Liputan6.com, Jakarta - Sejak pertama dibentuk, Komisi Pemberantasan Korupsi selalu digawangi kaum Adam. Bahkan anggota panitia seleksi (pansel) yang ditugaskan khusus memilih pimpinan lembaga pemberantas korupsi itupun semuanya didominasi laki-laki.
Kini keadaan berbalik. Presiden Joko Widodo mengumumkan Pansel KPK semuanya beranggotakan kaum Hawa. Pengumuman yang tak pernah diduga dan mengejutkan itu dilakukan Presiden yang akrab disapa Jokowi itu di Lanud Halim Perdanakusuma, sesaat sebelum terbang ke Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
Ada 9 nama yang disebut Presiden Jokowi untuk mengisi jabatan Pansel KPK. Mereka adalah Destri Damayanti, Enny Nurbaningsih, Harkristuti Harkrisnowo, Betty Alisjahbana, Yenti Garnasih, Supra Wimbarti, Natalia Subagyo, Diani Sadiawati, dan Meuthia Ganie Rochman.
Advertisement
"Di sini ada ahli hukum, ekonomi manajemen, psikolog, sosiolog, dan ahli tata kelola pemerintahan," papar Jokowi, Kamis 21 Mei 2015. Sebagai ketua Pansel, Jokowi menunjuk Destry Damayanti. Dia adalah ahli keuangan dan moneter. Sedangkan posisi wakil ketua diduduki Eni Nurbaningsih, pakar hukum tata negara yang saat ini menjabat ketua Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Dalam keterangannya, Jokowi berharap Pansel KPK yang baru ditunjuk dapat langsung bekerja menyeleksi pimpinan KPK. "Pansel KPK segera bekerja dan menentukan nama-nama calon komisioner KPK dan selanjutnya dilaporkan ke Presiden," terang Jokowi.
Presiden Jokowi punya alasan khusus mengapa memilih perempuan sebagai pengisi Pansel KPK. Menurut Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, Presiden memilih 9 Srikandi itu tak lain karena alasan integritas dan kompetensi yang mereka miliki.
"Ini masalah kompetensi, integritas,dan juga keberagaman keahlian. Beliau memilih dari calon-calon yang dipilih banyak pihak," ucap Pratikno yang mendampingi Jokowi. Untuk menentukan nama-nama tersebut, beber Pratikno, Presiden menampung puluhan nama yang diusulkan berbagai pihak. Puluhan nama yang sampai di meja Jokowi itu kemudian dilihat dan diseleksi berdasarkan integritas, latar belakang, dan kemampuan masing-masing di bidangnya.
"Daftarnya dari 40-an. Yang bisa dilakukan dari daftar-daftar itu, beliau membaca profilnya. Prosesnya panjang, 2 minggu terakhir akhirnya memutuskan nama-nama itu," jelas dia. Presiden, ucap Pratikno, sangat berharap 9 Srikandi Pansel KPK itu dapat membentuk institusi KPK sebagai lembaga penegak hukum yang berwibawa dan dapat bersinergi dengan lembaga lain seperti kepolisian dan Kejaksaan Agung. "Ini penting untuk cegah korupsi secara komprehensif," tandas mantan rektor Universitas Gajah Mada.
Guna menjawab pertanyaan banyak pihak tentang alasan Jokowi mengisi pansel KPK dengan perempuan, Pratikno berkata, "kalau cowok semua enggak bertanya."
Bebas Partai Politik
Keputusan Jokowi yang tak biasa ini langsung direspon banyak pihak. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengatakan bangga dengan hal itu. Bagi dia, ini adalah sebuah langkah maju bagi perempuan di Indonesia.
"Saya bangga sekali. Saya ucapkan selamat. Menteri siapa yang tidak bangga kalau perempuan-perempuannya diberikan sebuah tanggungjawab yang besar kepadanya," ujar Yohanna dalam sebuah acara di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat.
