Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi memutuskan merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme. Dengan revisi itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan, aparat tak bisa sembarangan menangkap orang.
"Tidak berarti semua orang bisa ditangkap. Tidak," ujar JK di kantornya, Jakarta, Jumat (22/1/2016).
Dia memastikan, revisi UU ini akan memperhatikan aspek hak asasi manusia. "Tidak melanggar hak juga. Tapi lebih bisa meningkatkan kewaspadaan dan sekuriti bangsa," ujar JK.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini menambahkan, tidak semua isi undang-undang akan diubah. Menurut JK, revisi bertujuan untuk mendeteksi lebih dulu dan mengantisipasi aksi teror sebelum terjadi.
Baca Juga
"Kan itu hanya merevisi beberapa hal agar lebih cepat mendeteksinya," tandas JK.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung juga mengatakan, program deradikalisasi akan turut dibahas dalam revisi UU tersebut.
"P‎ersoalan deradikalisasi tidak lepas dari berbagai hal yang tumbuh di masyarakat berkaitan dengan ideologi, kekerasan, ketimpangan dan kesenjangan, pendidikan, maka faktor-faktor itu yang jadi pertimbangan pemerintah dalam mengambil sikap nantinya," ucap Pramono.
Pramono berharap, pembahasan revisi UU Terorisme dapat dilakukan secepatnya dan prosesnya dapat berjalan lancar. Ia juga mengatakan, pemerintah meyakini pilihan Presiden Joko Widodo untuk merevisi UU Terorisme merupakan pilihan tepat. ‎
"‎Diharapkan dalam masa sidang ini atau paling lama masa sidang berikutnya, hal ini dapat diselesaikan," ujar Pramono. ‎