Liputan6.com, Jakarta - Ketua MPR Zulkifli Hasan menghadiri pelantikan dan rapat kerja pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah Jambi periode 2015-2020.
Dalam kesempatan tersebut, Zulkifli mengingatkan para cendekiawan terkait beragamnya tantangan yang kini dihadapi Bangsa Indonesia, khususnya umat Islam.
"Kita harus menyadari tantangan kita di masa depan, terutama sekali dalam bidang politik dan ekonomi, semakin besar dan berat. Saat ini, sektor ekonomi makin berpengaruh kepada sektor politik," kata dia di Jambi, Rabu (2/3/2016).
"Harus kita sadari dalam konteks ekonomi, golongan umat Islam sedang dalam posisi bukan saja tidak diuntungkan. Tetapi nyata-nyata makin terpinggirkan, padahal umat Islam di Indonesia adalah umat mayoritas," sambung dia.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan, meskipun Bangsa Indonesia mayoritas muslim, tetapi tetap mendapat tantangan-tantangan yang bahkan cenderung negatif.
Di antaranya, lanjut Zulkifli, adanya umat Islam yang tidak toleran. Padahal, Bangsa Indonesia adalah negara paling toleran di dunia.
"Inilah di antara yang saat ini perlu menjadi perhatian utama kita, agar bisa memulai upaya nyata, demi bisa memberikan kontribusi signifikan dalam memperbaiki keadaan umat dan Bangsa Indonesia," kata dia.
"Upaya itu sangatlah penting dalam konteks untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," sambung Zulkifli.
Menurut Zulkifli, saat ini Bangsa Indonesia dihadapkan pada kenyataan adanya kesenjangan yang terlihat kontras, antara masyarakat miskin dan kaya.
"Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Dan yang berada pada posisi lemah itu, sekali lagi, adalah kebanyakan golongan umat Islam," kata dia.
Jika kondisi tersebut dibiarkan terus-menerus tanpa penyelesaian, kata Zulkifli, keadaan ini bisa menjadi bom waktu yang membahayakan keutuhan NKRI.
"Awalnya kita bangga Indonesia berhasil menjalankan demokrasi dan menjadi negara demokratis terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika dan India," ujar dia.
Baca Juga
Demokrasi Dibajak Kapitalis
Zulkifli menjelaskan, demokrasi dengan pengertian dasar umum kedaulatan di tangan rakyat, diharapkan bisa membuat rakyat mendapatkan kedaulatan.
"Namun, melihat fakta-fakta kesenjangan yang makin lebar itu, rasanya sudah saatnya kita melakukan evaluasi, dengan mengajukan pertanyaan, apakah sesungguhnya yang salah dengan pelaksanaan demokrasi kita?" kata dia.
Ketua Dewan Pakar ICMI ini menegaskan, biaya politik pada era demokrasi ini menjadi semakin mahal, padahal seharusnya tidak.
"Singkat kata, demokrasi telah dibajak oleh kaum kapitalis, sehingga yang terjadi kemudian adalah korporatokrasi. Melihat kenyataan tersebut, pertanyaan lanjutan yang perlu kita jawab bersama-sama adalah, mengapa golongan umat Islam yang mayoritas ini justru sangat rapuh?"
"Mengapa ini menjadi bagaikan buih di atas ombak lautan yang kelihatan sangat banyak, tetapi kemudian hancur dan hilang tanpa bekas?" sambung Zulkifli.
Karena itu, dia mengingatkan, isu terpenting dan strategis yang harus diperjuangkan bersama saat ini adalah mewujudkan kedaulatan, keadilan, dan kemakmuran yang sesungguhnya. Sebab ini bagian dari visi terpenting dalam Pembukaan UUDÂ NKRI 1945.
"Kedaulatan dalam konteks ini bisa dibagi menjadi 2, yakni kedaulatan negara dan juga kedaulatan rakyat yang ada di dalamnya. Prasyarat sebuah negara adalah kedaulatan," tegas dia.
Zulkifli menambahkan, jika sebuah negara tidak memiliki kedaulatan, maka keberadaan negara sesungguhnya menjadi semu. Lalu, jika kedaulatan negara rapuh, semua yang ada di dalam negara itu akan rapuh juga.
"Selain itu, keberadaan negara memiliki fungsi dalam memberikan keadilan dan kemakmuran bagi rakyatnya," pungkas Zulkifli.