Liputan6.com, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan dokter Indra S sebagai tersangka atas dugaan peredaran vaksin palsu di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Harapan Bunda, Kramat Jati, Jakarta Timur. Pengacara dr Indra, Fahmi M Rajab mengklaim vaksin diduga palsu tersebut diperoleh dari sales berinsial S.
"Dia dapatkan itu dari sales berinisial S. Untuk harganya, kami belum tahu," kata Fahmi di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (18/7/2016).
Menurut dia, kliennya sempat kekurangan stok vaksin pada Januari 2016. Oleh karena itu, dr Indra mencari sendiri stok vaksin dari sejumlah sales yang menawarkan.
Advertisement
Selama mencari vaksin, dr Indra sama sekali tidak mengecek keaslian vaksin. Fahmi berkilah, hal itu bukanlah kewajiban dari seorang dokter.
"Karena itu bukan kewajiban dokter untuk lihat palsu apa enggak. Indra sebelum dapat vaksin itu, ditanya juga. Pada Januari ada kekosongan vaksin. Ada beberapa pasien yang cari vaksin ke dokter Indra. Tapi ada kekosongan," ujar Fahmi.
Dia mengatakan dr Indra hanya menanyakan ke sales yang menawarkan vaksin soal keasliannya. "Dokter Indra mencari sales yang dari perusahaan yang biasa menyuplai obat. Dokter Indra sempat menanyakan, ini asli atau enggak. Ini asli katanya (sales)," ujar Fahmi.
Baca Juga
Cara Bedakan Vaksin
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Polisi Agung Setya mengatakan ada cara mudah untuk membedakan vaksin yang asli dan palsu.
Caranya, dengan membandingkan harga kedua vaksin itu. Harga vaksin asli biasanya dibanderol Rp 900 ribu, sedangkan yang palsu hanya Rp 300 ribu.
Namun, Fahmi membantah kliennya kecolongan ketika membedakan mana vaksin yang asli mana yang palsu. Menurut dia, dr Indra hanya ingin memenuhi permintaan pasien sedangkan stok vaksin sudah tidak ada.
"Saya belom ke sana arahnya (harga vaksin). Permasalahannya kan (stok vaksin) kosong. Karena ada kebutuhan dari pasien," ucap.
Berdasarkan pengakuan dr Indra, Fahmi menjelaskan kelangkaan vaksin palsu di RSIA Harapan Bunda terjadi pada Januari 2016. Sehingga kliennya berinisiatif mencarikan vaksin untuk permintaan pasien.
"Februari dokter Indra mencari karena ada kebutuhan pasien. Baru dapat vaksin itu. Dia gunakan ke pasien-pasiennya," imbuh dia.
Sebelumnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menetapkan tiga dokter sebagai tersangka atas kasus dugaan pemalsuan vaksin. Mereka adalah dokter AR, H, dan I.
Total tersangka atas kasus ini berjumlah menjadi 23 orang. Ke-23 tersangka itu terdiri dari enam produsen, sembilan distributor, dua pengumpul botol bekas, satu pemalsu label, dua bidan, dan tiga dokter.
"Kami sudah tetapkan 23 tersangka. Ada penambahan kemarin tiga (orang). Terdiri dari beberapa peran," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Pori, Brigjen Agung Setya Adi Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat 15 Juli 2016 lalu.