Sejarawan Belanda Sebut Tan Malaka Miliki 14 Karakter

Menurut Harry A Poeze, Tan Malaka setelah selama sekitar 20 tahun mengembara di Asia dan Rusia, kembali ke Indonesia pada 1942.

oleh Liputan6 diperbarui 28 Mar 2017, 06:05 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2017, 06:05 WIB
Tan Malaka
Tan Malaka (Liputan6.com/Rina Nurjanah)

Liputan6.com, Jakarta - Sejarawan asal Belanda Harry A Poeze menilai Tan Malaka memiliki 14 karakter dan dikenal dunia internasional sebagai tokoh yang berhasil melakukan penyamaran di sejumlah negara selama 20 tahun.

"Tan Malaka dikenal sebagai pemikir, aktivis, gerilyawan, diplomat, hingga dituduh sebagai mata-mata," kata dia pada diskusi publik "Pemikiran dan Perjuangan Tan Malaka" di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 27 Maret 2017.

Dikutip dari Antara, menurut Harry A Poeze, Tan Malaka setelah selama sekitar 20 tahun mengembara di Asia dan Rusia, kembali ke Indonesia pada 1942.

Setelah kembali ke Indonesia, ia menambahkan, Tan Malaka yang menjadi tokoh pelarian tetap menyamar dengan menggunakan beberapa nama.

Sementara sejarawan dari Universitas Indonesia (UI), Mohammad Iskandar menilai, Tan Malaka adalah pejuang yang kesepian dan tokoh misterius.

Tan Malaka, dalam perjuangannya, berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya. Tidak hanya itu, Tan Malaka juga berpindah-pindah dari suatu negara ke negara lainnya, dengan berganti-ganti-nama.

"Kelebihan Tan Malaka adalah mengusai sejumlah bahasa dan menggunakannya secara fasih," ujar Harry.

Pada saat Tan Malaka tinggal di Banten, dia menggunakan nama Ilyas Husein.

Sejarah Tan Malaka

Seorang keturunan Tan Malaka, Hengky Novaron Arsil mengatakan, Tan Malaka lahir di Nagari Pandan Gadang, Sumatera Barat, pada 1894.

Ia menambahkan, Tan Malaka kecil hidup dalam keluarga yang relijius. Dia gemar bermain layang-layang dan sepak bola.

Tan Malaka yang di kampungnya bernama Ibrahim, kata Hengky, dikenal sebagai anak yang cerdas tapi nakal.

"Pada usia 16 tahun, Tan Malaka sudah hafal Alquran, dan mendapat beasiswa untuk belajar di sekolah guru Fort De Kock di Bukittinggi, tempat sekolah anak-anak priayi," beber dia.

Tan Malaka kemudian melanjutkan pendidikan ke Balanda. "Di Belanda, Tan banyak belajar soal politik," ucap Hengky.

Dia juga mengakui, Tan memiliki pemikiran yang revolusioner dan mengambara dari satu negara ke negara lainnya, selama 20 tahun, pada 1922-1942, dengan menyamar.

Tan Malaka, lanjut Hengky, sukses dalam penyamarannya menggunakan 23 nama berbeda. Sebab, Tan Malaka fasih menggunakan sejumlah bahasa, baik bahasa Indonesia, Inggris, Belanda, Rusia, Fipilina, dan bahasa lainnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya