Ketika Para Guru Butuh Pembebasan

Salah satu siswa menunjuk sekumpulan manusia berseragam safari yang diikat saling berhubungan dengan mulut ditutup plester.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 26 Nov 2014, 16:00 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2014, 16:00 WIB
Ketika Para Guru Butuh Pembebasan
Para guru SMKN 1 Sayung, Demak, Jawa Tengah saat beraksi memperingati Hari Guru, Selasa (25/11/2014). (Liputan6.com/Edhie Prayitno Ige)

Liputan6.com, Semarang - Puluhan siswa berjalan hilir mudik, sesekali membongkar puing-puing bangunan di SMK Negeri 1 Sayung Demak. Sementara sekumpulan siswa lainnya sibuk bertanya kepada siapa pun yang dijumpainya.

"Kau tahu di mana guruku?" kata salah satu siswa.

"Ah, aku juga sedang mencarinya," jawab siswa lainnya yang sedang mengais-ngais tong sampah.

"Kalau begitu, mari kita cari bareng-bareng," ajak siswa itu.

Wajah para siswa itu terlihat murung dan kebingungan. Mereka berlarian ke sana ke mari tak tentu arah.

"Lihat aku menemukannya," teriak salah satu siswa sambil menunjuk sekumpulan manusia berseragam safari yang diikat saling berhubungan dengan mulut ditutup plester.

Mendengar teriakan ini, spontan siswa lain berduyun-duyun mendatangi. Mereka lalu berusaha melepaskan simpul ikatan dan membuka plester yang menutup mulut. Namun upaya itu selalu gagal.

"Pak guru, bu guru. Meski pun kalian terikat dan mulut tertutup plester, kami tetap patuh pada apa yang bapak ibu guru ajarkan," kata salah satu siswa sambil menuntun para guru yang terikat itu berjalan tertatih-tatih.

Tiba-tiba datang seorang berpangkat. Dengan mudah ia melepaskan ikatan dan plester di mulut para guru itu.

Demikian suasana peringatan Hari Guru yang digelar guru bersama  siswanya yang tergabung dalam Teater Negara SMKN 1 Sayung, Demak, Jawa Tengah, Selasa (25/11/2014).

Teater bertema "sang pembebas" tersebut, digelar di atas puing-puing bangunan sekolah.

Menurut Kepala SMK N 1 Sayung, Gigis Mohammad Afnan, pementasan ini dimasudkan untuk memberi warna berbeda pada peringatan Hari Guru. Lepas dari kekakuan upacara dan seremonial.

"Aksi tersebut menggambarkan perjuangan seorang guru dalam mencerdaskan anak bangsa. Dengan kondisi apa pun, guru tetap harus datang ke sekolah untuk memberikan ilmu pada anak didiknya," kata Gigis.

Menurut dia, guru adalah pahlawan sejati. Meski pun dibebani berbagai macam aturan yang mengikat dan didera persoalan hidup serta himpitan ekonomi di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok --dampak kenaikan BBM, namun mereka masih berusaha keras mencerdaskan anak bangsa, secara profesionl.

"Kami berharap, dengan semakin banyaknya aturan-aturan yang mengkungkung guru dengan beban yang dirasa kian berat dan membelenggu pekerjaan mereka, agar ditinjau ulang. Sehingga guru bisa lebih mudah berkreasi maupun berinovasi untuk kemajuan pendidikan," ujar dia.

Indah Mulyaningsih salah satu siswi menyebut bahwa guru adalah pahlawan bagi semua. Kita memperoleh ilmu dan bisa seperti sekarang ini karena jasa guru.

"Kita banyak menerima ilmu yang  bermanfat untuk bekal di masa depan dari bapak ibu guru. Tapi kita juga sedih karena masih banyak guru yang hidupnya kekurangan. Pak Jokowi, tolong perhatikan nasib guru kami," kata Indah yang juga Ketua Teater Negara, sembari menitikan air mata.

Pertunjukan seni ini diakhiri dengan canda tawa yang menghancurkan keangkeran relasi guru dan murid. Mereka tampak menyatu menjadi sebuah keluarga. (Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya