Liputan6.com, Jakarta - Testimoni Freddy Budiman yang disampaikan Koordinator Kontras Haris Azhar menyeret 3 institusi sekaligus, BNN, Polri, dan TNI. Mereka pun langsung investigasi internal terkait kemungkinan adanya keterlibatan oknum dalam bisnis narkoba.
Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso mengatakan, sampai saat ini dirinya merasa belum perlu dibentuk tim independen untuk mengusut hal ini. Terlebih Presiden Joko Widodo atau Jokkowi sampai harus turun langsung.
"Intinya belum perlu karena kita susah nanti pembuktian perkembangannya nanti," kata Buwas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis 4 Agustus 2016.
Meski begitu, bila dalam perjalanan kasus ini perlu ada perbaikan dan pendalaman, bukan tidak mungkin tim independen dibentuk. Semua tergantung perkembangan kasus ini. "Bilamana nanti ada kesulitan supaya fair kita perlu ada tim independen mungkin ya," imbuh dia.
Pada dasarnya, Buwas menyerahkan kepada presiden. Karena pada prinsipnya, kasus ini digulirkan untuk kebutuhan keterbukaan informasi. "Tapi terserah, bagi saya sendiri sih bebas. Kan kita bukan ingin menutupi kita ingin terbuka juga ingin segera terbukti," kata dia.
Dalam kesempatan itu, Buwas juga menanggapi meme yang di dunia maya antara Koordinator Kontras dan dirinya. Meme itu menggambarkan 2 pernyataan sama tapi beda penanganan.
Buwas meyakinkan dirinya dengan gamblang menyatakan ada oknum aparat yang juga ikut bermain bisnis narkoba. Adanya oknum merupakan keniscayaan di setiap institusi. "Contoh saja, kalau di dalam BNN ini tidak bersih, begitu kita akan melakukan kegiatan, pasti dibocorkan pada sasaran, pasti bocor," kata Buwas.
Karena itu, Buwas selalu berupaya untuk membereskan internal BNN. Sebagai bukti dari pernyataannya itu, sudah ada oknum petugas yang dipecat. "Buktinya kan sudah ada enggak perlu ditanya lagi, dari BNN kemarin ada, terbukti kita copot," ujar Buwas.
Hal serupa juga dilakukan baik Polri maupun TNI. Mereka langsung menindak para oknum yang terbukti terlibat. "Oh enggak, enggak ada kaitannya, tapi berkaitan dengan narkoba iya, tapi dengan jaringan ini (Freddy) enggak," pungkas Buwas.
Haris Tepis Dugaan
Advertisement
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Hariz Azhar menepis anggapan dirinya baru membongkar kasus ini dengan motif tertentu.
"Bukan mengungkap sekarang, pernah mencoba mencari pledoi Freddy Budiman dan mencari pengacaranya. Pledoi tidak diberikan oleh Pengadilan Jakarta Barat. Di website juga tak ditemukan putusan itu," ucap Haris di Jakarta, Kamis 4 Agustus 2016.
Dia pun mengungkapkan, jika mendapatkan pledoi dan putusan dari PN Jakbar sebagai bentuk verifikasi ceritanya akan lain. "Kalau saya dapat, mungkin akan berubah. Ini menunjukkan ada yang salah keterbukaan informasi, dari sistem di peradilan," tutur dia.
Haris menduga, jika putusan tentang Freddy baru dimuat tahun 2016 dan bukan tahun 2012. "Pledoi dan putusan tak ada nama-nama itu, baru di upload sekarang. Saya sudah buktikan melalui forensik digital. Jika kita menggunakan engine searching tahun 2012 tidak didapat. Tapi jika dicari secara spesifik, engine searching 2016 baru didapat. Itu putusannya berarti baru di upload 2016," ungkap dia.
"Saya curiga itu putusan di upload saat tulisan saya naik di sosial media," kata Haris.
Sebelumnya, Haris Azhar mengunggah tulisan yang berjudul 'Cerita Busuk dari seorang Bandit: Kesaksian bertemu Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan (2014)' ke media sosial . Tulisan itu berisi curhatan Freddy.
Kepada Haris, Freddy mengaku telah memberikan uang ratusan miliar rupiah kepada penegak hukum di Indonesia untuk melancarkan bisnis haramnya di Tanah Air.