Panglima TNI Jenderal Moeldoko: ISIS Ancaman Potensial

ISIS masih potensial karena secara real aparat belum menghadapi tindakan nyata di lapangan. Jangan sampai jadi faktual.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 01 Des 2014, 10:34 WIB
Diterbitkan 01 Des 2014, 10:34 WIB
Panglima TNI Jenderal Moeldoko Pastikan Pelantikan Jokowi Aman
Moeldoko akan ikut menerjunkan kekuatan penuh TNI untuk pengamanan. Selain pasukan TNI, pelantikan pun akan dijaga ketat kepolisian demi memastikan kelancaran acara, Jakarta, Selasa (14/10/2014) (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Gerakan Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS) semakin radikal, makin menggurita, tak hanya di perbatasan Irak dan Suriah namun meluas dan meresahkan banyak negara. Di Indonesia, gerakan ini juga sempat menggegerkan warga. Panglima TNI Jenderal Moeldoko menilai ISIS merupakan ancaman terorisme potensial di Indonesia.

"ISIS adalah ancaman potensial bagi Indonesia," ujar Moeldoko usai membuka latihan Penanggulangan Terorisme di Batalyon 461 Paskhas Halim Perdana Kusumah, Senin (1/12/2014).

Ancaman terorisme, kata Moeldoko, pada dasar terdiri dari 3 klasifikasi. Pertama ancaman secara faktual, ancaman potensial, dan ancaman residual. Para prajurit TNI dituntut untuk bisa mengantisipasi seluruh ancaman terorisme ini.

"ISIS masih potensial karena secara real kita belum menghadapi tindakan nyata di lapangan. Tapi kalau tidak diantisipasi dengan baik maka ancaman potensial itu menjadi faktual," kata Moeldoko.

Karena itu, latihan-latihan penanggulangan terorisme harus tetap dilakukan. Sehingga berbagai ancaman terorisme dapat ditanggulangi dengan baik.

"Latihan-latihan ini bagian untuk menuju ke sana. Kegiatan-kegiatan yang berhubungan  dengan intelijen dan teritorial juga menjadi bagian, jangan sampai ancaman potensial itu menjadi faktual," tutup Moeldoko.

Sementara, seperti dikutip dari BBC, ada perbedaan antara Indonesia dan Malaysia dalam menghadapi ISIS.

Pemerintah Malaysia akan memperketat undang-undang antiterorisme setelah puluhan warganya dilaporkan kembali dari Irak dan Suriah dan bergabung dengan kelompok yang mengikrarkan diri secara sepihak sebagai Negara Islam.

Sementara warga Indonesia yang dilaporkan bergabung dengan ISIS sekitar 100 orang, namun kepolisian mengatakan tidak dapat mengambil tindakan hukum terhadap mereka karena keterbatasan undang-undang.

Selain memperkuat undang-undang antiterorisme, pemerintah Indonesia dapat mencabut status kewarganegaraan WNI yang terlibat aksi kekerasan ISIS di Suriah atau Irak, kata pengamat masalah terorisme dari Universitas Paramadina, Najamudin.

"Saya setuju jika status kewarganegaraannya dicabut. Ini bukan terkait isu, misalnya hak asasi manusia dalam kebebasan beragama. Tetapi ketegasan negara dalam menjaga teritorialnya," kata Najamudin kepada BBC Indonesia. (Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya