Ini Kronologi Penyuapan Kasus Bank Banten Menurut Jaksa KPK

Komisaris Utama PT BGD dalam persidangan mengatakan selama ini ada tekanan terhadap Dirut PT BGD.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 03 Mar 2016, 00:36 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2016, 00:36 WIB
20151202- Ricky Tampinongkol-Jakarta- Helmi Afandi
Direktur PT Banten Global Development, Ricky Tampinongkol usai menjalani pemeriksaan KPK, Jakarta, Rabu (2/12/2015). Ricky Tampinongkol adalah satu dari 8 orang yang tertangkap OTT oleh penyidik KPK di kawasan Serpong. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Serang - Sidang kasus dugaan suap pembahasan APBD Banten tahun 2016 yang di dalamnya terdapat poin pembentukan Bank Banten digelar di Pengadilan Tipikor Serang, Banten.

Dalam sidang tersebut, terungkap alur permufakatan jahat dari anggota Badan Anggaran (Banggar) dan pimpinan DPRD Provinsi Banten melalui surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

Sidang kasus dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT Banten Global Development (BGD), Ricky Tampinongkol pada Rabu (2/3/2016), sejumlah saksi dihadirkan.

"Saya cuma terima permintaan uang buat jamuan, saya berikan," kata Manajer Keuangan PT Banten Global Developmen (BGD) Miriam Budiarti, saat memberikan kesaksian dalam persidangan.

Dalam surat dakwaan JPU KPK Nomor: DAK-05/24/02/2016 tertulis bahwa pada 13 November 2015, Ricky Tampinongkol dihubungi anggota DPRD Banten dari PDIP, FL Tri Satrya Santosa yang menyampaikan adanya kunjungan kerja 40 anggota Banggar ke DPRD Provinsi Jawa Tengah.

Untuk itu, FL Tri Satrya Santosa meminta bantuan uang kepada Ricky Tampinongkol. Pada hari yang sama, disiapkan uang masing-masing sebesar Rp 1,5 juta.

Lalu pada Sabtu, 14 November 2015, FL Tri Satrya bersama sopirnya mendatangi kantor PT BGD menggunakan mobil pelat F 1805 CH untuk mengambil uang tersebut. Kemudian dibawa ke Hotel Crowne, Kota Semarang untuk dibagikan kepada anggota banggar pada tanggal 15-17 November 2015

"Memang selama ini ada tekanan kepada Direktur PT BGD, saya tahu itu dan saya sudah bilang jangan dikasih," kata Komisaris Utama PT BGD, M Zulkarnaen, saat memberikan kesaksian.

Kemudian uang hasil 'pungutan' tersebut dibagikan oleh FL Tri Satrya Santosa pada 15 November 2015 bersama Eli Mulyai, Tb Luay Sofhani dan Eka Septiawan yang berkumpul di kamar Eli, kemudian membagikan uang suap yang masing-masing anggota Banggar mendapatkan Rp 1,5 juta dari BGD lalu ditambah Rp 1 juta dari tim anggaran pemerintah daerah (TAPD). Sedangkan pimpinan DPRD masing-masing mendapatkan Rp 4 juta.

"Saya tidak mengetahui (proses suapnya). Saya cuma tahu memang ada tekanan. Kita akan benahi ke depannya dan mengacu ke undang undang tentang penganggaran, semuanya akan dilakukan secara laporan berkala per bulan, per semester dan per tahun," terang purnawirawan polisi Jenderal bintang satu ini.

Jaksa Penuntut Umum KPK menjelaskan, berdasarkan pemeriksaan pada 29 November 2015, FL Tri Satrya menghubungi Ricky Tampinongkol, selaku Dirut PT BGD guna meminta uang untuk diberikan kepada 6 pimpinan fraksi DPRD Banten yang isinya masing-masing Rp 10 juta dalam 6 amplop. Lalu ada 1 amplop berisikan US$ 1.000.

Uang tersebut akan digunakan FL Tri Satrya Santosa untuk 'membungkam' anggota DPRD Banten saat rapat paripurna penetapan APBD Banten tahun anggaran 2016 yang berisikan pemberian dana kepada PT BGD untuk mendirikan Bank Banten.

"Selasa 1 Desember 2015 sekitar pukul 13.00 terjadi pertemuan antara Ricky Tampinongkol, FP Tri Satrya Santosa, dan Sri Mulya (SM) Hartono di Restoran Istana Nelayan, Serpong, Tangerang. Kemudian petugas KPK datang dan melakukan penangkapan," kata Jaksa KPK Haerudin.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya