creepy sudah terinstal, Anda dapat memasukkan username akun Twitter yang ingin ditelusuri, dan nantinya tools Creey akan menunjukkan posisi si pemilik akun Twitter sesuai jejak tweet yang ia lakukan.



Dalam penjabarannya, akan terlihat di mana posisi pemilik akun berdasarkan tweet terakhir yang ia lakukan.


Sebenarnya masih banyak lagi cara dan metode yang dapat dilakukan untuk melacak akun pseudonim. Namun tentunya itu merupakan pekerjaan teknis yang membutuhkan kemampuan komputasi tinggi. (Yus)
 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya