Usut SPDP Risma, Kompolnas Desak Propam Polri Turun Tangan

Karena seharusnya polisi segera menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan setelah diserahkannya SPDP ke Kejaksaan Tinggi

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 27 Okt 2015, 05:47 WIB
Diterbitkan 27 Okt 2015, 05:47 WIB
Kompolnas
(Liputan 6 TV)

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Kompolnas Edi Hasibuan mendesak, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri menelusuri polemik munculnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus penyalahgunaan wewenang terkait pemindahan pedagang di Pasar Turi, yang melibatkan mantan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini.

Edi menilai, seharusnya penyidikan terhadap kebijakan kepala daerah ditunda terlebih dahulu sesuai dengan instruksi Presiden. Belum lagi, sambung dia, menjelang ajang pemilihan kepala daerah serentak pada 9 Desember 2015.

"Jadi kita minta tim pengawas Propam turun melakukan pemeriksaan kenapa bisa sampai terjadi ini. Perintah presiden sudah jelas, di mana kebijakan tidak bisa dipidanakan, situasi jadi meresahkan. Jangan sampai ada polisi yang diperalat politik," kata Edi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin (26/10/2015).

Menurut Edi, seharusnya polisi segera menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) setelah diserahkannya SPDP ke Kejaksaan Tinggi.

"Seharusnya pada saat diajukan SPDP, kalau sudah ada SP3 harus berbarengan. Kita minta pimpinan menindaklanjuti kesalahan prosedur ini," papar Edi.

Kemudian, ia juga menyoroti terkait adanya kepentingan pihak Kejati Jatim yang mengumumkan isi dari SPDP itu. Jangan sampai, ada motif terselubung dibalik munculnya SPDP tersebut.

"Lalu atas kepentingan apa jaksa mengumumkan, kalau enggak dimumkan kan enggak timbulkan kegaduhan. Kenapa sampai ini keluar, ada motif apa? Jadi Jaksa harus diperiksa juga oleh internalnya. Tidak boleh jadi seperti ini," pungkas Edi. (Dms/Ali)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya