Liputan6.com, Jakarta - Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, tersangka penyebar isu rush money berinisial AR (31 tahun) membuat surat pernyataan memohon maaf. Dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
"Tersangka AR membuat surat pernyataan penyesalan, minta maaf dan tidak akan mengulanginya lagi. Surat pernyataan itu dibuatnya sendiri," kata Boy di Jakarta, yang dikutip dari Antara, Sabtu (26/11/2016).
Di dalam surat pernyataan tersebut, menurut dia, AR telah mengakui bahwa akun media sosial facebook dengan nama Abu Uwais merupakan akun miliknya sendiri. Tersangka juga mengaku telah membuat postingan yang berkaitan dengan rush money.
Advertisement
Boy menyebut tersangka AR juga menandatangani langsung surat pernyataan tersebut, kemudian diberi materai Rp 6.000.
Foto yang diunggah tersangka AR, imbuh Boy, menunjukkan tersangka seolah-olah tidur dengan dikelilingi uang yang ditariknya dari bank. Foto itu diberi keterangan 'Aksi rush money mulai berjalan, ayo ambil uang kita dari bank milik komunis'.
Tersangka juga mengunggah foto lainnya yang menunjukkan uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu yang disusun menyerupai angka 212. Foto itu diberi keterangan, "Rush Money.. persiapan tanggal 212.. Kita modal sendiri bukan dari pengembangan...".
"Dengan dilakukannya penangkapan terhadap tersangka, kami ingatkan lagi bahwa penyebaran isu merupakan perbuatan yang tidak patut ditiru. Jangan lakukan hal ini lagi, dimanapun Anda berada, karena dengan cepat akan terdeteksi," ujar Boy.
Akan tetapi, Boy mengungkapkan meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, AR tidak ditahan. Dia hanya dikenakan wajib lapor dua kali dalam sepekan.
"Walaupun status AR tersangka, dia tidak ditahan, hanya wajib lapor. Dia tidak ditahan karena alasan kemanusiaan, masih punya anak kecil dan dia seorang guru," jelas Boy.
Penyidik Cyber Crime Bareskrim Polri menangkap tersangka penyebar isu rush money berinisial AR (31 tahun) pada Kamis 24 November 2016 di Jalan Mazda Raya, Penjaringan, Jakarta Utara.
Atas perbuatan itu, AR dijerat Pasal 28 Ayat 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.