Menurut dia, keterlibatan 9 perempuan tersebut menambah daftar nama perempuan Indonesia yang diberi tanggungjawab untuk mengemban jabatan strategis di pemerintahan. Apalagi Perserikatan Bangsa-bangsa mencanangkan pada tahun 2030, dunia mencapai kesetaraan gender yang disebut Planet 50:50. Sehingga, kata dia, tak ada lagi kondisi 30:70 atau ketika lelaki lebih mendominasi.
Dia berharap, 9 Srikandi itu dapat menjawab tantangan yang telah diberikan Presiden Jokowi. "Kita harapkan Srikandi ini harus terus bekerja dengan jujur dan bijaksana agar bisa jadi contoh bagi Srikandi lain, mampu menemukan pejabat-pejabat di KPK yang baik, yang bisa mewujudkan clean government dan juga free corupption, itu tugas mereka," ucap Yohana. Dia pun berharap bisa bertemu dan berbicara banyak dengan 9 Srikandi itu.
Apresiasi terhadap pemilihan 9 Srikandi itu juga disampaikan Wakil Ketua Sementara KPK Johan Budi. Dia menilai keputusan Jokowi itu sebagai langkah tepat. Sembilan Srikandi dengan latar belakang ilmu yang berbeda itu disebut bakal mampu menjawab kebutuhan KPK.
"KPK tidak hanya bicara soal hukum, tapi juga bicara soal manajemen, bicara soal teknologi, monitoring, pencegahan, dan penindakan. Jadi pimpinan KPK juga harus mengetahui hal itu," ujar Johan Budi.
Namun yang lebih penting, kata Johan, ke-9 perempuan yang akan menyaring calon pimpinan KPK tersebut diketahui tidak berafiliasi dengan partai politik tertentu. "Karena mereka tidak berafiliasi dengan partai politik, bisa dipercaya kalau mereka lebih independen," tutur dia.
Dukungan terhadap penunjukan 9 Srikandi itu juga disampaikan pengamat dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus.
Menurut dia, 9 Srikandi itu sangat dibutuhkan KPK yang tengah berada dalam kondisi tidak normal saat ini. Tak hanya itu, mereka juga dinilai akan membuat kerja Pansel lebih objektif.
"Tidak ada interest karena nggak ada orang dalam. Dilihat dari latar belakang, kelihatannya orang-orang cukup ada ilmu hukum dan manajemen, sudah jawab kebutuhan kita untuk pemilihan komisioner KPK baru," ujar Lucius di Kantor Formappi, Jakarta.
Dia menggarisbawahi 9 perempuan pilihan itu memiliki integritas dan rekam jejak mumpuni. "Saya tidak mempermasalahkan jenis kelamin, selama Jokowi bisa garansi secara kapasitas layak untuk jadi Pansel," imbuh dia.
Meski tidak mengkritik putusan Presiden Jokowi tersebut, namun Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Gedung DPR bersuara lebih keras untuk mengingatkan 9 Srikandi itu.
"Kalau memang KPK mau diselamatkan, tolong yang jadi ketua KPK harus negarawan. Jangan hanya orang yang punya nafsu, di situ ingin nangkap orang, jebak orang, menghina orang, mempermalukan," kata Fahri. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga meminta, Pansel KPK menyeleksi calon pimpinan yang benar-benar melakukan penegakan hukum dengan adil dan lebih baik dari KPK yang sekarang.
"Menggunakan kekuatan besar itu tunjuk jago, tunjuk dada, cukup. Ini yang merusak kita sebagai bangsa. Itu usulan kita kepada Pansel, cari negarawan yang tidak seperti itu, tunjuk jago," tandas dia.
Fahri mengatakan, KPK yang diberikan wewenang besar seharusnya melaksanakan tugasnya tidak dengan didasari kebencian. Namun, dilandasi ingin menyelamatkan bangsa dalam menindak segala bentuk praktik korupsi. "Jangan gunakan kekuatan besar KPK untuk kebencian, tapi cinta. Menyayangi bangsa dalam tradisi yang begitu rumit," tandas Fahri Hamzah. (Sun)