Kriminolog Kubu Jessica: Fisiognomi Tak Bisa Tentukan Penjahat

Selain fisiognomi, Otto juga menanyakan teori tentang gestur yang biasa digunakan ahli kriminologi.

oleh Yusron Fahmi diperbarui 20 Sep 2016, 01:50 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2016, 01:50 WIB
20160919- Sidang ke-22 Jessica Kumala Wongso -Jakarta- Helmi Afandi
Jessica Kumala Wongso berjalan menuju kursi saat sidang ke-22, kasus kematian Mirna Wayan Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (19/9). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Kubu terdakwa Jessica Kumala Wongso menghadirkan ahli kriminologi, Eva Achjani Zulfa dalam sidang ke-22 kasus pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin.

Dalam persidangan ini, kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) itu ditanyai soal fungsi ilmu membaca karakter ‎melalui wajah atau fisiognomi.

Pertanyaan itu dilontarkan oleh pengacara Jessica, Otto Hasibuan. Pengacara kondang itu menanyakan, apakah fisiognomi mampu dijadikan sebagai alat untuk menetapkan seseorang sebagai penjahat dalam suatu kasus kriminal.

"Apakah menurut saudara ahli, fisiognomi sebagai satu-satunya alat untuk menetapkan penjahat?" tanya Otto dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin 19 September 2016.

Pertanyaan itu dijawab dengan mantap oleh Eva. Menurut dia, fisiognomi tidak dapat digunakan untuk menetapkan penjahat. Fisiognomi hanya digunakan sampai pada tahapan untuk menggambarkan bahwa orang yang dimaksud berpotensi melakukan tindak pidana.

"Hanya menggambarkan potential offended, orang yang punya potensi melakukan kejahatan, yang katakanlah melanggar hukum," ucap Eva.

Selain fisiognomi, Otto juga menanyakan teori tentang gestur yang biasa digunakan ahli kriminologi.

Menurut Eva, tidak ada larangan bagi kriminolog untuk berbicara tentang gestur dan menggunakannya untuk meneliti seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Namun, seorang kriminolog harus dibantu ahli psikologi yang memahami tentang gestur.

Otto lantas menanyakan apakah ahli kriminologi dapat menggunakan analisa gestur yang bukan merupakan keahliannya.

"Validitas atau hasil riset dari penelitian itu kalau bukan penguasaan kita terhadap suatu teori, hasilnya akan dipertanyakan," jawab Eva.

Pada persidangan sebelumnya, Kriminolog UI yang dihadirkan kubu JPU, Ronny Nitibaskara memaparkan soal karakter Jessica ‎menggunakan analisis gestur dan fisiognomi.

Ronny saat itu memaparkan bahwa sejak Jessica dan Mirna bertemu sudah terlihat jarak di antara mereka. Saat itu, Ronny membaca gestur Mirna bahwa dirinya memperlihatkan ketidaknyamanan terhadap Jessica.

Sidang kasus pembunuhan Mirna dengan terdakwa Jessica terus bergulir di PN Jakarta Pusat. Sidang telah berlangsung hingga 22 kali.

Sejauh ini, belum ada satu pun saksi maupun ahli yang menyatakan secara jelas bahwa Jessica yang memasukkan racun sianida ke gelas es kopi Vietnam yang diminum Mirna.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya