Liputan6.com, Jakarta - Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diusulkan untuk dibahas. Namun, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak tegas revisi itu. Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan hal itu merupakan salah satu bentuk pelemahan bagi KPK.
"Betul (kami menolak). Setelah kami pelajari isi materi tersebut, ternyata sangat jauh dari isi materi yang PKS miliki. Isi materi itu bukan perbaikan, tapi pelemahan KPK. Jelas kami tidak dalam posisi itu," ujar Sohibul kepada Liputan6.com, Rabu (7/10/2015).
Baca Juga
Dia menyatakan jika perubahan itu mengatasnamakan DPR, maka perlu dibicarakan antarfraksi dan dinyatakan dalam satu sikap DPR.
Advertisement
"Kalau itu jadi inisiatif DPR, maka harus ada penyampaian sikap fraksi-fraksi terlebih dahulu, lalu dibahas menjadi satu sikap DPR. Ini membutuhkan waktu yang panjang, tidak seperti yang terjadi kemarin, di mana kita 'dikejar waktu' untuk segera menyetujui materi-materi amandemen yang belum dibahas," tegas Sohibul.
Sohibul Iman menuturkan, kebutuhan untuk memperbaiki UU KPK setelah 15 tahun jelas ada. Tapi agar hasilnya konstruktif bagi pemberantasan korupsi dan bukan melemahkan, maka perubahan harus inisiatif pemerintah.
"Sebab pemerintah dapat dengan mudah mengonsolidasikan institusi penegak hukum untuk membuat usul perubahan. Setelah itu, diserahkan ke DPR. Lalu fraksi-fraksi di DPR memasukkan pendapat sikap partai masing-masing. Di situ akan terjadi proses yang konstruktif," pungkas Sohibul.
Sebelumnya, 6 fraksi di DPR mengusulkan perubahan UU KPK. Keenam fraksi itu, yakni Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Hanura, Fraksi PPP, dan Fraksi Golkar. Usulan itu disampaikan saat rapat Badan Legislasi DPR, Selasa 6 Oktober 2015. (Ado/Ndy)