Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso. Agenda sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan saksi dan ahli terkait kopi sianida Mirna.
Irjen Tito Karnavian, Kapolda Metro Jaya saat itu, menyebut kasus yang ditangani penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum sebagai zona perang intelektual.
Tidaklah salah bila mengingat berkas yang dilayangkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kerap dikembalikan. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya saat itu -- Kombes Krishna Murti, terbang ke Australia untuk mencari latar kehidupan Jessica yang sudah 7 tahun menetap di Negeri Kanguru tersebut.
Advertisement
Butuh waktu enam bulan untuk meyakinkan Jaksa Penuntut Umum bahwa berkas penyelidikan dan penyidikan layak untuk maju ke meja hijau. Gayung bersambut, setelah empat kali berkas wara-wiri serta ditambah dokumen catatan pelanggaran Jessica di Australia, jaksa akhirnya menerima kasus yang menyedot perhatian masyarakat itu.
Bahkan Kepala Bidang Kimia dan Biologi Pusat Laboratorium Forensik Polri Kombes Nursamran Subandi menilai, peracun Mirna cukup pintar dan mengenal karakteristik sianida yang larut di air dingin.
"Jadi pelaku ini cukup smart, Yang Mulia. Pelaku ini pintar," kata Nursamran saat memaparkan bukti ilmiah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 4 Agustus 2016.
Dalam perjalanan sidang, Menteri Kehakiman Australia Michael Keenan menyetujui pemindahtanganan dokumen AFP terkait catatan pelanggaran dan hasil sadapan surat elektronik dan pesan singkat Jessica Wongso.
Isi Dokumen Polisi Australia
Dokumen yang didapatkan oleh ABC 7.30--program TV nasional Australia-berisi laporan intelijen polisi rahasia yang merinci adanya empat kali percobaan bunuh diri oleh Jessica hingga ia memerlukan perawatan.
Dalam dokumen itu juga disebut Jessica pernah melakukan perilaku yang mengancam rekan kerjanya, mengalami kecelakaan akibat alkohol, dan menjadi korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh mantan kekasihnya.
Selain itu, dokumen tersebut juga menyebut bahwa Jessica diduga melakukan vandalisme, tapi tak ada cukup bukti untuk menuntutnya. Tak hanya itu, terdapat pesan singkat (SMS) bernada mengkhawatirkan yang dikirim Jessica kepada teman dan rekannya.
Akibat ulahnya itu, muncul ide Jessica untuk keluar dari Negeri Kanguru tersebut. Hal itu dia lakukan agar terhindar dari jeratan hukuman dan denda 15 ribu dolar Australia atau setara Rp 150,2 juta.
"Aku bisa memakai uang itu untuk liburan yang epik. Memiliki lisensi (SIM) baru di mana saja tempat ayahku memiliki kekuasaan. Daripada memberikan uang kepada para polisi bodoh," isi pesan singkat itu seperti dikutip dari ABC, Selasa 9 Agustus 2016.
Dalam pesan lain Jessica menulis, "Aku ditekan lagi dan aku akan memberontak lagi."
Selain SMS, terdapat e-mail yang dikirim oleh Jessica ke seorang rekannya di Australia tiga minggu setelah ia menjadi tersangka pembunuhan.
"Aku pergi ke luar negeri karena orang-orang terus menggangguku dan orang tertentu membuatku terus berada dalam kesulitan," tulis Jessica.
"Aku tak yakin apa yang telah kulakukan sehingga aku menerima semua ini."
"Namun itu tak berakhir di sana. Bahkan ketika di luar negeri dan jauh dari semua orang, aku masih mengalami persoalan. Jadi sekali lagi. Aku kalah dalam pertempuran," tulis Jessica.
Akankah dokumen-dokumen tersebut menjadi petunjuk perjalanan sianida di kopi Mirna?
Advertisement