Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Ahok mengeluhkan belum adanya perusahaan yang membayar retribusi sampah kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Padahal hal itu sudah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kebersihan.
"Pernah enggak gedung itu bayar (retribusi sampah untuk) DKI? Rumah susun sampahnya numpuk di jalan sampai busuk kagak dijemput, berarti ada indikasi kagak dikasih duit kan?" kata Ahok di Balaikota DKI Jakarta, Selasa (12/5/2015).
Menurut dia, meski banyak truk sampah yang telah mengangkut sampah di kawasan-kawasan elite di Jakarta, tetapi pihaknya mengaku belum mendapat retribusi sampah dari perusahaan itu.
"Coba kamu ke Pantai Mutiara, truk sampah bagus-bagus yang masuk ambil sampah. Enggak pernah bayar tuh, sebenarnya kita ada aturan perda harus bayar sebetulnya," ucap Ahok.
Pria bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama itu sebetulnya sudah menginstruksikan kepada para anak buahnya untuk membuat peraturan verbalnya tentang retribusi sampah bagi perusahaan-perusahaan. Tetapi hingga kini ia pun belum menerima soal itu.
"Saya sudah suruh bikin verbalnya sampai ke meja saya, sudah teriak satu setengah tahun belum sampai-sampai ke meja saya, artinya apa? ini ada sesuatu," tambah mantan Bupati Belitung Timur itu.
Tak Ikut Campur
Ahok mengatakan pihaknya tidak mungkin melawan kebijakan pemerintah pusat terkait pengambilalihan pengelolaan air dari pihak swasta. Menurut dia, hal itu merupakan prinsip pemerintah yang memberi ruang bagi investor untuk mengolah air minum.
"Jadi kita tidak mungkin menggugat selama mereka mau melakukan renegosiasi," kata Ahok di kantor PT Aetra, Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (12/5/2015).
Dia menambahkan, pihaknya masih menunggu bagaimana sikap pemerintah terkait pengolahan air minum. Sebab selama ini yang mengurus perjanjian dengan swasta terkait pengolahan air minum adalah pemerintah pusat.
"Kita tunggu saja. Makanya pemerintah pusat yang melakukan banding. Kalau buat kita mah diem aja lah enggak usah repot. Toh yang buat perjanjian kan pusat," ucap Ahok.
Pengambilalihan pengolahan air minum ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bukan tanpa sebab. Ahok menuturkan pihaknya sempat mengeluh kepada perusahaan air minum milik swasta yang belum maksimal dalam mengolah air minum. Semisal, belum maksimalnya pengolahan air minum di kawasan Banjir Kanal Timur (BKT) dan Marunda Centre.
"Misalnya BKT. BKT airnya banyak enggak? Banget. Itu yang namanya Marunda Centre itu seluruh kawasan industri tuh pake air BKT lho buat hidupin mereka. Kok kita enggak manfaatkan air BKT untuk diolah sendiri dan dimanfaatkan," tukas Ahok. (Ali/Mut)
Ahok: Pernah Enggak Gedung Bayar Retribusi Sampah?
Padahal hal itu sudah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kebersihan.
diperbarui 12 Mei 2015, 16:35 WIBDiterbitkan 12 Mei 2015, 16:35 WIB
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjadi pembicara dalam diskusi Pilkada Langsung dan Praktek Bandit Anggaran di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Minggu (12/4/2015). Tampak, Ahok saat memberikan pernyataan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
5 Orang Didakwa Terkait Kematian Liam Payne di Argentina, Termasuk Teman Dekatnya
Libur Akhir Tahun Menikmati Keindahan Alam Panyaweuyan Majalengka
Merayakan Tahun Baru 2025, Boleh atau Tidak Menurut Hukum Islam?
KPK: Silakan Hasto Kristiyanto Mengelak, tapi Kami Akan Sajikan Bukti
Begini Tips Membeli Tas Birkin yang Tidak Mahal Menurut Direktur Artistik Hermes
Tetap Berkarya Meski Terkurung, Ini 7 Penjara yang Pernah Ditempati Pramoedya Ananta Toer
Awan di Bumi Makin Kecil Buat Udara Makin Panas
Jadwal Sholat DKI Jakarta, Jawa dan Seluruh Indonesia Hari Ini Selasa 31 Desember 2024
Link Live Streaming Liga Inggris Manchester United vs Newcastle United, Mau Mulai di Vidio
Prabowo Jengkel dengan Penyelundupan: Kalau Perlu Kita Tenggelamkan Kapalnya
Link Live Streaming Liga Inggris Ipswich Town vs Chelsea, Sebentar Lagi Tayang di Vidio
Istigasah di Akhir Tahun, Napi di Banten Menangis