Liputan6.com, Brebes - Staf Ahli Kementerian Pemberdayaan Perempuan (PP) dan Perlindungan Anak (PA) Bidang Antar Lembaga, Luly Altruiswaty menyatakan, banyak perempuan masih termarginalkan dengan berbagai faktor seperti kebudayaan, lingkungan tempat tinggal, dan lain sebagainya.
"Perempuan di kota identik dengan kesetaraan gender dan persamaan hak baik laki-laki dan perempuan. Namun di daerah sangat berbeda, banyak yang termarginalkan karena berbagai penyebab seperti budaya, adat dan masih banyak lagi," ujar Lily di Brebes Jateng, Sabtu 17 Desember 2016.
Luly menjelaskan, jika membicarakan feminimisme atau kesetaraan gender, maka seharusnya kearifan lokal yang memegang peranan penting. Mengingat ketika hari perempuan, anak sekarang meminta ibunya untuk istirahat dan menggantikan tugasnya.
"Padahal kan yang dimaksud dengan hari perempuan, bagimana kaum perempuan dapat menjadi pelopor atau penggerak dalam memajukan bangsa," kata dia.
Advertisement
Bahkan, akibat kekerasan kepada anak dan perempuan di Indonesia berdampak pada tingginya kasus perceraian.
"Kasus perceraian di Indonesia jumlahnya cukup tinggi, tahun 2016 ini saja lebih dari 4.500 kasus. Hal ini tentu saja mengindikasikan kerapuhan rumah tangga akibat terjadinya kasus kekerasan kepada anak dan perempuan," kata Luly.
Sementara berdasarkan survei United Nation Development Program (UNDP), dalam satu jam sekali terjadi 2 kasus kekerasan kepada anak dan perempuan.
"Untuk ini kami datang ke sini (Brebes) untuk mengajak pemuda menyatakan 'Stop anti kekerasan kepada anak dan perempuan'. Karena pemuda adalah harapan bangsa kedepan, sehingga diharapkan mampu merubah atau meminimalisir kasus kekerasan itu sendiri dan menjadi lebih baik dengan saling mengingatkan satu sama lain," kata Lily.