Kominfo: 43 Ribu Media Diduga Gadungan Masih Beredar

Saat ini, dia memastikan, pihaknya sedang merapikan 43 ribu situs media abal-abal itu.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 08 Jan 2017, 06:46 WIB
Diterbitkan 08 Jan 2017, 06:46 WIB
20160315- Menkominfo Preskon untuk Uber dan Grab Car- Rudiantara-Jakarta
Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara (kiri) saat menjelaskan perihal polemik Uber dan Grab Car kepada wartawan di Kemenkominfo, Jakarta, Selasa (15/3/2016). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) menyebut ada banyak laman daring yang diduga gadungan di Indonesia. Berdasarkan data yang dimiliki, ada sekitar 43 ribu laman yang masuk dalam kriteria itu.

Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani, mengatakan puluhan ribu laman itu mengakui sebagai produk jurnalistik. Padahal, lanjut dia, kebenarannya masih diragukan.

"Ada 43 ribu yang mengaku media dengan produk jurnalistik," ucap Semuel dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/1/2017).

Menurut dia, hingga sekarang, situs tersebut masih beredar bebas. Mereka mayoritas tersebar di daerah dan kerap memanfaatkan medianya untuk memeras.

"Mereka main sampain di dinas, menekan, cari duitnya kayak gitu," Semuel menjelaskan.

Bahayanya lagi, lanjut dia, media-media itu belum terdaftar di Dewan Pers. Ini menurutnya berbahaya, sebab justru bisa mencoreng industri media yang legal.

"Kalau diisi sama yang enggak benar, kalau sampai masyarakat menilai wah media brengsek? Kerja pers jadi bahaya," tutur Semuel.

Saat ini, pihaknya sedang merapikan 43 ribu situs media abal-abal itu. Dia minta pemiliknya segera merapikan administrasi, kalau tidak, bakal dibredel.

"Kalau mau jadi media, daftar. Jangan berlindung di Undang-Undang Pers," tegas Semuel.

Selama ini, Kominfo tidak pernah membredel media yang memang memenuhi standar dan kompetensi yang jelas. Pemerintah, nantinya juga bakal lebih selektif memasang iklan di media massa.

"Pemerintah juga ke depan enggak boleh iklan di media yang tidak terdaftar di dewan pers," pungkas Semuel.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya