Bertemu Jokowi, 2 Pimpinan PPP Ini Beda Persepsi

Dalam pertemuan yang berlangsung hangat, Emron mengatakan, Jokowi menanti dilaksanakan muktamar islah PPP.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 13 Jan 2016, 02:53 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2016, 02:53 WIB
Romahurmuziy Buka Musyawarah Wilayah PPP DKI Jakarta
Ketua Umum Partai PPP, Romahurmuziy saat tiba dalam Pembukaan Musyawarah Kerja Wilayah PPP DKI Jakarta, Senin (23/2/2015). Romahurmuziy yakin partai PPP akan menjadi peringkat nomer satu dalam pemilu yang akan datang. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengundang 2 ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang bersengketa, ke Istana Kepresidenan kemarin.

Seperti pada pertemuan 2 kubu kepengurusan Partai Golkar, Senin 11 Januari lalu, Jokowi bertemu dengan Ketua Umum PPP hasil Muktamar Surabaya Romahurmuziy dan Ketua Umum PPP hasil Muktamar Jakarta Djan Faridz dalam waktu berbeda.

Pertemuan dilakukan secara bergantian, didahului Romahurmuziy bersama sejumlah senior PPP. ‎Romi, sapaan akrab Romahurmuziy saat menghadap Jokowi menyatakan kedatangan kali ini bukan sebagai ketua umum PPP versi Muktamar Surabaya, namun selaku Sekjen yang mengacu Muktamar VII PPP Bandung.

Acuan Romi menyusul SK Kepengurusan Muktamar VIII Surabaya yang memilih Romi sebagai ketua umum, sudah dicabut Kemenkumham. Namun karena ketua umum hasil Muktamar VII Suryadharma Ali terjerat kasus korupsi dan dinyatakan bersalah oleh KPK, maka DPP PPP menunjuk Wakil Ketua Umum Emron Pangkapi sebagai Plt ketua umum. ‎

"Tadi malam diputuskan menjadi Plt Ketum PPP dengan tugas pokok menyelenggarakan muktamar islah, yang pesertanya seluruh kader partai Muktamar Surabaya dan kader Muktamar Jakarta," ujar Emron usai pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa (12/1/2016) malam.

"Oleh karena itu kami laporkan muktamar islah ini dan telah mendapat restu insya Allah diselenggarakan selambatnya 2 x 14 hari terhitung hari ini," sambung dia.

Dalam pertemuan yang berlangsung hangat itu, Emron mengatakan, Jokowi menanti dilaksanakan muktamar islah PPP yang menurutnya telah disepakati oleh kepengurusan hasil Muktamar Surabaya.


"Kami ‎laporkan muktamar islah ini dan telah mendapat restu, insya Allah diselenggarakan selambatnya 2 x 14 hari terhitung hari ini. Insya Allah pada Januari muktamar islah dengan melibatkan Pak Djan dan kawan-kawan, karena kader di sana adalah kawan kami juga. Insya Allah muktamar islah terlaksana," papar Emron.

Sementara, saat dimintai keterangan secara terpisah, Djan Faridz berbeda pandangan dengan kubu Romi. Dia yang ditemui Jokowi setelah Romi berpendapat sesuai aturan PPP, tidak ada istilah muktamar islah.

"Begini, di dalam AD/ART PPP tidak mengenal istilah muktamar islah, tidak ada di AD/ART. Kedua, kalau kita membuat muktamar islah, selain tidak ada di AD/ART, sementara MA (Mahkamah Agung) sudah mengeluarkan keputusan hukum yang menyatakan muktamar Jakarta sah, tiba-tiba kita mundur 1.000 langkah untuk membuat muktamar islah," kata Djan.

Terkait topik pembicaraan dengan Jokowi, Djan mengatakan, pihaknya ‎menyampaikan ‎perihal keputusan MA yang membatalkan SK Kemenkumham, yang mengesahkan PPP versi Muktamar Surabaya yang dipimpin Rohamurmuziy.

"Melaporkan kepada Bapak Presiden mengenai keputusan MA, baik yang mengenai pembatalan SK Menkumham maupun pengesahan Muktamar Jakarta," kata dia. ‎

Selain itu, Djan juga melaporkan kepada Jokowi bahwa Menkumham telah mengeluarkan SK yang membatalkan pengesahan PPP Muktamar Surabaya. Berdasarkan pembicaraan dengan Menkumham Yasona Laoly, ia menyebutkan SK muktamar Jakarta akan segera diterbitkan.

"Dan insya Allah sebelum 15 (Januari 2016), tapi kalau beliau tidak sibuk, kalau tidak ada aral melintang, Menkumham berjanji 15 akan mengeluarkan SK pengesahan Muktamar Jakarta," kata dia.

"Dalam pembicaraan dengan Bapak Presiden, terlihat Bapak Presiden dan insya Allah beliau bilang, saya akan mengundang untuk meminta penjelasan lebih lengkap mengenai rencana pengesahan muktamar Jakarta," pungkas mantan Menteri Perumahan Rakyat era pemerintahan SBY itu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya