Liputan6.com, Jakarta - Seorang mantan anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) menceritakan kisahnya selama berada di Kalimantan sejak pindah 6 bulan lalu. Burhan, asal Jawa Barat, pindah ke Kalimantan bersama istri serta anaknya. Di tanah baru itu, mereka memiliki sepeda motor dan tanah seluas 4 hektar.
"Empat hektare di sana mah sedikit. Tapi dari 1 hektare lahan pertanian yang saya tanami mentimum, setiap panen 1,5 bulan saya bisa mendapatkan penghasilan Rp 15 sampai Rp 20 juta," kata Burhan.
Kini, dia dan 194 mantan Gafatar dari 11 kabupaten dan 4 kota di Jawa Barat, tinggal di balai milik Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, di Kota Cimahi. Sudah sepekan mereka menempati 3 balai tersebut. Mereka sebelumnya ditampung di Rumah Pelindungan dan Trauma Center Bambu Apus, Jakarta Timur.
Sambil menggendong buah hatinya yang berusia sekitar 2 tahun, Burhan menuturkan, sebenarnya dia bingung ketika harus kembali ke daerah asalnya.Â
Baca Juga
"Apa yang saya rasakan ketika harus pulang hari ini, ya tanpa perasaan. Pokoknya enggak bisa dijelaskan kata-kata," ucap dia seperti dikutip dari Antara, Selasa (2/2/2016).
Ia sangat berharap pemerintah bisa mengembalikan aset-aset miliknya senilai Rp 40-50 juta yang ditinggalkan di Kalimantan.
"Sekarang gimana mau mulai, aset semua di sana. Sekarang harus mulai lagi dari nol. Sebenarnya harapan saya sih bisa kembali ke Kalimantan. Toh, selama berada di sana masyarakatnya menerima saya dan keluarga dengan sangat baik. Tapi kalau memang tidak mungkin ya apa boleh buat," kata Burhan.
Lebih Murah
Tak jauh berbeda dengan Burhan, mantan anggota Gafatar asal Kabupaten Bogor, Amalia (33), juga mengaku bingung ketika harus kembali ke tempat asalnya.
Ibu 2 anak ini mengaku lebih senang menjalani kehidupannya di Kalimantan karena biaya hidup yang lebih murah. "Sekarang kami enggak punya uang. Mau berdagang, tapi enggak punya modal," ujar dia.
Selama berada di Kalimantan, Amalia bersama suaminya bertani dan menjadi nelayan. Kami sudah punya kemampuan bertani dan nelayan. Sudah punya aset juga," jelas dia.
Perbedaan biaya hidup yang jauh lebih murah di Kalimantan dengan Bogor juga menjadi alasan ia lebih memilih hidup di Kalimantan.
"Kalau di sana dulu uang Rp 10 ribu dapat 4 kilogram ikan kembung. Nah, di sini ikan kembung Rp 15 ribu setengah kilo," ucap Amalia. Tak jauh berbeda dengan Burhan, Amalia juga berharap pemerintah menepati janji menggantikan aset mereka.
Sementara itu, rekan mereka, Arif Pranowo asal Bekasi, merasa dihakimi media. Dia menilai pemberitaan tentang Gafatar sangat tidak berimbang.
Keluhan tersebut diutarakan langsung kepada Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saat mengunjungi mantan pengikut Gafatar ke Dinas Sosial Jawa Barat, di Kota Cimahi, Jumat 29 Januari.
"Tolong beritakan kami secara berimbang, selama ini berita yang beredar tentang kami negatif semua. Saya berharap bisa pulang ke kampung dengan kondisi tenang dan nyaman tanpa ada gangguan," kata dia.
Mengingat sebagian besar mantan pengikut Gafatar asal Jawa Barat yang hijrah ke Kalimantan berprofesi sebagai petani dan nelayan, ia berharap pemerintah bisa menfasilitasi mereka dengan menyediakan lahan untuk digarap.
Advertisement