Eksekusi IM2, Kejagung Diminta Tunggu Kejelasan Putusan Kasasi

Sebab ada 2 putusan kasasi Mahkamah Agung yang saling bertolak belakang.

oleh Oscar Ferri diperbarui 13 Nov 2014, 22:40 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2014, 22:40 WIB
Gedung Kejagung
Gedung Kejagung

Liputan6.com, Jakarta - DPR meminta Kejaksaan Agung tidak serta merta mengeksekusi PT Indosat Mega Media (IM2) untuk membayar uang pengganti Rp 1,3 triliun dalam perkara penyelenggaraan 3G di frekuensi 2.1 GHz antara PT Indosat Tbk dan IM2. Sebab, hingga kini masih muncul 2 putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang saling bertolak belakang terkait perkara itu.

Wakil Ketua DPR sekaligus Anggota Komisi III Fahri Hamzah mengatakan, Kejagung baiknya menunggu lebih dulu kejelasan hukum atas 2 putusan kasasi yang berbeda dari MA itu.

"Saya tidak tahu kenapa Kejaksaan ngotot untuk menyita aset IM2–Indosat, padahal kan dari putusan PTUN soal penghitungan BPKP sudah dibatalkan. Jadi dasar hukum penyitaan itu apa?" ujar Fahri di Jakarta, Kamis (13/11/2014).

Menurut Fahri, Kejaksaan harus menghormati putusan PTUN perihal tidak ada kerugian negara di kasus IM2. Hal itu sesuai Pasal 72 ayat 1 dan Pasal 81 ayat 2 UU tentang Administrasi Pemerintahan, bahwa badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib melaksanakan keputusan yang telah dinyatakan tidak sah atau dibatalkan oleh pengadilan.

Apabila ketentuan tersebut tidak dilaksanakan, maka badan dan/atau pejabat pemerintahan akan dikenakan sanksi administratif.

Hal itu juga tertuang dalam Surat Edaran Nomor 07 tahun 2014 tentang Pelaksanaan putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang termasuk ditembuskan kepada Jaksa agung. Fahri menambahkan, selama ini Kejagung memang sering membuat masalah yang sebenarnya tidak ada masalah.

"Itu sangat disesalkan karena merugikan orang-orang yang tidak bersalah. Kasus IM2 juga begitu," kata Fahri.

Menurut Fahri, kasus IM2 itu cukup rumit karena bukan murni sebuah kasus. Apalagi saat ini Kejaksaan tengah mencari posisi Jaksa Agung baru pengganti Basrief Arief.

"Jangan sampai kasus IM2 menjadi jalan untuk menduduki posisi JA yang baru di internal," ujar dia.

Anggota DPR Fraksi Partai Golkar Meutya Hafidz juga mengutarakan hal yang sama. Dia meminta Kejagung bersabar dan menunggu kejelasan hukum atas 2 putusan kasasi yang berbeda dari Mahkamah Agung.

"Kejaksaan sebaiknya bersabar. Ini demi kepastian hukum, dan demi iklim investasi khususnya di bidang telekomunikasi yang kondusif," ujar Meutya.

Menurut Meutya, semestinya seluruh stakeholder memahami komitmen bersama untuk membangun industri telekomunikasi yang lebih cepat dan progressif ke depan. Hal itu juga ditujukan untuk pemerataan informasi dan komunikasi sesuai Pasal 28F UUD 1945.

"Artinya, kita memerlukan industri ini untuk terus berkembang, jangan sampai keputusan yang tergesa-gesa membuat pelaku industri telekomunikasi resah, khawatir dan lari dari Indonesia. Harus ada kepastian hukum," ucap dia.

Dalam putusan PTUN di tingkat pertama dan banding, PTUN memutuskan hasil perhitungan BPKP yang menyebut ada kerugian negara Rp 1,3 triliun dalam perkara IM2 adalah tidak sah. Dengan penolakan itu, maka perhitungan kerugian negara di kasus IM2 versi BPKP tidak sah dan tidak memiliki dasar hukum.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya