Liputan6.com, Bekasi - Pihak Rumah Sakit Hosana Medica, Jalan Pramuka, Sepanjang Jaya, Rawalumbu, Kota Bekasi, Jawa Barat mengadakan pertemuan bersama puluhan orangtua pasien yang terindikasi mendapat vaksin palsu. Pertemuan yang digelar di ruang auditorium lantai 4 rumah sakit tersebut, dihadiri Direktur RS Hosana Medica, Erik Maruapey. Ia didampingi dokter spesialis anak, Dwi Fiona.
Mereka mengakui jika pihaknya telah membeli vaksin palsu dari CV Azka Medika, dalam rentang waktu 22 September 2015 hingga 13 April 2016. Adapun vaksin yang dibeli dari CV Azka tersebut adalah vaksin jenis ATS (Anti Tetanus Serum) dan vaksin jenis Tuberkulin.
"Kami pihak RS Hosana Medika melakukan pemesanan vaksin selama rentang waktu enam bulan, dari Bulan September 2015 hingga tanggal 13 April 2016," ucap Erik di RS Hosana Medica, Bekasi, Senin 18 Juli 2016.
Advertisement
"Dari delapan jenis vaksin palsu yang diumumkan oleh Kementerian Kesehatan, RS Hosana Medica menggunakan dua jenis vaksin palsu. Yakni, ATS, dan tuberculin," ia menambahkan.
Atas kelalaian itu, Erik pun menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat, khususnya orangtua pasien yang menjadi korban vaksin palsu.
"Kami sangat prihatin dan sangat terpukul oleh kenyataan adanya vaksin palsu ini. Pelayanan kami terhadap pasien dinodai oleh kenyataan data dan fakta yang ada oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, dan membiarkan vaksin ini beredar sehingga mencederai tujuan dan fungsi pelayanan kami," ujar Erik.
RS Hosana Medika juga mengaku siap menerima sanksi apa pun yang akan diberikan oleh Kementerian Kesehatan.
Namun ia mengungkapkan kekecewaannya kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atas kelalaian yang ada. Karena menurut dia, BPOM bertanggung jawab terhadap keamanan, khasiat, dan mutu vaksin yang beredar. Serta tidak berjalannya pengawasan secara berkesinambungan terhadap vaksin palsu.
Siap Terima Sanksi Kemenkes
"Kita siap menerima apa pun sanksi yang diberikan Kemenkes, jika kita terbukti terlibat," Erik menjelaskan.
Dari hasil pertemuan pihak RS Hosana Medica dengan para orangtua bocah yang terindikasi mendapat vaksin palsu, disepakati sembilan poin. Di antaranya akan melakukan vaksin ulang terhadap anak yang terindikasi vaksin palsu. Serta membebaskan biaya vaksin ulang, serta medical check up dan konsultasi gratis di poli anak.
"Dengan ini kami akan bertanggung jawab dalam segala pelayanan. Termasuk melakukan vaksin ulang secara gratis kepada bayi dan balita dari orangtua pasien yang terindikasi vaksin palsu. Hal ini kami mencatat sedikitnya ada 98 orang yang terindikasi vaksin palsu, dari total keseluruhan 186 periode September 2015 hingga tanggal 13 April 2016," ia memungkasi.
Sementara itu pihak Rumah Sakit Multazam Medika di Jalan Jatimulya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, memilih bungkam pascaterungkapnya 14 RS yang menggunakan vaksin palsu.
Sejumlah awak media, khususnya pewarta televisi nasional yang hendak mengonfirmasi dugaan vaksin palsu pun tidak diperkenankan untuk mengambil gambar. Alasannya sederhana, RS Multazam menganggap kasus tersebut tidak patut untuk dibesar-besarkan.
"Semuanya sudah tertangani. Tidak perlu ambil gambar. Itu aja, itu perintah direksi," ucap Kepala Humas RS Multazam, Iis, Senin 18 Juli 2016.
DPR Pertanyakan Limbah RS
Adapun DPR melalui Komisi IX mendesak agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) segera membuat kembali regulasi soal limbah rumah sakit. Hal itu perlu dilakukan lantaran beredarnya vaksin palsu yang ditemukan berasal dari limbah rumah sakit.
"Makanya di dalam rekomendasi kami, kami meminta Kemenkes bersama Kementerian Lingkungan Hidup duduk bersama mengevalusi kebijakan ini. Kalau perlu Kemenkes membuat organisasi baru untuk menampung limbah itu," ujar Ketua Komisi IX Dede Yusuf di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin 18 Juli 2016.
Dede menyampaikan, awalnya regulasi soal limbah itu sudah ada. Namun di tahun 2013 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) meminta penghancuran limbah rumah sakit ditiadakan. Sebab dianggap menimbulkan polusi udara.
Sejak saat itu, lanjut politikus Partai Demokrat ini, tidak ada lagi payung hukum untuk menghancurkan limbah maupun obat-obatan dari rumah sakit.
"Kemenkes harus bertanggung jawab, bisa saja melalui Bio Farma atau direktoratnya. Harus tuh buat menghancurkan limbah," ujar dia.
Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat ini menjelaskan, limbah rumah sakit tidak hanya melulu soal vaksin, limbah rumah sakit bisa berupa botol infus, botol ampul, suntikan bahkan sampai bungkus obat.
"Ke depan jangan sampai ada ditemukan infus palsu atau ampul palsu. Jadi harus ada yang bertanggung jawab soal penghancuran limbah rumah sakit ini," Dede Yusuf menandaskan soal keterkaitan limbah rumah sakit dengan vaksin palsu.