KPK Panggil Politisi Demokrat Terkait Suap Dewie Yasin Limpo

Selain Mulyadi, penyidik juga memeriksa pegawai Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM.

oleh Sugeng Triono diperbarui 04 Nov 2015, 13:04 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2015, 13:04 WIB
20151027-Begini Gaya Dewie Yasin Limpo di Pemeriksaan Perdana -Jakarta
Anggota DPR RI F-Partai Hanura Dewie Yasin Limpo turun dari mobil tahanan saat tiba di KPK, Jakarta, Selasa (27/10). Dewie menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangkit listrik di Papua. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Mulyadi terkait kasus dugaan suap pembahasan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Kabupaten Deiyai, Papua.

Politisi Partai Demokrat ini akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dewie Yasin Limpo yang juga merupakan anggota Komisi VII DPR.

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk DYL (Dewie Yasin Limpo)," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati di kantornya, Jakarta, Rabu (4/11/2015).

Selain Mulyadi, penyidik juga akan memeriksa pegawai Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Ida Nuryatin dan Ita selaku Staf PT Peniliti Valasindo. "Mereka berdua juga akan diperiksa sebagai saksi DYL," terang Yuyuk.

Dewie Yasin Limpo telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Selasa 20 Oktober 2015 lalu, atau sehari setelah ditangkap petugas KPK bersama ajudannya di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.

Ia diduga telah menerima suap sebesar SG$ 177.700 dari pengusaha pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih, Setiadi dan Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai, Papua, Iranius.

Suap ini diberikan terkait pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Deiyai, Papua. Proyek itu sempat dibahas dalam Rancangan Anggaran Pendapatan & Belanja Negara (RAPBN) 2016 di DPR.

Atas perbuatannya, Dewie Yasin Limpo dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. (Nil/Sun)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya