Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti fakta yang terungkap dalam sidang Doddy Aryanto Supeno dalam kasus dugaan suap pengajuan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. KPK akan mendalami keterangan eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Aburrachman, yang menjadi saksi dalam sidang tersebut.
Pada kesaksiannya, Nurhadi mengaku merobek dua dokumen, sebelum tim KPK menggeledah rumahnya. Berkas yang dimaksud adalah perkara Bank Danamon.
"Itu nanti biar dikroscek penyelidik kita yang pada waktu itu melakukan penggeledahan," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa (16/8/2016).
Namun, dia mengaku tak tahu detail dokumen yang disobek Nurhadi itu. Yang jelas, lanjut dia, KPK memang menemukan robekan kertas yang ditengarai merupakan berkas perkara saat penggeledahan.
"Ya saya, saya tidak tahu, detailnya saya tidak tahu," ujar Agus.
Sebelumnya, dalam persidangan Doddy, Nurhadi mengaku telah menyobek dua dokumen dalam amplop yang berbeda. Keduanya merupakan foto copy berkas tanpa nama pengirim.
Namun, dia membantah telah menyobek berkas itu karena penyidik KPK akan menggeledah kediamannya, di Jalan Hang Lekir, Jakarta Selatan.
Advertisement
Menurut dia, dua dokumen itu disobek pada 19 April 2016 malam. Sementara KPK menggeledah kediamannya pada 20 April 2016.
"19 April 2016 pada saat itu Rabu. Saya pulang kerja sekitar pukul 20.00 WIB di meja lantai dua ada dua dokumen beramplop cokelat. Satu tebal, satunya lagi tipis," kata Nurhadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 15 Agustus 2016.
Dia mengaku tak mengetahui pengirim berkas itu. Dia membaca sepintas dokumen-dokumen tersebut. Dari situlah dia tahu dokumen itu merupakan berkas perkara Bank Danamon.
Kemudian, dia merobek kedua dokumen tersebut dan membuangnya ke tong sampah.
Pada kasus dugaan suap pengajuan PK di PN Jakpus ini, Nurhadi Abdurrachman sudah dicegah ke luar negeri bersama dua orang lainnya, yakni Royani yang disebut-sebut sebagai sopir sekaligus ajudan Nurhadi dan Chairman PT Paramount Enterprise International sekaligus eks Presiden Direktur Lippo Group, Eddy Sindoro. Pencegahan dilakukan karena Nurhadi, Eddy serta Royani ditengarai kuat terlibat dalam kasus ini.
Sementara salah satu tersangka, yakni Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga Doddy Aryanto Supeno, sudah menjalani sidang di Pengadilan Tipikor sebagai terdakwa. Sementara tersangka lain, Panitera/Sekretaris PN Jakpus, Edy Nasution masih menjalani pemeriksaan di KPK untuk pelengkapan berkas.
Doddy didakwa memberi suap Rp 150 juta kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution. Uang Rp 150 juta tersebut diberikan agar Edy menunda aanmaning atau peringatan eksekusi terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan menerima pendaftaran PK PT Across Asia Limited (AAL). Padahal, waktu pengajuan PK tersebut telah melewati batas yang ditetapkan undang-undang.
Doddy yang juga Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga itu didakwa melakukan penyuapan secara bersama-sama dengan pegawai PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti, Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Internasional Ervan Adi Nugroho, dan Chairman PT Paramount Enterprise Internasional sekaligus eks Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro.