UMKM Masih Dibelit Masalah

(UMKM) di Tanah Air masih dibelit sejumlah masalah, mulai dari perosaln SDM hingga pendanaan terus mewarnai di tengah persaingan MEA.

oleh Liputan6 diperbarui 27 Nov 2016, 12:58 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2016, 12:58 WIB

Liputan6.com, Jakarta Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Tanah Air masih dibelit sejumlah masalah. Dari persoalan SDM hingga pendanaan terus mewarnai perkembangan UMKM di tengah persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ini jadi perhatian serius pemerintah dan DPR.

Demikian mengemuka dalam diskusi Focus Group Discussion (FGD) BKSAP DPR RI, Kamis (24/11) di DPR. Acara dibuka sekaligus dimoderatori oleh Ketua Panja MEA BKSAP Juliari P. Batubara. Hadir sebagai pembicara Ade Petranto (Kemenlu), Abdul Kadir Damanik (Kemenkop UKM), Donna Gultom (Kemendag), dan Dinarwulan Sutoto (Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi).

Menurut Juliari, UMKM sebenarnya menjadi kunci ketahanan ekonomi nasional. Komisi VI DPR sudah berkunjung ke beberapa daerah untuk melihat kinerja UMKM dalam menghadapi persaingan MEA. Masalah yang dihadapi UMKM hampir seragam di semua daerah. SDM berkualitas sebagai penggerak UMKM belum banyak terlihat. Untuk itu, pembenahan balai latihan kerja (BLK) di berbagai daerah harus dimaksimalkan untuk melahirkan SDM berkualitas.

“Pembenahan BLK masih jadi PR besar kita di daerah,” ucap Juliari saat membuka acara diskusi. Sementara itu akses pendanaan UMKM juga tak kalah seriusnya membelit para pelaku UMKM. Hanya sekitar 22 persen saja UMKM yang sudah memiliki akses pendanaan lewat perbankan. Semua ini harus segera diatasi untuk merebut pasar ASEAN dan tak kalah bersaing dengan negera-negara tetangga.

Ade Petranto berpendapat, UMKM yang berdaya saing adalah yang memiliki empat karakter, yaitu tangguh, kreatif, mampu memanfaatkan peluang, dan pandai mengatur keuangan. Ia melihat, banyak peluang sekaligus risiko yang bakal dihadapi UMKM nasional di pasar MEA. Pemberlakuan MEA secara otomatis menciptakan pasar besar untuk produk kompetitif. Namun, bila produknya kalah bersaing, itu berisiko menutup banyak UMKM.

MEA juga menciptakan serapan tenaga kerja terampil yang signifikan. Risikonya, lanjut Ade, bila tak terampil dan produktif akan menciptakan pengangguran yang signifikan pula. Sementara itu, Donna Gultom menyerukan agar SDM UMKM terus diberdayakan untuk memenangkan persaingan MEA. Disampaikan Donna, banyak cetak biru MEA 2015 tak tercapai oleh pemerintah Indonesia. Akhirnya, cetak biru itu di-take over ke tahun 2025.

Ada empat poin penting dalam cetak biru 2015, yaitu pasar tunggal berbasis produksi, kawasan berdaya saing, pembangunan ekonomi yang merata, dan integrasi dengan ekonomi global. Sedangkan Abdul Kadir menyorot soal produktivitas tenaga kerja Indonesia yang masih jauh berada di bawah tiga negara AEAN lainnya, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Pada 2013 saja PDB/pekerja Indonesia 9,5 ribu USD.

Di tiga negara ASEAN lainnya PDB/pekerja mencapai 92 ribu USD untuk Singapura, 33,3 ribu USD untuk Malaysia, dan 15,4 ribu USD untuk Thailand. “Produktivitas tenaga kerja Indonesia bahkan masih di bawah rata-rata negara ASEAN, yaitu 10,7 ribu USD,” ungkap Kadir. 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya