Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima informasi adanya tindak pidana korupsi di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tim penyidik KPK, sore itu langsung bergerak ke gedung yang berada di Jalan Gatot Subroto itu.
Ternyata, informasi dari masyarakat itu benar adanya. Sebanyak enam orang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK pada Jumat 26 Mei 2017.
"Setelah KPK melakukan pengecekan informasi dari masyarakat tentang terjadinya tindak pidana korupsi, KPK melakukan operasi tangkap tangan pada Jumat, 26 Mei 2017 di dua lokasi yaitu kantor BPK RI dan kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi atau Kemendes PDTT," kata Ketua KPK Agus Rahardjo.
Advertisement
Enam orang yang ditangkap KPK di Gedung BPK yakni, ALS (Ali Sadli) auditor BPK, RS (Rochmadi Saptogiri) eselon I BPK, JBP (Jarot Budi Prabowo) eselon III Kemendes, sekretaris RS, sopir JBP dan 1 orang satpam.
Dalam OTT itu, penyidik KPK juga menemukan uang Rp 40 juta di ruangan Ali Sadli. Uang itu diduga kuat terkait suap pada kasus yang berkaitan dengan pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada laporan keuangan lembaga tersebut.
"Uang Rp 40 juta yang diduga merupakan bagian total komitmen Rp 240 juta karena sebelumnya di awal Mei sudah diserahkan Rp 200 juta," ungkap Agus.
Selain itu, KPK pun menemukan Rp 1,145 miliar dan 3 ribu dolar AS di brankas Rochmadi. Namun, uang itu belum diketahui apakah terkait dengan tindak pidana korupsi atau tidak.
Setelah dari BPK, penyidik KPK kemudian bergerak ke kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) pada pukul 16.20 WIB. Dalam gedung yang berada di Jalan TMP Kalibata, Jakarta Selatan, itu KPK menangkap satu pejabat.
"Tim KPK mengamankan Irjen Kemendes PDTT SUG (Sugito) dan untuk keamanan barang bukti, dilakukan penyegelan di sejumlah ruangan. Di BPK disegel dua ruangan yaitu di ruang ALS dan RS, sedangkan di Kemendes PDTT ada empat ruangan yang disegel yaitu di dua ruangan JBP, ruang biro keuangan dan ruangan SUG," tutur Agus.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menambahkan, sebagai latar belakangnya, pada Maret 2017 KPK telah melakukan pemeriksaan atas laporan Kemendes PDTT untuk anggaran 2016. Menurut Laode, dalam rangka memperoleh opini WTP, Sugito melakukan pendekatan ke pihak auditor BPK.
"Kode uang yang disepakati 'PERHATIAN' kemudian terkait untuk WTP di Kemendes PDTT tahun 2016," ungkap Laode.
Atas OTT tersebut, KPK menetapkan empat tersangka yaitu sebagai pemberi suap adalah Irjen Kemendes PDTT Sugito dan pejabat eselon III Kemendes Jarot Budi Prabowo yang disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pihak penerima suap adalah auditor utama keuangan negara III BPK, Rochmadi Saptogiri yang merupakan pejabat eselon I dan auditor BPK Ali Sadli. Keduanya disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 atau 5 ayat 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menyulap WDP Jadi WTP
KPK menduga dugaan suap Irjen Kemendes PDTT kepada auditor BPK untuk menaikkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Opini WTP merupakan status tertinggi dalam dunia audit. Lembaga yang meraih WTP dinyatakan laporan audit dan keuangannya telah menyajikan data secara wajar.
"Di awal, ada pembicaraan kejadiannya adalah minta agar pengin naik dari WDP jadi WTP, 'tolong dibantu nanti ada sesuatu'," ungkap Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (27/5/2017).
Sementara, status WDP secara umum laporan audit dan keuangan yang disajikan dinyatakan sudah wajar, namun dari semua hal yang material, terdapat suatu penyimpangan atau kekurangan pada pos tertentu sehingga harus dikecualikan.
Agus mengungkapkan, dari pembicaraan antara pihak Kemendes dan BPK, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan yang terjadi antara dua dari empat tersangka yang telah ditetapkan KPK dalam kasus ini.
"Inisiator yakni RS, pejabat eselon I Kemendes PDTT dan ALS seorang auditor BPK," Agus menandaskan.
Advertisement
Menteri Desa Siap Diperiksa
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo menyatakan, siap diperiksa KPK terkait dugaan korupsi atas pemberian status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada laporan keuangan kementeriannya.
Hal tersebut diungkapkan menyusul tertangkap tangannya Irjen Kemendes PDTT Sugito oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Harus transparan dan termasuk saya anytime siap diperiksa KPK," kata Eko di kantor Kemendes PDTT, Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (27/5/2017).
Menurut dia, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi akan mengikuti semua proses hukum terkait Sugito. Dia berharap peristiwa ini bisa menjadi pelajaran dan evaluasi bagi jajarannya.
"Karena sudah jadi tersangka, kita akan ikuti aturan berlaku. Saya berharap kejadian ini bisa membawa pelajaran untuk kita perbaiki lebih baik lagi," ujar Eko.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tujuh orang dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat, 26 Mei 2017. Mereka yang ditangkap antara lain auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Irjen Kemendes PDTT Sugito, dan PNS.