KPK Sebut Hanya Sepertiga Perusahaan Kehutanan Riau Bayar Pajak

Hariadi menyebutkan, persoalan ini kian berlarut karena tidak jelasnya data perizinan perusahan.

oleh M Syukur diperbarui 25 Agu 2016, 04:02 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2016, 04:02 WIB
kebakaran hutan riau
(M Syukur/Liputan6.com)

Liputan6.com, Riau - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan hanya sepertiga perusahaan kehutanan dan perkebunan di Provinsi Riau yang taat membayar pajak kepada negara.

Hal ini diungkapkan Tim Pakar Koordinasi dan Supervisi (Korsupgah) Penyelamatan Sumber Daya Alam (PSDA) KPK Hariadi Kartodiharjo usai diskusi publik pencegahan dan pemberantasan kebakaran hutan dan lahan di Pekanbaru, Rabu 24 Agustus 2016.

Dia menyebutkan, sepertiga tersebut merupakan total dari 400 lebih perusahaan yang memiliki izin di Riau. Dan jumlah itu disebutnya hanya data resmi, sementara yang tidak resmi tidak terdata.
 
"Ini data dari Kanwil pajak, hanya 1/3 perusahaan di Riau yang bisa ditarik pajaknya," ungkap Hariadi.
 
Hariadi menyebutkan, persoalan ini kian berlarut karena tidak jelasnya data perizinan perusahan. Sebab, dalam syarat sebagai wajib pajak, ada hal yang belum dilengkapi perusahaan.

Data perusahaan yang diduga sebagai pengemplang pajak tersebut sebelumnya diperoleh KPK dari Pansus monitoring dan perizinan lahan DPRD Riau. Selanjutnya diklarifikasi KPK, dan menemukan sepertiga perusahaan sebagai pengemplang pajak.

"Yang penting paling tidak awal 2017 Kanwil Pajak bisa memastikan 80 persen perusahaan (terdata dan membayar pajak)," tegas dia.

Selain membahas pajak perusahaan, diskusi yang berlangsung di Gedung Lembaga Adat Melayu Riau ini juga membahas standar operasi petugas saat melakukan pemadaman kebakaran hutan dan lahan.

Dalam kesempatan itu, akademisi sekaligus pengamat lingkungan Universitas Riau, Adnan Kasri mendesak pemerintah untuk mengevaluasi standar operasi petugas saat melakukan pemadaman Karhutla.

Menurut dia, pemadaman perlu standar operasional yang baik. Pasalnya selama ini dia menilai, ada personel yang bertugas memadamkan api jauh dari pengamanan.

"Ini bukan masalah kecil," kata Adnan menanggapi gugurnya seorang prajurit TNI Pratu Wahyudi, anggota dari Detasemen Artileri Pertahanan Udara Rudal-004 Dumai yang tergabung dalam Satgas Karhutla Riau saat memadamkan api.

Adnan menekankan, pemerintah harus sadar bahwa prajurit yang melakukan pemadaman adalah manusia.

"Mereka harus dilengkapi dengan peralatan yang memadai seperti tabung oksigen, pakaian standar pemadam kebakaran, alat komunikasi di dalam hutan dan lainnya," tegas Adnan.

Selain itu, ia juga mengatakan pemerintah harus menyiapkan petugas kesehatan selama petugas melakukan operasi penanggulangan kebakaran.

"Tidak hanya TNI, seluruh personel seperti polisi, Manggala Agni dan masyarakat menurutnya juga harus mendapat perlakuan standar operasi yang sama," kata Adnan.
 
Menurutnya pemerintah dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) harus segera mengevaluasi secara menyeluruh sebelum jatuh korban lagi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya