Cerita Tangan Untung Sangaji Dicium WNA saat Teror Jakarta

Untung sempat ingin meminjam rompi antipeluru seorang personel tapi tidak diberi.

oleh Muslim AR diperbarui 22 Jan 2016, 18:30 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2016, 18:30 WIB
20160116-AKBP Untung Sangaji Buka Bukaan Proses Pelumpuhan Pelaku Teror Jakarta
AKBP Untung Sangaji saat diwawancara sejumlah media usai memaparkan kronologis pelumpuhan dua pelaku teror yang terjadi di Sarinah (14/1) lalu, Jakarta, Sabtu (16/1/2016). Untung melumpuhkan pelaku teror di Sarinah. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Untung Sangaji mendadak terkenal sejak aksinya melawan teroris di kawasan Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, pada Kamis 14 Januari 2014 lalu. Saat teror mengguncang Jakarta, AKBP Untung Sangaji tengah minum kopi bersama atasan, rekan, dan seorang bupati di sebuah kafe dekat lokasi ledakan.

"Padahal kami sudah masuk Starbucks, tapi karena nggak bisa ngerokok di sana, akhirnya kami pindah ke seberang," ujar Untung menceritakan posisinya saat ledakan terjadi.

Di saat tengah asyik menyeruput kopi, tiba-tiba Untung dan rekannya mendengar suara ledakan. mereka pun terkejut. "Kau amankan Bupati," ujar Untung sigap kepada rekannya, Ipda Tamat.

Mereka langsung berpencar. Tamat mengamankan bupati, sedangkan Untung mendekati sumber ledakan. "Kami dididik untuk mendekati sumber suara ledakan, bukan menghindarinya. Tapi Anda-Anda jangan menirunya," ujar Untung disambut tawa para hadirin di sebuah acara di Widya Graha LIPI, Jakarta, Jumat (22/1/2016).

Untung bergegas ke lokasi ledakan yang berada di pos polisi Jalan Thamrin. Ia melihat tiga orang terkapar di sana. Untung juga melihat ada tas hitam di tengah jalan.

"Saya sengaja merunduk, untuk melihatnya apakah itu bom atau apa," ujar Untung sembari menunjukkan fotonya yang mendekati tas hitam di samping pos polisi yang sudah hancur.

 



"Tolong...." ada suara dari dalam pos. Untung melihat seorang polisi terluka parah di dalam pos. Di wajah dan kaki kanan polisi itu, kata Untung, banyak paku dan baut menancap.

Melihat kejadian ini, Untung langsung bergerak. Dia menelepon atasannya dan meminta rekannya, Tamat, segera membentuk formasi. "Kami berpencar, saya mendekati seorang personel dengan rompi antipeluru dan senjata laras panjang," ujar Untung.

WNA Cium Tangan

Dia memerintahkan polisi berompi itu melindungi dirinya dan membantu melumpuhkan teroris. Namun polisi itu tidak mau. Tidak hilang akal, Untung meminjam rompi anti peluru personel tersebut.

Namun Untung mendapat jawaban, "jangan, Ndan, saya juga mau selamat," ujar Untung menirukan. Tak punya pilihan, meski tanpa rompi anti peluru, Untung mendekati target. Untung bersama Tamat pun baku tembak dengan teroris meski keduanya tidak menggunakan rompi antipeluru.

Setelah memastikan targetnya tidak bergerak, Untung bergegas menyelamatkan korban seorang warga negara asing (WNA).

"Saya lihat tangannya melambai dan saat saya pegang tangannya, dia mencium tangan saya, mungkin ucapan terima kasih. Saya yakin ia selamat, meski luka parah," ujar Untung. Dengan baju berlumuran darah, Untung memeriksa keadaan sekitar dan bantuan mulai berdatangan.

Untung kembali melanjutkan menyelamatkan para korban. Sementara polisi lain mulai mendekati pelaku teror yang sudah terkapar dan memeriksa hingga ke dalam gedung.

"Saya sudah seperti di film-film saja, teriak-teriak ambulans," kenang Untung. Meski aksinya itu disebut heroik, namun Untung masih menyimpan rasa kecewa terkait kejadian itu.

"Ini yang bikin saya kecewa, baju putih saya harus diambil sebagai barang bukti. Padahal baju putih itu pemberian istri saya. Tapi tak apa, saya punya 11 baju putih seperti ini," tutup Untung dengan tersenyum.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya