Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah dana diduga mengalir ke oknum pejabat Bulog dalam kasus beras oplosan yang diungkap Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri. PT DSU yang menerima ratusan ton beras bersubsidi dari Bulog diduga tidak berizin.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Agung Setya mengungkapkan PT DSU melanggar Peraturan Menteri Pedagangan, Peraturan Menteri Pertanian terkait pengaturan distribusi cadangan beras pemerintah.
PT DSU, sambung Agung, tidak sendirian. Ia menduga ada kongkalikong antara PT DSU dengan Bulog dalam mendapatkan jatah distribusi beras bersubsidi.
Advertisement
"Itu sedang ditelusuri. Kalau memang ini menyangkut arus barang, arus barangnya akan kita dalami di situ. Kemudian terkait arus uang, nanti kita lihat," ungkap Agung di Bareskrim Mabes Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (19/10/2016).
Tak hanya aliran uang, Agus mencurigai ada sejumlah dokumen yang dipalsukan terutama yang berkaitan dengan perizinan PT DSU yang dianggap layak mendapat beras bersubsidi. Oleh karenanya, dugaan ini tak lepas dari penelusuran penyidik.
"Ya sebenarnya dokumen yang digunakan karena itu tidak sesuai dengan ketentuan ya," kata Agung.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menetapkan lima orang sebagai tersangka atas kasus beras oplosan atau mafia beras yang terungkap di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur.
Kelima tersangka yakni Kepala Bulog Divisi Regional DKI-Banten (sebelumnya disebut Kepala Bulog DKI-Banten) Agus Dwi dan empat lainnya merupakan distributor beras yang memperoleh beras Bulog secara tidak resmi atau ilegal.
"Tersangka inisial AD, TID, SAA, CS, dan J. Tersangka ini ditangkap di tempat yang berbeda," kata Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komjen Ari Dono Sukmanto dalam pesat tertulisnya di Jakarta, Kamis 13 Oktober 2016.