Di Mana Roket yang Disiapkan Teroris untuk Serang Singapura?

Polisi menangkap terduga teroris yang berencana melakukan serangan ke Singapura menggunakan roket.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 06 Agu 2016, 12:43 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2016, 12:43 WIB
Kapolri Jenderal Tito Karnavian
Kapolri Jenderal Tito Karnavian. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Yogyakarta - Polisi menangkap terduga teroris yang berencana melakukan serangan ke Singapura menggunakan roket. Di mana kah roket yang disiapkan untuk meledakkan Marina Bay itu?

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan, sampai saat ini polisi belum menemukan adanya roket yang telah dibuat para terduga teroris. Mereka sudah ditangkap lebih dulu sebelum berhasil membuat roket itu.

"Sampai saat ini belum berhasil (membuat roket), belum ada serangan roketnya seperti apa," ujar Tito di Asri Medical Center (AMC) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (6/8/2016).

Ia menambahkan, selama dua hari terakhir pihaknya telah melakukan menangkap sembilan terduga teroris. Enam di Batam dengan GRD sebagai pimpinan dan 3 orang lagi di Palu.

Tiga orang yang ditangkap di Palu, jelas Tito, berkaitan dengan Santoso sebagai penyuplai kebutuhan dan mendukung operasi yang dilakukan Santoso.

"Mereka sudah dibawa ke Jakarta dan diperiksa," kata Tito.

Kelemahan UU Terorisme

Sementara itu, Tito juga menyoroti kelemahan UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Antara lain tidak menyebutkannya pencegahan dan tidak menjelaskan soal rehabilitasi teroris pasca-menjalani hukuman.

Selain itu, UU tersebut juga tidak mengakomodasi persoalan amaliyah dan ISIS, padahal banyak orang Indonesia yang belajar ke luar negeri untuk memperdalam kemampuan memegang senjata dan berjihad.

"Apa perlu ada kriminalisasi masuk ke pasal baru dalam hal ini?" ucap Tito.

Ia menilai, UU ini juga memerlukan aturan soal perlindungan hak asasi manusia (HAM) karena kewenangan yang terlalu besar akan menyimpang.

Tito mengungkapkan, UU tersebut dibuat setelah Perppu No. 1 Tahun 2002 dan mengacu pada aturan itu. Perppu dibuat karena desakan dalam dan luar negeri pasca-tragedi bom Bali 2002 dan hanya berisi dua hal besar, yakni mengkriminalisasi perbuatan yang sudah ada di KUHP menjadi lebih detail dalam pasal dengan ancaman diperberat serta hukum acara dipermudah sehingga kasus bom Bali bisa diungkap.

"Misalnya terorisme itu perilaku pembunuhan yang masif dan menjadi teror, kalau di KUHP hanya tindak pidana pembunuhan," ungkap dia.

Tito berharap UU Terorisme bisa segera direvisi dan disesuaikan dengan perkembangan saat ini.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya