Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2011-2013 dengan terdakwa Suryadharma Ali atau SDA.
Dalam sidang dengan agenda mendengar keterangan saksi ini, jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan staf perjalanan dinas luar negeri pada Kementerian Agama, Abdul Muis sebagai saksi.
Baca Juga
Dalam persidangan, Abdul Muis dicecar oleh majelis hakim mengenai proses pengurusan perjalanan dinas ke luar negeri yang dilakukan oleh Suryadharma Ali selama menjabat sebagai Menteri Agama. Di antaranya adalah mengurus visa ke Australia, Jerman dan Inggris.
Advertisement
Menurut dia, selain mengurus visa dan paspor bagi menteri, Abdul Muis juga diminta mengurus administrasi yang dibutuhkan keluarga dan ajudan Suryadharma Ali untuk ke luar negeri.
"Kalau perjalanan dinas bebas biaya. Tapi kalau non-dinas ada biayanya yang mulia," jawab Abdul Muis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Dana Operasional Menteri
Meski demikian, ia tidak tahu dari mana asal uang yang digunakan oleh Suryadharma Ali mengurus biaya administrasi ke luar negeri yang diikuti oleh anak dan istrinya. Untuk mengurus itu, Abdul Muis meminta uang dari staf tata usaha bernama Rosandi setelah menyampaikannya ke Sekretaris Menteri.
"Kami sampaikan ke Pak Sesmen, Pak Syaifudin. Diarahkan ke Pak Rosandi, dan Rosandi yang bayar. Saya tidak tahu (asal uang dari mana). Karena saya hanya sampaikan biaya. Karena tidak mengurus uang bayar dari mana," kata dia.
Sementara itu, Syaifudin saat dijadikan sebagai saksi pernah mengakui bahwa asal uang untuk membuat pembayaran visa serta pembayaran tiket ke luar negeri keluarga Suryadharma Ali menggunakan uang dana operasional menteri (DOM).
Dalam perkara ini Suryadharma Ali dalam dakwaan disebut menggunakan DOM hingga Rp 1,821 miliar untuk kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan asas dan tujuan penggunaan DOM.
Penggunaan DOM tersebut, antara lain untuk membayar pengurusan visa, tiket pesawat, pelayanan bandara, transportasi dan akomodasi Suryadharma Ali, keluarga dan ajudan ke Australia untuk mengunjungi anaknya yang sekolah di sana.
Pernah Ditegur Setneg
Sementara itu saksi Hendarsyah mengungkapkan, Suryadharma Ali pernah mendapat teguran dari Sekretariat Negara karena menggunakan fasilitas ruang VIP Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten untuk kepentingan di luar dinas.
Teguran yang disampaikan pihak Setneg ini dketahui Hendarsyah saat memohon penggunaan ruang khusus bandara tersebut untuk mengantarkan anaknya ke luar negeri.
"Dapat (teguran) lisan, waktu saya membuat izin surat, kata mereka, 'Lain kali (penggunaan ruang VIP) ini yang untuk antar bapak, anaknya tidak boleh'," ujar Hendarsyah menirukan teguran pihak Setneg.
"Setelah itu sudah (Suryadharma Ali) enggak pernah lewat VIP lagi," sambung dia.
Meski demikian, Hendarsyah mengaku tidak pernah mengeluarkan dana khusus untuk menggunakan fasilitas tunggu nomor 1 di bandara tersebut. Hanya saja, Suryadharma Ali pernah memerintahkannya untuk memberikan uang tip kepada sejumlah petugas bandara yang melayani rombongannya.
"Konsumsi Rp 250 ribu, terus security tip Rp 150 ribu, kalau untuk petugas itu Rp 150 ribu kira-kira seperti itu. Kalau petugas informasi Rp 100 ribu-Rp 200 ribu, OIC (office in charge) Rp 100 ribu-Rp 200 ribu," pungkas Hendarsyah. (Ado/Ans)